25: Ragu

"Bisa jadi dia tante Nisa, ibunya Arsa," tanggap Lanang sembari merebahkan badan pada ranjang. Momen seperti ini yang selalu dinanti setiap harinya, yaitu beristirahat. Dulu meski tahu sulit untuk tidur, ia tetap sempatkan diri memejamkan mata atau hanya tiduran meluruskan badan. Bersyukur sekarang kehadiran Rindu merubah segalanya jadi lebih mudah.

Rindu masih duduk disebelah Lanang sembari menekuk—memeluk kedua kakinya. Ia sudah mengenakan baju santai untuk tidur setelah mandi. "Oh, pantes ... tengilnya kayak kenal. Ternyata tante Nisa tuh ibunya mas Arsa. Tapi bukannya musuhan sama mama? Ngapain ke rumah?"

Nisa Padnuni Lakeswara. Pemilik klinik kecantikan Padnuni Beauty yang sudah tersebar luas di 15 kota di Indonesia. Klinik miliknya berfokus pada contouring treatment yang sudah sangat terkenal dan terpercaya. Mulai dari kalangan influencer hingga artis, banyak yang mempercayakan perawatan mereka pada klinik kebanggan Nisa tersebut.

"Pastinya bukan ketemu mama. Mungkin sebagai perwakilan suaminya membahas soal pengunduran diri papa dari partai. Aku dengar sudah membuat surat juga, ngga nyangka dia bisa melepas jabatan itu." Pandangnya menatap langit-langit kamar. Meski tidak berekspresi, Lanang cukup penasaran dengan keputusan Gala yang menurutnya terlalu terburu-buru.

"Mas. Papa sayang sama kamu." Rindu menunduk memperhatikan Lanang. Mimik wajah pria itu tidak berubah, benar-benar pandai mengecoh.

Alih-alih merespon, Lanang memilih memiringkan badan kemudian tangan kekarnya bergerak memeluk perut Rindu. "Aku juga sayang kamu."

Rindu mencebik. Padahal hanya kalimat bercandaan, tetapi hatinya sempat berdesir. Benar-benar hatinya itu butuh wejangan agar tidak terlalu lembek. "Papamu, bukan aku." Ia meluruskan kakinya kemudian bersandar. Satu tangannya mengelus rahang Lanang dengan lembut, membuat pria itu memejamkan mata menikmati sentuhan.

"Kamu sudah jarang upload video ya?" Lanang memecah keheningan yang sempat hadir.

"Gimana mau upload lagi, setiap malam nemenin bayi gede. Ngga sempet bikin konten." Agak disayangkan, tetapi mau bagaimana lagi. "Mas Arsa follow akunku. Apa aku block aja ya dia?"

Lanang terkekeh pelan sekaligus senang. "Block atau kamu ngga perlu ngonten lagi kayaknya oke-oke saja. Ada aku yang bisa jamin kamu." Pria itu mengubah posisinya menjadi duduk menghadap Rindu. Dua pasang mata legam milik mereka pun saling bertukar sapa. "Dia follow sosmed-mu yang lain juga?"

Anggukan Rindu membuat darah dalam diri Lanang memanas. Memang, bila membahas Arsa apa pun itu akan mengubah suasana hatinya menjadi buruk. Kedua tangannya memegang pinggang ramping Rindu kemudian dalam satu tarikan ke bawah gadis itu sukses berubah posisi menjadi terlentang. Kuasa Lanang menumpu pada sisi kiri dan kanan tubuh Rindu sembari menunduk.

Tentu Rindu cukup terkejut sebab dalam sekejab pandangnya sudah berubah, memperhatikan Lanang dari bawah. Protesan selanjutnya tentang berhenti upload sampai terhenti di tenggorokan. Sorot mata tenang pria itu di dalamnya tampak setitik percikan api. Entah soal suatu emosi atau keinginan tertentu, yang pasti cukup berbahaya.

"Demi kebaikanmu, tolak semua request-an dia." Tubuh Lanang merendah, bibir keduanya menyatu tidak lama.

"Nggak salah tuh? Maksudnya demi menghilangkan rasa cemburu" Bibir Rindu kembali dibungkam oleh Lanang kemudian memagut pelan. Terasa tangan besar pria itu menggerayang turun dari perut yang masih tertutup kaus putih longgar, menelusup masuk ke dalam celana pendek yang Rindu kenakan.

Tidak ada penolakan dari Rindu, sambil memejamkan mata ia membalas lumatan panas yang hadir. Persetan dengan perubahan hormon yang menyebabkannya bergairah. Sentuhan jemari Lanang terhadap titik sensitif di bawah perutnya membuat ia sedikit terlonjak sembari mengatupkan kedua paha. Tekanan serta usapan jari tengah Lanang terhadap tonjolan kecil milik Rindu pada balik dalaman membuat gadis itu bergerak gelisah.

"Mas ...." Disela cumbuan Rindu menatap sayu Lanang, tangannya menahan gerakan pria itu agar tidak bergerak lebih jauh. Tidak bisa, mereka harus resmi menjadi suami istri, baru Rindu akan tenang menyerahkan seluruhnya.

Akal sehat Lanang berbisik pelan, bersamaan dengan suara lirih Rindu sebagai peringatan. Pria itu langsung tersadar sembari menarik kuasanya. "Maaf, kelepasan." Tangannya beralih menangkup wajah Rindu kemudian meletakkan kepala tepat di samping tendas gadis itu. "Aku sedikit terpancing karena Arsa selalu jadi orang pertama yang bertemu kamu duluan."

"Kamu sensitif banget kalau bahas dia."

Selama ini Arsa selalu merebut suatu hal dari Lanang. Mulai dari kepercayaan Gala, Dira, mungkin nanti jabatannya kemudian juga Rindu. Bagaimana ia bisa tenang bila mendengar nama pria itu disebut. "Dia pernah kamu tolong sebelum aku, lalu hari ini jadi orang pertama yang melihat kecantikan kamu juga. Dua kosong."

Bibir Rindu berkedut menahan senyum. Penuturan Lanang barusan terdengar kekanakan, apakah ia sedang merajuk? Sikap itu cukup menghibur. Kepala Rindu menoleh ke samping, mendapati Lanang yang tengah memperhatikan tanpa ucap kata. "Dua sepuluh, tau. Aku benci bilang ini tapi mas Arsa tetap ketinggalan satu hal dari kamu."

"Apa?"

"Tubuhku. Tanpa baju." Seharusnya sudah sangat jalas untuk Lanang terima maksud perkataan Rindu barusan. Ia lantas bergerak memunggungi Lanang dengan daun telinga yang memerah lucu.

***

"Ayara. Jangan makan merek yang itu. Kamu tambah memperkaya mereka, nak. Buang semuanya, beli yang lain." Burhan—ayahnya Rindu—mengingatkan anak gadisnya agar setelah ini tidak lagi membeli makanan ringan buatan PT. Lakengspangan Jaya Abadi. Jenis apa pun itu.

Rindu kecil menelengkan kepala. Tidak tahu beberapa kata yang terucap dari bibir ayahnya tetapi ia paham jika Burhan sedang marah. Mata besarnya hanya berkedip tanpa protes saat semua camilannya disahut paksa kemudian dibuang oleh Burhan ke tempat sampah. Padahal chiki merek itu sangatlah enak, kalau beli yang lainnya ia tidak suka.

"Ingat selalu pesan Papa." Sosok Burhan perlahan mulai memudar. Bayangan itu yang membuat dada Rindu seketika berat dan sesak. "Papa pergi dulu."

"Papa mau ke mana? Papa!"

"Papa!" Kedua mata Rindu terbelalak lebar sembari membungkam mulut dengan kedua tangan. Cairan bening dari matanya berhasil lolos, isak tangis pun coba ia redam. Kepalanya terasa pusing akibat mimpi barusan hingga tangan Lanang dengan lembut menarik kuasa Rindu ke bawah.

"Mau minum dulu?" Alih-alih mengagihkan ekspresi khawatir, Lanang memilih tersenyum teduh. Ia duduk di samping Rindu seraya meraih segelas air putih di atas nakas.

Rindu yang masih terisak memperhatikan sikap tenang Lanang, alhasil menularkan aura itu kepadanya. Perlahan seraya mengatur napas, ia kembali bernapas teratur. "Ng-Nggak perlu." Gadis itu memilih turun dari ranjang, menuju kamar mandi berniat mencuci muka. Ternyata ia tidak sendiri, Lanang tetap mengikuti Rindu dari belakang.

"Minum dulu, Rindu." Lanang berdiri tegap di sebalah Rindu, memperhatikan serius rupa gadis yang telah basah dengan air. Ketika gelas itu diterima dengan ragu, Lanang dengan santai mengambil handuk kecil bersih untuk menyeka wajah Rindu. "Mau sarapan apa? Aku cuma bisa bikin roti bakar."

Tegukan terakhir hingga gelas kosong, Rindu menaruh benda kaca itu di dekat wastafel kemudian membalas tatapan Lanang yang sedari tadi berpusat padanya. "Kamu terlalu mendalami peran, Mas. Aku nggak butuh kebaikanmu, cukup jadi suami sah dan transfer uang yang banyak ke rekeningku."

Lanang menerka jika mimpi buruk yang dialami Rindu adalah pemicu sikapnya jadi seperti itu. Mendadak dingin dengan ketegasan memancar dari sorot matanya yang tak ramah. Sedikit, tidak dipungkiri hatinya tersentil perih.

"Pernikahan nanti tetap tanpa rasa?" Lanang sedikit menelengkan kepala.

"Bukannya dari awal memang gitu? Makanya aku tertarik buat nikah sama kamu," tegas Rindu sembari mengepalkan tangannya.

"Nanti. Seperti ucapanmu kalau kita sudah sah menjadi suami istri, baru aku akan transfer sebanyak-banyaknya. Sepuasmu silakan ambil semua. Tapi nanti, ya." Dengan pelan Lanang menanggapi kalimat Rindu yang ia anggap sebagai racauan. Kecupan singkat pada pipi gadis itu menjadi penutup sebelum mereka saling bersitatap dalam diam.

Lanang harus lebih bersabar. Kamu terlalu bersemangat Rindu Sediakalabukan, Ayara Ndari Wibisono.

***

Pojok Author 🍯:

Halooo Honey. Makasih sudah mengikuti Sweetest Revenge sampai bab ini <3 update selanjutnya di wattpad setiap dua minggu sekali yaaa.

Yang mau baca lebih cepat bisa langsung ke Karyakarsa (link di bio), di sana update setiap hari atau dua hari sekali.

Have a nice day!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top