- 𝕋𝕙𝕣𝕖𝕖

"Ngh"

Lengungah pelan terdengar dari sang pemuda pemilik surai coklat.

Manik tertutupnya terpejam kuat kala merasakan secercah sinar memaksa masuk hingga kedalam iris.

Dengan perlahan, dengan hati-hati, pemuda itu membuka manik kristal indah miliknya.

Nampak sorot silau seketika menerobos masuk kala hempitan bulu mata itu melebar dengan tempo yang cukup lambat.

"Ohayou Amane, bagaimana tidurmu?"

Suara yang tak asing kini menyambut telinga. Membuat sang pemuda mengernyit bingung lantaran ia merasakan suasana yang berbeda dari dimana ia berada sebelumnya.

Sekarang matanya terbuka. Mendapati ruangan serba putih yang ia tahu jelas ini dimana.

Hanya saja,

Ia tengah terbaring di atas tempat tidur yang begitu asing dan juga saat ini ia tengah memakai baju khas seorang pasien.

Perasaan tak enak seketika memenuhi hati.

Membuatnya menoleh kesamping, dimana seorang wanita dengan pakaian ala perawat tengah tersenyum manis kearahnya.

"Suster?"

Ucap lelaki itu dengan alis yang terangkat sebelah.

Wanita yang di panggil suster mengangguk lembut. Kemudian dengan perlahan membelai surai dark coklat milik sang pemuda.

"Ayo duduk, ini sudah waktunya untuk sarapan pagi"

Titahnya kemudian.

Pemuda itu diam. Alisnya tertekuk dalam.

Otaknya seketika berputar mencari jawaban dan alasan kenapa ia bisa berada di tempat ini.

Bukan kah ini tempat kembarannya?

Lalu kenapa bisa jadi dia yang terbaring disini?

Pemuda itu meringis pelan. Memegang kepala yang terasa sakit akibat otak itu terlalu dipaksa untuk berpikir keras.

Dibarengi dengan sekujur tubuh yang meremang kaku dan juga nyeri.

Membuat sang perawat seketika khawatir dan langsung gelagapan mencari alat-alat bantu untuk menstabilkan keadaan lelaki itu lagi.

"S-suster.."

Ia melirih. Menyita atensi sang wanita yang mana langsung mendekatinya dengan raut wajah cemas.

"Amane? Kau baik-baik saja kan?"

Amane?

Tunggu, Amane?

Tsukasa menatap heran kearah wanita didepan sana. Membuat otaknya seketika berkepikiran satu kemungkinan yang pasti.

Tubuhnya dengan Amane sekarang ini sedang tertukar.

Tak kunjung mendapat jawaban, membuat sang suster cemas dan dengan pelan menyentuh pundak ringkih pria itu.

"Ama—"

"Aku baik Suster. Sekarang, ayo kita sarapan."

Ucapan sang wanita disela dengan sebuah senyuman sebagai pengiring.

Membuat kekhawatiran sang Suster lenyap lalu kemudian berjalan ke arah meja nakas untuk mengambil semangkuk bubur yang sudah ia siapkan sebelumnya.

“”💫“”

Kini Tsukasa terbaring lemas diatas brankar rumah sakit.

Tubuhnya begitu ngilu dan nyeri setiap kali ia menggerakkannya kesana-sini.

Ia menatap kosong langit-langit putih ruangan kamarnya.

Ada perasaan aneh yang sedari tadi menjalar di dalam hati.

Otak itu begitu bingung, pusing, bahkan tak mengerti.

Terlebih lagi IQ pria itu tidak setinggi IQ sang Kakak.

Jadi, akan sulit baginya untuk mengerti atau memahami keadaan dan situasi semacam ini.

Maniknya ia coba pejamkan. Berusaha menahan sakit yang sedari tadi seolah berbondong-bondong untuk menghancurkan tubuhnya.

Kemudian, dengan sendirinya butiran bening berjatuhan dari ujung ekor mata.

Membuatnya terisak, lalu tersedu dalam diam.

"Ini kenapa,"

Suaranya yang lirih mengalun seiring tangisan itu mengalir.

"Aku tidak paham, Tsu tidak paham"

Perlahan, tangan tanpa infus itu ia angkat. Kemudian lengannya ia letakkan di atas mata seolah menutupi manik indah sayu miliknya.

"Apa benar tubuhku dengan Amane tertukar?"

"Apa benar?!"

"Tapi kenapa bisa?"

"Siapa yang melakukannya?!"

Ribuan kristal bening berjatuhan hingga membasahi bantal yang pria itu kenakan.

Bahkan hawa tubuhnya kini semakin memanas. Jantungnya terpompa dengan cepat.

Membuat satu tangan dengan infus meremas sprai ranjang dengan kuat.

Tsukasa menahan sakit. Pria itu menahan perih.

Merasa tak kuasa dengan tubuh yang begitu nyeri seiring dengan tangisnya yang menggema di dalam bilik pribadi.

Sesekali ia berteriak kencang. Mendatangkan satu dokter dan perawat setia dengan segala kekhawatiran mereka.

Seolah kesurupan, seolah lepas kendali, Tsukasa seperti digelapkan akan rasa sakit.

Begitu menjalar, begitu menyayat raga.

Sampai membuat kedua orang dewasa itu kualahan menahan seorang pasien setia.

"Amane, Amane! Kau kenapa?! Amane!!"

Teriak seorang pria berjas putih.

"Amane jangan banyak gerak! Lihat kondisimu!"

Pemuda itu tak mendengar. Ia terus membanting tubuh sana-sini sampai selang-selang infus yang mengikat tubuhnya lepas tak tersisa.

Berteriak kencang. Mengabaikan dua orang yang sedang kualahan.

Sampai ketika, sang perawat setia memilih untuk memeluk tubuh itu dalam dekapan. Mencoba menenangkan sang pemuda agar lepas dari tubuh yang kesakitan.

Meraung bahkan mencengkram baju sang perawat.

Tsukasa memang lepas kendali untuk saat ini.

Tapi itu tidak membuat hati sang wanita gentar. Ia terus menyalurkan kehangatan agar lelaki dalam dekapan segera tenang dan diam.

Dan ya,

Dia berhasil.

Wanita itu berhasil.

Kini setelah 20 menit lamanya berlalu.

Akhirnya Tsukasa diam.

Merasa lelah karena tubuhnya sudah bergerak melebihi batas yang ditentukan.

Membuatnya lemas dan meringsut kebawah tak berdaya.

“”💫“”

Sudah sejam lamanya semenjak Tsukasa mulai dapat di takhlukkan.

Sang perawat masih dengan setia menemani pria itu di dalam bilik. Sedangkan pria ber jas putih sudah lebih dulu keluar dengan alasan masih ada pasien lain yang harus ia sembuhkan.

Manik sembab miliknya masih terlihat begitu jelas. Wajah yang memerah dan ingus yang meluber kemana-mana membuat kondisi pria itu begitu memprihatinkan.

Membuat wanita disana merasa iba.

Di tepuklah pelan surai dark coklat kepunyaan Tsukasa. Sembari menatap sendu sembari itu pula ia berucap sesuatu.

"Amane yang sabar ya... Itu pasti sakit"

Tuturan lembut wanita disana dibalas anggukkan pelan dari Tsukasa.

"Kasian.. Mana masih muda"

Lagi, Tsukasa menimpali dengan anggukkan lagi.

Tiba-tiba sang perawat seperti mengingat sesuatu. Segeralah ia menanyakannya pada lelaki itu.

"Oh ya amane, kok tumben kembaranmu ga kesini?"

Mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir sang suster, Tsukasa langsung membelalakkan mata.

Terkesan aneh, tapi entah kenapa Tsukasa juga merasa heran dan juga penasaran soal ini.

"Tidak tau"

Hanya itu yang mampu pria itu jawab.

"Suster keluar saja. Tsuka—— m-maksudku Amane bisa sendiri disini"

Hampir saja keceplosan, batinnya.

"Eh? Yakin?"

"Yakin"

Sang suster kemudian tersenyum sipu sebelum kemudian menepuk pelan pucuk kepala Tsukasa dan berjalan pergi meninggalkan bilik.

"Istirahatlah dengan benar, oke?"

Dan pada akhirnya kini tinggalah Tsukasa seorang di dalam sana.

Dengan segala pemikiran dan dugaan-dugaan yang begitu tak masuk akal di otak.

"Amane..."

Racaunya dengan lirih.

"Lagi apa?"

"Bahagia ga?"

"Jadi ini ya,..."

"... Yang selama ini kamu rasain di dalam sini."



"Begitu menyakitkan."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top