chapter 2

"Entah semenjak pangeran keluar dengan pakaian tak terurus. Dia malah bertingkah seperti itu."

"Apa otak Sei-kun tertinggal di pasar."

Tiga kepala dengan warna berbeda sesang mengintip seorang pangeran cebol yang tampak berbahagia (tapi menyeramkan bagi mereka). Sakin bahagianya, Akashi tak sadar jika teko yang ia pegang untuk menuangkan teh penuh hingga tak tertampung.

"Padahal sebelumnya dia kesal gegara perjodohan itu. Tapi kenapa sekarang tampak bahagia," bisik Furihata yang merinding melihatnya.

"Mungkin Aka-chin berubah pikiran lalu mau menerimanya dengan lapang dada," timpal Murasakibara

"Tapi aku tidak yakin itu adalah Sei-kun," jawab Mibuchi yang terpekik nyaring. Beruntung Akashi terlalu sibuk dengan dunianya hingga mereka tak ketahuan. Bahkan, pangeran dikenal dengan sosok amat peka.

"Pasti ini orang mirip Sei-kun."

"Ayolah, Mibu-chin. Tidak ada yang seperti itu. Paling buruk Aka-chin tiba-tiba hilang akal," sungguh kejam sekali mulut panglima titan satu ini.

"Andai aku membawa harta lagi, aku bisa bertemu bidadari sepertimu."

"Daripada kau menjadi pencuri harta orang. Lebih baik kau jadi pengatur harta suami sepertiku saja."

"Kau memang pencuri. Pencuri hati pangeran tampan yang satu ini. Ah, atau aku yang mencuri hatimu ya?"

Sungguh sajak sastra yang kacau balau.

Ingatkan Furihata mengadukan ini pada Baginda Raja, untuk memanggil dukun pengusir roh jahat atau tabib pengurus orang gila nanti.







"Fiks, Kakak/Aka-chin/Sei-kun sudah tidak waras."

----

Mari kita ulur waktunya sebentar.

Sejak kejadian pengaduan Furihata. Akashi dan Nijimura -sang ayah- sangat marah pada Mibuchi. Namun beruntung mereka tidak menjatuhkan hukuman berat pada pelayan setianya itu.

Sekarang, Akashi bersama ayahnya sedang berkumpul di ruang santai kerajaan.

"Ayah, ingin menjodohkanku?!"

"Tentu saja," jawab Nijimura santai. Ia memajukan salah satu bidak caturnya. "Ayah tak selamanya memimpin. Maka, suatu saat kau yang akan menggantikan ayah."

"Syarat menjadi pemimpin adalah memiliki pasangan."

"Tapi ini terlalu cepat," Akashi memindahkan bidak bentengnya. Skatmat, Sang Raja telah kalah, "kau membuat seolah-olah aku itu bujang lapuk!"

"Tapi itu memang kenyataannya 'kan. Bahkan umurmu sudah memasuki kepala 3."

Jlebb!!

"Umurku baru 28 tahun, Ayah," geram Akashi sambil menekankan nada di setiap kata. Memang belum mencapai 30 tahun. Tapi itu sudah benar-benar mendekati. Ditambah Akashi tidak terima title dari ayahnya itu.

"Tidak ada tapi-tapian. Ayah akan tetap menjodohkanmu dengan Putri Momoi," Nijimura langsung bangkit, ia menatap dalam putra tunggalnya itu. "Keputusan Ayah sudah bulat."

"Tapi cincin dan kalung untuk calon permasuri saja sudah dicuri. Kau mau menggantinya dengan apa? Lilitan daun jagung?" balas Akashi tak mau kalah.

"Seiju--"

"Tekadku juga sudah bulat, Ayah. Aku Akashi Seijurou, selalu absolut." Akashi juga bangkit dari kursinya. Emperor eye itu sempat beradu pandang dengan manik hitam pria di depannya, lalu pergi meninggalkan ruangan. "Aku pergi."

Gemaan dingin dari Akashi mengakhiri kegiatan keluarga itu. Nijimura hanya bisa menggeleng pelan. Kemudian, ia menoleh ke arah sebuah lukisan seseorang Sang Raja kenal. "Sayang, aku tak tahu harus apalagi."

"Sok sekali bilang absolut. Bahkan sikapnya saja sudah seperti perawan merajuk."

Abaikan kalimat absurd yang keluar dari mulut Nijimura. Mari pindah lensa ke salah satu bagian istana.

Akashi memandang ke arah luar istana dengan sendu. Dia benci dijodohkan. Netranya bergulir menatap para rakyatnya yang melakukan aktivitas. "Aku benci hidupku."

"Grr..."

"Oh, itu kau Taiga."

Harimau pelihara Akashi ikut duduk di sebelahnya. Hewan itu menggorok kecil sambil mengulingkan badannya kesana kemari. Tidak ada yang menyangka jika harimau ini adalah kucing besar yang manja.

"Huuhh... rasakan ini Taiga!" Akashi menggelitik hewan peliharanya sembari tertawa. Taiga memang paling tahu cara menghibur calon raja ini. Setelah cukup lama, makhluk dengan loreng itu akhirnya lelah dan menjilati wajah Akashi.

"Tuan Akashi...."

"Akhirnya kau datang, Kouki." Akashi mempersilahkan pelayan setianya itu duduk di sampingnya. Dia sengaja memanggil Furihata untuk menemaninya mengobrol. "Di mana Atsushi? Bukankah aku menyuruhmu memanggilnya juga?"

"Panglima Murasakibara sedang berada di luar."

"Apa yang dia dilakukan?"

"Baginda Raja menyuruh mencari perhiasan yang hilang itu bersama Mibuchi. Entah apa mereka bisa mendapatkannya kembali atau tidak."

Akashi terdiam, Furihata menghampiri dengan membawa semangkok manisan untuk pria itu. Ia duduk di sebelah Akashi seraya melihat ke arah yang tertuju mata heterechome itu.

"Anda sedang melihat apa, Tuan?"

"Buaya berdansa," jawab Akashi ngasal sambil memutarkan bola matanya malas. Sudah jelas dia melihat warga di bawah mereka masih saja nanya. "Tentu saja penduduk sekitar. Apa kau tidak melihatnya?!"

"Maafkan aku, Tuan! Hamba minta maaf!!"

Akashi hanya bisa memijat kepalanya, dirinya kembali stres. Netranya melihat Taiga yang telah terlelap di sampingnya. Seandainya binatang itu masih bangun, mungkin Furihata akan menjadi daftar menu makan siang berikutnya.

"Aku akan dijodohkan."

"Selamat Tuan."

Akashi berdengus kesal sambil memandang kesal pelayannya itu. Kenapa di saat seperti ini dia malah tidak paham maksudnya itu, "Kenapa kau berkata seperti itu."

"Karena Tuan sudah mendapatkan pasangan sekarang ini."

"Jadi maksudku aku itu tidak laku?"

Duh, pangeran satu ini serba salah terus.

"Bu-bukan, begitu Tuan!!" Furihata mengibaskan tangannya kelabakan. Dia bukan bermaksud menghina (meskipun kemungkinan 'ya' 10%), tapi dengan memiliki pasangan. Artinya Akashi akan bekeluarga dan bahagia bukan?

"Kudengar Putri Momoi itu cantik, baik hati, bertaletan, dan benar-benar tipe idaman."

"Iya, kecuali soal urusan memasak." Akashi sempat mendengar kabar beredaran. Dulu ada seorang pelayan Touo diminta untuk mencicipi hasil masakan putrinya tersebut. Namun tak lama kemudian pelayan itu mengalami kejang-kejang dan berhenti dari pekerjaannya itu. Bahkan, kabar pelayan itu tidak lagi terdengar hingga saat ini.

Darimana Akashi tahu? Tentu dia memiliki informan handal pribadi, Mayuzumi Chihiro. Salah satu kabinet yang mengurus tentang pengetahuan dan budaya. Bahkan, informasi dari luar Rakuzan dia juga mengetahuinya.

Kecuali soal pelayan tadi.

Lupakan soal pelayan Touo. Pria bersurai merah itu hanya menumpukkan dagunya di pagar pembatas. Ia memilih melihat warga yang sedang bergosip ketimbang Furihata yang masih merasa tak enak. "Kouki, apa kau tahu rasanya menjadi rakyat jelata?"

"Hah...." butuh waktu sangat lama Furihata mencerna perkataan Akashi. Apa Akashi bermaksud menghinanya kembali atau benar-benar bertanya.

"Kau tidak tahu? Ya sudah aku coba saja sendiri." Karena tidak mendapat jawaban yang diharap. Pria itu bangkit dari kursi. Namun, langsung dicegat oleh si surai cokelat. "Maafkan saya lancang kali ini, Tuan. Tapi Anda jangan keluar!"

Akashi hanya bisa mengerutkan dahinya bingung. Tidak mengerti apa maksudnya, "Kenapa? Di luar berbahaya?" Langsung saja diangguk cepat oleh Furihata.

"Anda itu pangeran. Ayah akan marah dan warga setempat akan gempar jika pangeran keluar."

"Terus apa masalahnya?" Akashi hanya cuek bebek dengan peringatan Furihata. "Lagipula, aku itu pangeran. Harus tahu kondisi pendudukku sendiri."

Bohong, padahal Akashi hanya terlalu bosan dengan kehidupan istana.

Hidup dengan nyaman di kerajaannya terkadang mwmbuatnya muat. Hingga akhir ini, ia bertekad untuk keluar dari sini meski hanya sementara.

"Di luar sana banyak penjahat!"

"Jadi Rakuzan sudah menjadi sarang penyamun?"

"Tidak. Ada orang gila."

"Orang gila akan langsung waras melihatku."

"Ta-tapi pangeran bisa diculik!"

"Jadi sekarang ada yang berani denganku?"

Furihata kehabisan kata-kata. Jadi, tanpa memikirkan nyawanya kali ini. Akashi yang sudah keluar dari kamar langsung ia cegat. "Kumohon Pangeran jangan pergi. Di luar sana berbahaya!"

"Apa-apaan kau! Apa Kouki ingin mencoba gunting baruku kali ini!" Akashi sudah mengeluarkan gunting dari balik mantelnya, itu hadiah ulang tahunnya bulan lalu. Sambil melotot garang ia memainkan guntingnya. Namun, keberanian Furihata belum juga surut.

"Aku tak peduli! Pokoknya Anda jangan keluar!" Furihata bahkan menarik lebih kuat hingga Akashi hampir terjungkal (beruntung dirinya bisa jaga image seperti ini). Aksi saling tarik menarik ini tak dapat terhentikan. Bahkan oleh beberapa pelayan sweatdrop melihatnya.

Hingga akhirnya. Seorang pria bersurai hitam melihat dari kejauhan. Ia terkekeh melihat kejadian itu. Tak butuh waktu lama. Pria itu akhirnya menghampiri Akashi dan Furihata.

"Salam Yang Mulia."

"Ah. Salam Tuan Hanayama." Furihata membungkuk hormat. Berbeda dengan Akashi yang hanya mengangguk. Akashi mendelik Hanayama penuh selidik, "Ada perlu apa Anda kemari?"

"Tidak ada hal penting. Aku hanya tertarik dengan tingkah laku kalian. Apa kalian tidak sadar banyak orang yang melihat ini?" ucap Hanayama sambil melihat sekelilingnya. Langsung saja para penonton di san membubarkan diri, takut mendapat hukuman berat karena menjadikan para bangsawan tontonan komedi.

"Aku sadar. Tapi untuk apa aku meladenin hal seperti itu," jawab Akashi enteng. Sedangkan Furihata sudah kembali ingin menyampaikan sesuatu. Namun, Hayamana sudah lebih dulu memotongnya.

"Memang hal apa yang Pangeran dan pelayan ini ributkan?

"Aku ingin keluar istana. Kau tahu, aku sudah terlalu lama berdiam diri di sini. Jadi sebaiknya aku butuh hirup udara segar sekali-kali."

Hayamana mengangguk paham. "Baiklah. Pangeran boleh keluar."

"Apa?!" Furihata shock seketika mendengar penuturan Hanayama. "Tapi--"

"Kau sudah mulai lancang, Furihata." Hanayama menatap sinis pria bersurai coklat itu. Tidak seharusnya budak itu ikut campur. "Ini keputusan calon Pemimpin kerajaan ini. Tidak bisa kau menggugat begitu saja."

"Pangeran Akashi. Anda boleh pergi, tapi sebelum itu kau harus ganti pakaianmu seperti rakyat biasa," pesan Hanayama.

"Baik."

"Apa?! Tapi--"

"Kau sudah berani melawan, pelayan Furihata?"

Furihata bungkam seketika. Sebagai golongan bawah, bibirnya tak kuasa mengatakan sepatah kata apapun. "Ti-tidak!"

"Hanamiya. Jangan terlalu tegas padanya," titah Akashi dengan suara tegas. Dia tidak begitu suka dengan penuturan Hanamiya pada Furihata. Si jangkung itu lagaknya menghina. "Aku akan pergi, jangan khawatirkan aku."

"Pangeran Akashi. Bagaimana dengan perhiasan--"

"Aku membawanya," katanya mutlak. "Tak perlu risau, selama ini ada di tanganku. Tak ada yang perlu dikhawatirkan."





Akashi pergi meninggalkan mereka berdua. Tanpa disadarinya. Mata coklat itu mendelik tajam pada sahabatnya yang mulai ketakutan. "Kuperingatkan kepadamu Furihata. Jangan merasa istimewa karena Akashi menganggapmu temannya...."

----

Akashi berhasil keluar dari istana.

Keinginan mewah (menurutnya) akhirnya tercapai, dengan begini dia tak akan mati penasaran dengan menjadi rakyat jelata seperti ini.

Pangeran yang menyamar dengan pakaian sederhana itu berjalan mengitari pasar di pusat kota Rakuzan. Keadaan yang sangat ramai dan penyamaran yang sempurna. Membuat orang-orang tak sadar akan manik dwi warna tersebut.

"Hai, Sei-chan!"

Pengecualian orang ini.

Akashi sedikit terlonjak kaget saat ia ingin membeli sebungkus benda kotak berwarna putih (pedagang itu menyebutnya tahu). Pangeran itu menoleh ke arah suara yang memanggilnya. "Siapa kau--"

"Aku jin!"

Baik, mungkin perkataan Furihata ada benarnya. Ada orang tak waras di sini, yaitu pria bersurai hitam dengan tatanan poni rambut belah tengah ini.  "Lalu kenapa?"

"Aku hanya memperingatkanmu!"

Niatnya untuk pergi menguar begitu saja. Entah apa penyebabnya dia menuruti perkataan orang itu. Sedangkan, pemilik surai hitam itu masih menyunggingkan senyum lebarnya. "Aku akan memberimu pilihan."

"Saat kau melangkah maju sekali lagi..." dengan berani pemuda itu menghalangi jalan Akashi. "Kau akan mendapat kejadian tak terduga."

"Kejadian apa?

"Rahasia!"

Tak lama kemudian lemparan gunting itu hampir memotong telinganya. Untung saja hanya mengenai rambutnya dan orang-orang sekitar tak sadar.

"Jika saja itu soal keluhanmu di Rakuzan tak masalah kau berbicara padaku," ucap Akashi mendelik tajam pada orang yang lebih tinggi darinya. "Tapi jika hanya sekedar omong kosong. Lebih baik kau pergi sekarang."

"Oh iya. Soal takdir kejadian tak terduga tadi," Akashi menolah sekali lagi pada orang itu. "Aku akan menghadapinya. Apapun yang terjadi nanti."

Tepat setelah itu. Pangeran muda itu menghilang di antara gerembolan orang lalu lalang itu. Sedangkan orang tak waras itu merinding takut. Namun tak lama. Seringai misterius muncul di wajahnya. "Shin-chan benar! Orang itu memang keras kepala."




"Baiklah. Nasib kalian akan berubah setelah ini."

Terima kasih untuk adek terzheyenk Honda_Kiku32 yang udah memberikanku dukungan menistakan Akashi. Dukung terus kakakmu ini ye☻ *plakk

Mulai sekarang aku bakal fokus book ini, dan book sebelah bakal hiatus lama *abaikan

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top