7. Shopping

The Sweetest Daddy

Shopping

[]

Barata terlalu memberikan ruang pada Agni. Itu benar. Dia sangat menyadari bahwa apa yang diminta oleh Agni seharusnya dia hindari. Kontak fisik memang Barata sukai, tapi komunikasi yang dibangun seperti ini akan membawa skenario lain untuknya dan Agni. Harusnya, mereka bersikap profesional saja. Jangan ada hal semacam ini. Karena tujuan Barata mencari perempuan sewaan supaya dia bisa memuaskan hasrat seksual saja.

Bukankah bisa saja Barata bersikap jahat dengan mendatangi Agni saat butuh dan pergi setelah puas? Itu yang harusnya dia lakukan pada perempuan manapun, termasuk Agniya.

"Tuan akan pergi?" tanya Karta.

Karta adalah orang kepercayaannya yang sudah dia ganggu jadwal liburnya karena keberadaan Agni. Biasanya Karta libur ketika Barata sibuk menginap di vila tersebut. Namun, sekarang tidak lagi.

"Ya."

"Ke mana, Tuan?"

"Mall."

Karta menaikkan kedua alisnya tak paham. "Bukankah saya sudah membelikan semua kebutuhan perempuan itu, Tuan? Apa masih ada yang harus dicari?"

"Dia meminta ponsel," jawab Barata enteng.

Karta terlihat keberatan dengan ucapan Barata. "Saya bisa carikan untuk Anda, Tuan. Tidak perlu terlihat berinteraksi dengan perempuan itu di ruang publik. Itu bisa berbahaya bagi nama baik Anda."

Ditatapnya Karta sejenak. Karta tidak salah, tapi Barata merasa bahwa orangnya itu terlalu ikut campur dengan keputusan yang dibuat.

"Apa ada masalah yang belum kamu laporkan kepada saya, Karta?"

Karta menjawab tanpa ragu. "Saya selalu memastikan tidak ada kabar yang tertinggal untuk Anda, Tuan."

"Ayah saya?"

"Sejauh ini beliau tidak ingin ikut campur dengan urusan pribadi Anda, Tuan." Jawaban Karta membuat Barata mengangguk.

"Khrisnan dan Trisha?" Barata menanyakan dua orang berpengaruh bagi hidupnya.

"Mereka juga tidak menanyakan apa pun kepada saya mengenai Anda, Tuan. Semuanya aman. Tidak ada orang suruhan siapa pun yang terdeteksi di lingkaran Anda, Tuan."

Barata semakin mengangguk tenang. "Kalau begitu saya nggak perlu memutuskan untuk mengurung Agniya selamanya. Kami bisa keluar sebentar, hanya mencarikannya ponsel yang sesuai seleranya."

Karta tetap bawahan. Uang Barata mengalir untuknya. Jadi, Karta hanya bisa mengangguk paham. "Saya hanya mengingatkan Anda, Tuan. Jangan sampai kita kecolongan."

Barata mengibaskan tangannya. Melihat Agniya yang berjalan dari dalam rumah. Gadis itu mengenakan dress sopan yang manis, berwarna mustard dengan flat shoes sebagai alas kakinya. Tak lupa rambut Agni yang dikepang longgar dengan aksen rambut terlepas menambah kesan manis pada aura perempuan Barata itu.

Karta sontak memundurkan diri, memberi jalan luas bagi Agni untuk menyapa Barata. Meski Agni menundukkan kepala sebagai bentuk sopan santun pada Karta, pria itu hanya menarik sebelah sudut bibir saja.

"Sudah siap?" tanya Barata tanpa mengalihkan tatapan dari Agni.

"Sudah!" Anggukan antusias Agni membuat Barata ingin sekali memberikan kecupan dalam di bibir Agni yang terpoles samar pewarna bibir. Warna brick yang masuk sekali seperti skin tone gadis itu yang tidak putih dan juga tidak gelap.

Karta membiarkan Barata masuk ke dalam mobil di kursi belakang bersama simpanannya. Dia masuk dibalik kemudi untuk membiarkan mereka memiliki waktu berdua.

Mengingatkan pria yang sedang antusias memiliki mainan baru hanya akan berakhir diabaikan, Karta hanya perlu menunggu kapan  Barata akan bosan dan meninggalkan gadis muda itu. Sebab dari yang sudah-sudah, Barata tidak melupakan cintanya untuk Trisha.

*

Pusat perbelanjaan di kota adalah mall yang tidak lebih besar dari kota Jakarta. Barata tidak takut jika memang mereka harus berkeliling di sana, sebab daerah yang didatanginya setiap dua atau tiga bulan sekali itu tidak menarik bagi orang-orang rumahnya. Memanjakan Agni yang terlihat terpukau dengan mall kecil di sana memang menyenangkan.

Barata belum pernah melihat wajah senang semacam itu. Meski terkesan norak, tapi Barata suka mendapati kebahagiaan Agni yang tak meremehkan meski hanya berjalan-jalan di mall.

"Kamu suka bisa melihat semua ini?" Barata menggenggam tangan Agni dan berbisik di telinga perempuannya.

"Suka, Om! Makasih udah bawa aku ke sini."

Hanya membawa ke mall saja ucapan terima kasih Agni berjajar seperti pohon di daerah puncak. Bagaimana bila Barata membelikan mall itu untuk Agni?

"Aku lupa, Om." Tiba-tiba Agni berhenti.

"Kenapa? Apa yang kamu lupakan?"

"Kita seharusnya langsung ke toko HP. Nggak usah jalan-jalan begini. Lagian sopirnya Om tadi nungguin di luar, kasihan kalo nungguin kita yang lama."

Agniya terlalu mempedulikan Karta, padahal pria itu tidak peduli pada Agni dan menganggap gadis itu sama murahannya seperti perempuan lainnya yang Barata sewa. Tatapan Karta benar-benar tak sopan kepada Agni sejak di rumah tadi. Karta sepertinya mengira Agni tidak memiliki keistimewaan apa-apa selain hobi menghabiskan uang Barata.

"Nggak usah kamu pikirkan Karta. Dia memang saya gaji untuk itu. Kamu bisa melakukan apa yang kamu mau."

Agni mencari-cari papan lokasi yang biasanya menunjukkan area mana yang ingin dikunjungi.

"Kalo gitu kita langsung cari HP, Om."

"Nggak perlu buru-buru, kamu bisa—"

"Ke tempat HP."

Barata mendesah kesal karena ucapannya kembali disela Agni. Bodohnya dia tidak berniat membantah gadis itu. Mengapa Barata selemah ini menghadapi gadis tanpa pengalaman ini?

"Oke. Kita lakukan sesuai apa yang kamu mau."

Agni melebarkan senyuman, mengeratkan genggaman tangan Barata untuknya yang seolah takut Agniya tersasar di sana.

*

Agni mendapatkan ponsel keluaran terbaru dengan harga selangit. Barata bahkan tidak menggunakan uang yang ada di amplop, tapi menggunakan kartu kreditnya. Alasan pria itu mudah saja ketika Agni bertanya kenapa, "Lebih banyak potongannya. Harganya lebih murah pakai kartu kredit."

Meski tak percaya, Agni memilih diam dan berterima kasih banyak pada pria itu karena membelikannya ponsel mahal. Bermimpi memiliki ponsel abal-abal yang harganya delapan ratusan ribu saja Agni tak bisa. Dia selalu meminjam milik Yani karena bibinya tak pernah mau memberikannya uang.

"Sini dulu." Barata membawa Agniya untuk memasuki toko sepatu wanita.

Bukan sepatu olahraga, tapi heels yang memiliki banyak model dan ketinggian berbeda.

"Om, ngapain kita ke sini?"

"Ukuran kakimu berapa?"

"39, Om. Tapi buat apa?"

Barata tidak menjawab pertanyaan Agni, dia justru sibuk berbicara pada pelayan yang mengenakan seragam rapi. Agni benar-benar tidak mengerti, yang jelas dia mendapati si pelayan datang dengan beberapa model high heels cantik.

"Silakan dicoba, Mbak."

Agni menatap Barata yang justru menggerakan kepalanya supaya gadis itu menuruti ucapan si pelayan.

Beberapa kali Agni mencoba dan akhirnya Barata bertanya, "Yang mana yang kamu suka?"

Bingung. Agni tidak tahu harus memilih yang mana.

"Aku ... suka warna hitam dan hijau tua ini, Om. Tapi ambil yang hijau aja, deh." Barata mengangguk.

"Tolong tiga warna ini, ya, Mbak. Hitam, hijau, dan merah."

Agni mendongak dari tempatnya duduk untuk mencoba. "Tiga? Buat apa, Om?"

Barata mengusap kepala Agni pelan tanpa menjawab lagi. Setelah mereka keluar dari toko dan berjalan bersama, barulah Barata menjelaskan alasannya membelikan Agni ketiga heels.

"Kamu tahu untuk apa saya belikan sepatu untukmu?"

Agniya menggeleng. "Nggak, Om."

Barata membisikkan jawabannya dan seketika membuat Agni merona.

"Untuk kamu gunakan saat kita melakukannya. Kamu lihat perempuan di video yang pakai sepatu berwarna merah, kan? Saya mau mencobanya dengan kamu."

[Ho, ho, ho! Siap-siap, yes. Sudah disebutin, tuh, nama-nama calonnya. Calon penyumbang konflik keributan🤭]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top