16. Mencoba

The Sweetest Daddy

Mencoba

[]

Agniya sudah tertidur lelap karena kelelahan. Barata bahkan harus menggendongnya dari sofa menuju kamar karena perempuan itu tidak sanggup membawa diri sendiri untuk pergi ke tempat tidur. Sudah tidak bisa diganggu, Barata membersihkan tubuh Agni pelan sebelum membersihkan dirinya sendiri. Menggantikan pakaian perempuannya dan meringkus barang bukti percintaan mereka dari karpet dan sedikit sibuk karena noda putih di sofa menjadi PR bagi Barata, walau nantinya dia akan tetap meminta asisten rumah membersihkannya hingga kembali mulus, setidaknya jangan terlalu mencolok bahwa dia menggunakannya untuk hal seronoh.

Perutnya meronta, meminta mendapatkan jatah makan. Setelah bercinta yang tersisa memang hanya lelah dan lapar. Menatap wajah Agni yang pulas, Barata mengecup singkat kening perempuannya dan menuju meja makan.

Di sana masih tertata rapi masakan buatan Agni tadi. Meski mengejutkan, tapi Barata akan mencobanya. Dia tak ingin Agniya menilainya sombong karena tak mau mencoba sedikit saja masakan buatannya. Toh, Barata bisa membuangnya jika memang benar-benar tak suka.

Menguatkan diri, Barata mengisi piringnya dengan kuah sayur asam dan ayam goreng. Mengambil sambal dengan sangat sedikit karena takut cabai bisa melukai lambungnya. Dia mulai bingung harus memulai dari mana? Bagaimana cara makannya yang benar?

Akhirnya dia mencoba mengambil sebagian nasi untuk dicampur bersama kuah dan sambal. Disendoklah sesuap nasi yang sudah dicampur dengan sedikit menutup mata. Ajaibnya, Barata tidak keberatan sama sekali dengan perpaduan rasa manis, asam, gurih, dan pedas yang bersamaan.

Seperti lupa dengan kebiasaannya yang telah lalu. Barata menambah porsi makan tanpa peduli bahwa hari sudah menjelang malam. Padahal dia anti makan di atas jam enam malam. Hebat sekali pengaruh Agniya yang membuatnya mau mencicip makanan spesial itu hingga menambah porsi hingga tiga kali. Sayur dalam mangkuk sudah berkurang sangat banyak, sambal juga sudah membuat bibir Barata menjadi bengkak karena pedas. Sudah berapa kali dia minum? Tidak tahu. Yang jelas Barata suka dengan cita rasa masakan buatan Agni.

"Om??"

Barata yang sedang mengunyah perkedel kentang itu menoleh. Agni dengan wajah sedikit mengantuk melihatnya dengan bingung.

"Om ngapain?" tanya Agni.

"Makan, Sayang."

Dengan sensasi pedas yang belum hilang sepenuhnya, Barata kembali menuangkan air putih.

"Ya ampun, Om! Kenapa dimakan? Nanti kalo sakit perut gimana?" Paniknya Agni membuat Barata bingung sendiri.

"Kenapa harus sakit perut, Agni? Ini ternyata enak, kok. Saya nggak nyangka bisa nambah sampai tiga kali."

Agni menatap pria itu. Dia kembali menitikkan airmata. "Kenapa harus dipaksain, Om? Kalo nggak suka, jangan dimakan!" Setengah nada kesal Agni layangkan pada pria itu.

"Saya suka. Serius. Ini enak, Agni. Saya akan minta kamu buatkan masakan lagi besok. Apa pun masakan rumahan yang kamu buat saya akan makan."

Agni mencoba menghentikan tangisannya sendiri. "Beneran Om suka? Aku nggak mau malah jadi penyebab sakitnya Om."

Menarik pelan lengan perempuannya, Barata membawanya di pangkuan. Dia mengusap airmata Agni dan mencium pipinya. "Sudah jangan menangis terus. Wajah kamu bisa bengkak kalau hobi menangis begini. Kenapa kamu menjadi sangat sensitif hanya karena makanan, hm?"

Agni menggelengkan kepala. Dia juga tidak tahu. Atau lebih tepatnya tidak mau tahu supaya siapa pun tidak tahu. Lebih baik begini, menjalani hari-hari seperti biasa dan tidak ada konflik yang terjadi karena ketidaktahuan mereka.

"Ayo tidur, Om! Aku nggak bisa tidur sendirian. Aku cariin Om, ternyata makan di sini. Aku kira Om ninggalin aku."

Barata menyunggingkan senyumannya. "Kenapa kamu bisa mengira saya meninggalkan kamu?"

"Nggak tahu. Aku sering mimpi Om ninggalin aku."

Pengakuan itu membuat Barata menegang. Apa itu sebuah firasat? Atau ketakutan Agni saja? Atau sekadar bunga tidur?

Sialan. Itu membuat beban pikiran Barata akan Agni bertambah. Dia juga tak siap berpisah. Bagaimana jika itu terjadi?

"Jangan bicara yang aneh-aneh. Saya akan temani kamu tidur. Ayo, kita ke kamar. Biar ini diurus Wati besok."

Sejujurnya Barata sedang ketakutan dengan kata perpisahan.

*

Mengganggu Barata yang sedang dalam mode bekerja melalui sambungan personal computer nya adalah hal baru sekaligus menyenangkan bagi Agni.

Sedari tadi, tanpa diketahui oleh lawan bicara Barata, tangan Agni mengusap paha bagian dalam sang pria. Meski awalnya Barata membiarkan hal itu, lama-lama si pria juga tidak tahan godaan.

"Ya, kalau begitu cukup sampai di sini keputusannya. Tolong diubah desainnya lagi supaya lebih tahan dengan banjir. Saya mau proyeknya bisa segera selesai dan perusahaan kita dapat 'ikan besar'."

Rapat itu disudahi. Barata yang menatap Agni dengan tatapan akan memakannya menahan diri lebih dulu. Ini ruang kerja dadakannya. Jadi, dia harus menyerahkan kunci-kunci terpenting pada Karta lebih dulu.

"Tetap di situ, jangan berani pindah tempat satu inci pun. Saya nggak mau kamu seenaknya menjahili saya lagi. Kamu akan dapat hukuman."

Agni mengulum senyumannya. Dia akan dengan senang hati mendapatkan hukumannya segera. Memangnya Barata akan berhasil membuatnya kapok dengan cara nikmat? Tidak. Yang ada malah Agni akan lebih sering mencari kesempatan untuk menggoyahkan Barata dari mode serius.

"Karta!"

Asisten pria itu membuka pintu tanpa melebarkan celahnya. Barata menyerahkan laptop dan hardisk yang berisi banyak materi di dalamnya untuk Karta simpan.

"Jangan sampai kamu ganggu saya sebelum saya memanggil kamu setelah ini. Paham?"

Karta mengangguk. "Paham, Tuan." Diliriknya singkat keberadaan Agni yang tidak pernah lepas dari Barata selama di vila. Ini sudah melebihi satu hari dari jadwal berlibur Barata. Perempuan seperti Agni memang patut dimusuhi oleh Karta, karena membuat pekerjaan bosnya mangkrak di tengah jalan.

Begitu mengunci pintu dan mendapati wajah polos Agni, pria itu langsung mengangkat tubuh Agni hingga sekarang berada di pangkuannya. Gerakan tangan Barata yang cepat dan tanpa aba-aba menelanjangi Agni memang cukup mengejutkan. Sengaja hanya menyisakan celana dalam untuk perempuan itu pakai.

"Kamu sangat nakal, Agni. Jadi kamu harus mendapatkan hukuman."

Agni mencium bibir Barata sebentar, bertanya setelahnya. "Apa hukuman aku kali ini, Om?"

Barata meremas kedua bongkahan belakang Agni dengan gemas. "Kamu sudah makin pandai meminta hukuman, hm."

Dijilatnya leher perempuan itu dan memberikan bekas hisapan kuat di sana. Lalu bibir Barata mengarah ke telinga perempuannya. "Hukuman kamu kali ini adalah berada di posisi atas tanpa berganti. Saya mau kamu yang memuaskan dirimu dan diri saya dengan posisi di atas." Ditamparnya sebelah bokong Agni. "Supaya kamu tahu betapa lelahnya berada di atas, Sayang."

Agni menurutinya. Mengikuti permainan yang Barata inginkan. Mereka benar-benar kecanduan satu sama lain. Jika begini, bagaimana cara memisahkan pasangan yang sepertinya tak mau melepaskan jika tidak dipaksa?

Sungguh perjalanan cinta yang miris akan keduanya alami.


[ Siap-siap, yuk! Sebelum banjir airmata Agni menerjang.]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top