Empat

Zahira tak sabar, ia telah menunggu hampir satu Minggu akhirnya hasil tes miliknya keluar. Ia segera ke rumah sakit. Tapi sial, mobilnya mogok. Ia berdiri di tepi jalan menunggu angkutan lewat, sebenarnya ia bisa menggunakan ojek atau mobil online hanya saja tempat di mana ia sekarang berada adalah zona merah. Jadi tidak mungkin ada yang mau, kalau pun ada, ia harus berjalan kaki dulu lumayan jauh. Zahira malas, apalagi cuaca siang ini cukup panas.

"Mobilnya mogok?"

"Kalau sudah tau kenapa nannya," sahut Zahira ketus. Ia memang tidak begitu ramah dengan orang. Hal itu ia lakukan untuk melindungi dirinya sendiri. Zahira selalu berfikir untuk tidak memberikan siapapun kesempatan dekat dengannya. Bagi Zahira, orang terdekat lah yang justru selalu menyakitinya.

"Namaku Irsyad."

"Aku tidak menanyakan namamu," balas Zahira sembari mengirim pesan pada sopirnya untuk mengurus mobilnya.

"Aku hanya ingin berkenalan, ini pertemuan kita yang ke tiga," ujar Irsyad.

"Aku tidak peduli, mau ke berapa pun itu."

Irsyad tersenyum tipis. Baru kali ini ia menemukan wanita seperti Zahira. "Mau aku antar?"

Zahira melihat ke motor yang Irsyad pakai. "Dengan motor bututmu itu?"

"Walaupun butut, Alhamdulillah tidak mogok seperti mobil mewah mu itu," balas Irsyad.

"Sana pergi!" usir Zahira kesal.

"Aku rasa, angkutan kota tidak akan lewat, selamat menunggu." Irsyad melajukan motornya pelan.

"Tunggu!" seru Zahira.

Irsyad pun berhenti. "Ada apa?"

"Antar aku ke rumah sakit, aku akan membayar mu."

Irsyad menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum. "Aku bukan ojek yang tengah mencari penumpang."

"Sudah, tidak usah banyak omong. Cepat antar aku!"

"Untuk apa ke rumah sakit?"

"Kamu bodoh atau apa? Ke rumah sakit ya berobat."

"Bisa saja ingin jenguk seseorang," timpal Irsyad.

"Cerewet banget, jalan cepat!" perintah Zahira sebal.

Irsyad tak mau membuat Zahira marah di perkenalkan pertama mereka, akhirnya ia memilih diam.

"Tunggu aku!" ucap Zahira seenaknya begitu sampai rumah sakit.

Belum sempat Irsyad menjawab, Zahira sudah masuk terlebih dahulu. Padahal hari ini harusnya ia masuk kerja. Terpaksa, Irsyad menelpon Banu untuk memintakan izin untuknya.

***

Zahira tergesa-gesa menuju ruang Shinta karena ia telat setengah jam dari jadwal. "Maafkan aku terlambat, mobilku mogok."

"Tidak papa, silahkan duduk!" Shinta mempersilakan Zahira duduk.

"Bagaimana?"

"Ini hasil lab-nya." Shinta menyodorkan hasil itu pada Zahira.

"Terima kasih." Zahira membaca hasilnya secara seksama. "Apakah ini benar?"

"Iya hasilnya positif."

"Berarti aku____"

"Jangan sedih, positif belum tentu kamu terkena kanker," ucap Shinta. "Kita harus melakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikannya."

Zahira terdiam, ia takut jika dirinya mengidap kanker. Ia ingin menikah dan hidup bahagia. "Aku permisi." Zahira pamit pergi tanpa bertanya lebih lanjut tentang pemeriksaan selanjutnya. Ia terlanjur kecewa dengan hasil yang ia dapat hari ini.

"Zahira, bagaimana untuk pemeriksaan lanjutannya?"

"Aku rasa tidak perlu." Zahira segera keluar. Sedangkan Shinta hanya bisa menatap iba pada sahabatnya itu, namun ia sendiri tidak bisa berbuat banyak. Roy telah mengancamnya jika ia ikut campur.

"Sudah selesai?" Irsyad menghampiri Zahira. Tetapi ia heran ketika melihat wajah Zahira yang terlihat sedih. "Kamu baik-baik saja?"

"Mau baik ataupun tidak, itu bukan urusanmu."

"Iya, aku tau. Setidaknya jika kamu punya masalah, kamu bisa berbagi denganku, meskipun aku sendiri tak yakin bisa membantu menyelesaikan masalahmu."

"Jadi, percuma bukan?"

"Tidak ada yang percuma. Aku yakin jika kamu bercerita, perasaanmu bisa sedikit membaik," ujar Irsyad.

"Tidak usah sok peduli, aku tidak akan tertarik padamu. Jadi jangan bermimpi aku mau denganmu."

"Aku tidak sedang mendekatimu. Jika aku mantap dengan seseorang, aku akan menikahinya."

"Menikah." Zahira tersenyum miris. Ia ingin menikah, tapi apakah masih ada laki-laki yang mau dengannya. Mengingat dirinya bukan wanita baik-baik dan sekarang tengah sakit.

"Iya, aku akan melamar dan menikahinya."

"Tanpa pacaran?"

Irsyad menganggukkan kepalanya. "Aku tidak pernah berpacaran. Dalam agama pun di larang. Pacaran hanya menambah dosa. Bahkan kadang membuat kita lupa diri hingga melakukan zina."

"Sok suci," cibir Zahira.

"Aku tidak sok suci. Aku hanya berusaha taat."

"Omong kosong." Zahira tak percaya jika di jaman modern seperti ini, masih ada laki-laki yang benar-benar memegang teguh ajaran agama. Zahira berfikir, Irsyad hanya membual dan mencari perhatiannya saja. Hal itu membuat Zahira tertarik untuk menggoda Irsyad dan membuktikan semua yang ia pikirkan itu benar.

"Aku tidak memaksa kamu untuk percaya."

"Terserah kamu saja. Sekarang antar aku pulang!" Irsyad hanya mengangguk sebagai jawaban.

***
Sesampainya di rumah. Zahira masuk ke kamar namun ia terkejut mendapati Roy ada di kamarnya.

"Siapa pemuda itu?" tanya Roy.

"Ojek online," jawab Zahira asal.

"Aku tidak bodoh. Pemuda itu menolak uang darimu." Roy menghampiri Zahira. "Jangan mencoba berbohong padaku! Siapa pemuda itu?"

"Aku tidak tau."

"Aku tidak akan setuju kamu menikah dengan siapapun. Mengerti!" Roy menjambak rambut Zahira.

"Kau menyakitiku!" Zahira mencoba melepaskan diri.

"Akan aku hukum kamu. Bersiaplah, Tuan Kenan menunggu."

Zahira menggelengkan kepalanya. "Aku tak mau melayani dia," tolak Zahira. Ia takut dengan Kenan yang sering memperlakukannya dengan kasar.

"Aku tidak mau tau, dia sudah membayar mu. Itu hukuman untukmu atau kamu mau ibumu____"

"Iya, ya. Aku mau. Tunggu sebentar," sahut Zahira cepat sebelum Roy menyelesaikan kalimatnya.

"Anak pintar." Roy menepuk-nepuk pundak Zahira sambil tersenyum menang.

Zahira ingin sekali membunuh Roy. Ia semakin lama merasa tak tahan dengan perlakuannya yang semena-mena. Namun Zahira belum memiliki keberanian yang cukup untuk tindakan nekad seperti itu.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top