17. Tangis
The Sweetest Daddy
Tangis
[]
Harusnya ini menjadi jumpa perpisahan mereka. Jumpa yang harus dipisahkan lagi dengan jarak yang diciptakan sendiri. Jika saja Barata mau untuk mengambil risiko besar guna membawa Agni ke Jakarta, maka mereka tidak akan heboh dengan salam perpisahan semacam ini.
Iya, sangat heboh karena kali ini Agni tidak sanggup berpisah begitu saja dari Barata. Uring-uringan, tak mau makan, sulit dibujuk, menangis. Semua itu membuat Barata tak bisa pergi begitu saja dengan melihat wajah sedih Agniya.
"Tuan, kita harus berangkat. Semakin malam akan semakin—"
"Bisa kamu diam, Karta!? Bukan jatahnya kamu untuk bicara!"
Barata tidak suka situasi yang membuat kepalanya pening. Segala keributan ini memang ulah Agniya, tapi entah bagaimana Barata tidak bisa menyalahkan perempuan itu. Jika Karta sudah tidak sabaran, maka Barata akan memutuskan.
"Kamu pulang lebih dulu, Karta."
Menatap bosnya dengan bingung, Karta tidak mengerti apa lagi yang akan dilakukan Barata kali ini.
"Tuan? Saya sudah bekerja bersama Anda selama—"
"Pulang duluan atau mulai hari ini kamu tidak akan bekerja bersama saya lagi!?" Bentakan itu akhirnya mampu untuk menutup mulut Karta. Baru kali ini juga Barata menjadi sangat keras untuk membantah Karta yang selalu mengingatkan jadwalnya sesuai rencana.
"Baik, Tuan. Saya akan kembali ke Jakarta lebih dulu. Tapi bagaimana dengan Anda nantinya?"
"Saya akan mengendarainya sendiri. Jangan cemaskan saya, kamu kembali ke Jakarta dan jangan membuka mulut mengenai apa pun yang terjadi di sini."
Barata memang sudah dipengaruhi oleh keberadaan Agni. Pikiran pria itu tidak lagi berada di fase awal, dimana hanya Khris yang menjadi prioritasnya. Bahkan pekerjaan pria itu saja sudah dikalahkan dengan kehadiran Agni. Hal ini akan benar-benar berbahaya bagi keluarga Barata jika diteruskan.
"Tuan, saya hanya ingin mengingatkan. Hubungan ini bukan selamanya, Tuan. Jadi, lebih baik untuk segera mengakhirinya sebelum masalah datang dan membuat Anda sekeluarga tidak lagi tenang hidup bersama."
Barata tahu itu. Hatinya sudah terusik menginginkan Agni untuk menjadi bagian hidupnya. Sungguh Barata sedang dilema, haruskah dia mempertahankan Agni atau keluarganya sendiri?
Sepeninggalnya Karta dari ruangannya, Barata terduduk dengan mengusap wajah frustrasi. Agniya akan menimbulkan masalah, bagi Barata itu tidak menghalanginya sama sekali. Yang bermasalah adalah orang-orang di sekitar Barata yang menuntut kesempurnaan darinya.
Berulang kali dipikirkan, Barata tetap menginginkan Agni untuk bertahan disisinya. Mereka sudah seperti terikat satu sama lain, dan Barata enggan untuk mundur, dia akan terus memperjuangkan Agni jika bisa ... hidup bersama selamanya.
"Ya, bertahanlah Barata. Kejar kebahagiaan untuk diri sendiri bukan hal berdosa. Agni adalah salah satu cara untuk bahagia, Bar!"
Semoga ucapan itu bisa dilakukannya dengan baik. Bertahan untuk Agni.
*
Agniya tidak bermaksud untuk menahan Barata untuknya sendiri. Dia hanya tidak bisa mengendalikan diri untuk merasa kesal dan tidak siap merasa sepi. Namun, bagi orang yang melihatnya pasti berpikir bahwa Agni ingin menjadi penghalang bagi Barata. Pemikiran itu juga yang membuatnya semakin sedih. Sungguh Agni tak ingin menjadi penghalang bagi pria yang disayanginya. Agni ingin menjadi pendukung utama kesuksesan Barata.
Namun, menjadi pendukung saja tampaknya sulit dilakukan karena Agni bukan penonton terdepan bagi pria itu. Kepulangan Barata ke Jakarta menjadi tanda bahwa ada pendukung utama dalam hidup pria itu. Anak dan istrinya.
"Sampai kapan kamu di dalam kamar mengurung diri terus?"
Terkejut. Agni tidak tahu jika Barata masih berada di sana. Sudah menunda sehari kepulangan, sekarang pria itu juga akan menundanya?
"Om? Kok, masih di sini?"
Barata mengambil tempat di ranjang perempuan itu. Dia mencari cara untuk lebih bisa tenang menyampaikan apa yang ada di pikirannya.
"Kamu takut sesuatu, Agni?"
Mata mereka tidak akan bisa berbohong, bahwa memang iya ada sesuatu yang ditakuti. Bukan hanya Agni, bahkan diri Barata sendiri juga mengalami ketakutan yang sama. Mengapa perlu ditanyakan jika memang mereka sudah sama-sama saling tahu?
"Nggak, kok. Aku cuma lagi cengeng aja, Om."
Barata menatap Agni dengan ekspresi yang tidak terbaca. Antara sedih, maklum, dan kesal.
"Om, aku serius. Aku nggak apa-apa. Cuma lagi cengeng aja. Aku nggak mau jadi penghalang buat Om—"
Menghentikan ocehan itu dengan ciuman, Barata mendapatkan ide untuk keluar dari kamar dan membawa Agni untuk berjalan-jalan menghirup udara sejenak berdua. Soal pulang ke Jakarta, itu bisa Barata urus. Yang terpenting Agni bisa mendapatkan pemikiran baru yang tidak membuat gadis itu murung.
"Ganti baju, Agni. Kita keluar," ucap Barata setelah melepaskan tautan bibir mereka dan mengusapi pipi Agni.
"Ke mana, Om?"
"Ikut saja. Kita jalan-jalan supaya kamu nggak di rumah terus."
*
B
erjalan-jalan tanpa tahu kemana tujuan mereka dilakukan oleh Barata dan Agniya. Dimana Agniya hanya menuruti saja kemana Barata membawanya.
"Kamu mau makan sesuatu?" tanya Barata.
"Mau jus jambu, Om."
Jika biasanya perempuan akan mengatakan tidak atau terserah, maka Agni menjawab langsung apa yang diinginkan.
"Oke. Kita cari jus jambu."
Membawa dirinya untuk membelikan jus jambu sesuai yang Agni mau, Barata bahkan membeli ketoprak untuk mereka makan di dalam mobil. Mood Agni berubah lebih baik dengan makanan.
Tak tahu harus kemana lagi, Barata membawa mobilnya untuk parkir di tempat sepi. Diam adalah yang dilakukan keduanya.
Setelah itu, Barata mengatakan sesuatu pada Agni. "Saya janji nggak akan meninggalkan kamu jika itu yang kamu takutkan, Agni."
Ada helaan napas yang keluar dari mulut gadis itu. Terdengar lelah sekali. "Kalo ternyata nanti Om bosen sama aku gimana?"
"Apa kamu sudah bosan menjalaninya dengan saya? Kenapa kamu membahas hal yang bahkan belum terjadi?"
"Aku cuma berpikir ke depan, Om. Aku nggak tahu harus apa kalo aku nggak bersama Om!"
"Saya bisa menjamin hidup kamu meskipun saya bosan. Kecuali ... kamu mendapatkan pasangan serius sampai menikah."
Mereka seperti pasangan yang sedang bertengkar di pinggir jalan. Seakan hubungan mereka ada diujung tanduk. Padahal, hubungan jenis apa statusnya saja tidak jelas.
Ketika keheningan menyapa kembali, Agni dan Barata saling bertatapan. Mereka memiliki banyak waktu untuk saling memandang sebelum waktu yang akan dihabiskan oleh Barata kembali ke rutinitasnya.
"Om, maafin aku karena sangat kekanakan."
Barata mengangguk. Dia berdiam diri hingga Agni lebih dulu memajukan tubuhnya untuk mencium bibir Barata.
Sikap berani itu tidak dibiarkan Barata begitu saja. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membuat momen bercinta di dalam mobil. Car sex sepertinya bisa dilakukan sebelum dirinya stres dalam pekerjaan lagi.
"Saya maafkan kamu dan mari bercinta di sini, Sayang."
Sangat seksi. Barata dengan ajakan bercintanya memang seksi.
[ Siap-siap, ya. Bab 18. Eh, sebelum itu, satu special chapter car sex akan muncul lebih dulu sebelum bab 18 yang ... gitulah.😔]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top