Chapter 6 - Crush, Crush, Crush Part I
Disclaimer: I own nothing. Inuyasha belongs to Rumiko Takahashi. I do not own the fan art too. I wish I know the artist so I could give her/him the credits.
Notes: Hanya fic lama yg ditulis tiga tahun lalu. Akan ada banyak kata umpatan. Inuyasha akan tetap jadi hanyou kesayangan yg terkadang bermulut kasar. Di manga luar, dia sering manggil Kagome dgn kata 'wench' (perempuan/gadis/cewe) bahkan 'bitch' saat ia kena osuwari. Jd dengan sengaja, di drabble 'Crush, crush, crush' ini, Inuyasha dibuat manggil Kagome dengan kata 'cewek'.
.
.
.
"KEPARATSIALANBRENGSEK!" insan setengah siluman itu berhenti sejenak, napasnya terengah-engah.
Kagome hanya terdiam mendengarkan tepat di balik daun pintu, "Inuyasha ... " bisiknya.
Laki-laki setengah siluman itu mendengar dengan jelas namanya disebut oleh sang sahabat, oleh karena itu ia mempercepat gerakan. Akan tetapi ...
"Bah! Sial!" umpat Inuyasha. Dengan hati-hati ia menjaga agar cakarnya tidak merobek bahan yang seakan tersangkut di pahanya saat kedua tangan sibuk menarik benda tersebut ke atas. Tidak pernah ia berpikir kain seperti itu akan sangat merepotkan. Bagaimana mungkin orang lain bisa terlihat sangat nyaman memakainya bila menempatkannya di tempat yang tepat saja sangat sukar?
Kedua tangan laki-laki tampan itu terkepal, ia menenangkan diri ketika ujung-ujung kuku meruncingnya hampir menembus daging di telapak tangan. Bagaimana jua, ia tidak mau mengotori pemberian Kagome. Ia menghela napas, bila tidak karena janjinya, tentu saja ia tidak mau melakukan hal menyusahkan ini. Tapi ikrar telah terucap, sebagai pria sejati, ia berkewajiban untuk memenuhi. Tapi sebelum itu, sebagai bagian dari perjanjian, pertama-tama, ia harus menaklukkan kain yang melekat di tungkainya.
'Apakah ia tidak apa-apa?' benak Kagome. Gadis yang kala itu mengenakan rok pendek hitam dan sweter biru lengan panjangnya menggeleng kecil untuk mengusir pikiran konyol yang dimiliki.
Peluh mulai bertengger di kening hanyou tampan itu, surai perak yang membingkai mulai menempel di sisi wajahnya. Kini, benda sialan itu telah takluk dan melekat di tubuhnya dengan sempurna. Celana jeans berwarna hitam itu terasa mencekik, membuatnya susah bernapas, sulit bergerak, dan sangat menyiksa!
"Apa kau sudah selesai? Boleh aku masuk sekarang?" tanya Kagome yang penasaran.
"Masuklah!" Inuyasha menoleh sebentar saat pintu dibuka dan Kagome menghambur masuk ke dalam kamar.
Untuk sesaat sang miko terpaku, tercenung, tertegun, membeku, dan terkagum-kagum dalam diam tatkala menatap teman hanyou-nya itu berdiri dengan pakaian modern. Sejujurnya, ketika Kagome membuka pintu, Inuyasha baru saja memakai baju. Otomatis, sebagian otot perut nan indah pemilik Tessaiga itu sempat terjamah oleh penglihatan. Debar di dada remaja perempuan itu lantas menguat, napasnya tertahan, tapi ia berusaha terlihat normal.
Si sulung Higurashi berusaha memusatkan perhatian pada pilihannya untuk Inuyasha; kaos berwarna hitam dengan panjang lengan mencapai siku yang pas di badan. Dada bidang lelaki itu terbentuk indah di balik baju, dengan jeans yang dikenakan, Inuyasha terlihat lebih tinggi dari biasanya. Mungkin mulai saat ini ia tidak akan membiarkan sahabat tersayangnya itu memakai hakama merah lagi bila mengingat bagaimana ia terlihat yummy saat mengenakan celana jeans.
Baka! Omel Kagome dalam hati saat pikiran seperti itu terlintas di otaknya.
"Bagaimana?" tanya Inuyasha, ia bertanya lebih kepada benar atau tidaknya ia mengenakan pakaian itu bukan bagaimana ia terlihat.
"Kau~" Kagome mengejapkan mata beberapa kali sebelum menatap ke arah jendela dengan wajah merona saat melontarkan tiga kata dengan cepat tanpa jeda, "cocok mengenakan itu."
"Keh!" sahut Inuyasha berusaha terlihat tidak acuh dan mencoba menyembunyikan desir hangat yang mulai merayap di parasnya.
Pikiran Kagome bagai rentetan kembang api: melesat cepat ke angkasa dan tak terkendali. Cocok? Hanya cocok!? Yang benar saja, cocok sama sekali tidak pantas untuk menggambarkan Inuyasha. Ia juga lebih dari sekadar keren. Tambahkan gitar atau bass atau mungkin sepasang drum stick di tangannya dan Inuyasha akan tampak seperti anggota band rock internasional yang hendak mengadakan pertunjukan di stadion besar dengan puluhan ribu penonton wanita yang menangis seraya meneriakkan namanya.
"Oi, Cewek!"
"Hah?" Kagome tertarik paksa dari lamunan lalu menatap laki-laki itu. Guna menghapus rasa malu akan khayalannya barusan, remaja perempuan pemilik manik unik itu berucap ketus, "Sudah kukatakan berkali-kali untuk memanggil namaku!"
"Aku sudah memanggil namamu tiga kali tapi kau tidak menjawab," gerutu Inuyasha.
Nadanya memelan ketika bertutur, "Oh, kalau begitu aku yang salah. Maaf, Inuyasha."
Pipi keduanya memerah saat mereka sadar terlalu lama menatap satu sama lain. Dalam waktu yang bersamaan mereka berpaling.
"Kalau kau sudah siap, ayo!" ajak gadis pemilik iris biru kelabu itu.
Setelah mereka berpamitan dengan ibu dan kakeknya yang sedang menonton TV, Kagome dan Inuyasha berangkat. "Tunggu!" ucap Kagome saat mereka sudah berada di ambang pintu. Gadis itu berlari, lalu mengambil topi yang tergeletak di atas meja samping telepon. Dalam beberapa detik ia sudah berdiri di hadapan Inuyasha, ia berjinjit dan kedua tangannya terulur untuk memakaikan topi berwarna merah biru di kepala perak itu.
Lantaran kedekatan fisik yang tiba-tiba, pipi Inuyasha berubah senada dengan warna jubah pemberian orang tuanya.
"Ayo!" ucap miko penjelajah waktu itu penuh semangat. Kagome menggenggam tangan kanan Inuyasha lalu menariknya.
Kisah mereka yang berkaitan dengan shikon no tama dan pertikaian dengan Naraku di sengoku jidai telah usai, kini penjelajahan mereka di zaman modern pun dimulai.
Dan petualangan mereka berdua kali ini seharusnya lebih mendebarkan, ya 'kan?
.
.
.
~InuxKag~
End notes: For all reader, terlebih yang bersedia vote or comment, I'd like to say minna saiko arigatou.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top