12. Black
The Sweetest Daddy
Black
[]
Agniya merasa sepi begitu Barata tidak hadir di dekatnya. Rumah itu adalah milik si pria, tapi Agni tak bisa bersikap menguasai layaknya perempuan tak tahu diri. Dia risih jika harus melamun dan menghabiskan waktu sendiri di sana. Bagaimana dia bisa memulai kehidupan seorang simpanan dengan benar jika beginilah yang dirasakannya. Menjadi simpanan tak semudah dan senyaman yang ada dalam berita. Kehidupan yang asalnya dengan menjadi benalu tidak mengenakkan sama sekali.
Walaupun tidak mengenakkan, tetap tidak seburuk tinggal bersama bibinya yang jahanam itu. Ya, bibinya. Bagaimana kabar wanita iblis itu, ya? Apa hidupnya baik-baik saja setelah berhari-hari Agni tidak pulang?
Siapa kamu, Ni? Pulang? Memangnya itu rumahmu?
Tidak memiliki orangtua memang tidak menyenangkan. Bahkan rumah peninggalan juga tak ada. Dijual, kata tersebut membuat Agni lontang lantung dengan takdir kehidupannya. Jika kemarin Barata tidak berubah pikiran untuk menampungnya, entah sekarang Agni menjalani hal gila apa lagi. Yang jelas dia harus bersyukur mendapatkan semua kemudahan ini dari Barata.
Bicara mengenai Barata, kenapa pria itu belum menghubunginya juga hingga kini? Apa Barata sudah bosan pada Agni? Atau sesuatu terjadi di rumah pria itu? Istrinya tahu mengenai keberadaan Agni? Atau ada masalah apa?
"Arghhh! Aku butuh jawaban!" seru Agni sembari beranjak dari ranjang.
Semakin merasa asing dan sendirian, semakin Agni memikirkan dorongan-dorongan untuk melakukan banyak hal. Khususnya hal yang bisa menarik perhatian Barata yang entah mengalami hal apa di sana.
Namun, Agni kembali mengingatkan diri. Dia hanya 'simpanan' yang diurus oleh Barata untuk keamanan ekonomi saja. Pria itu tidak menggunakan perasaan, dan Agni sudah diperingatkan mengenai hal ini. Rasanya memang sakit sekali mendengar penolakan Barata mengenai perasaan Agniya sendiri. Tapi memang beginilah kehidupan para simpanan yang mengincar uang saja, kan? Tidak ada perhatian yang benar-benar diberikan selain uang, uang, dan uang.
Agni mendesah putus asa. "Ya, begini saja cukup, Ni. Jangan minta lebih!" gumamnya sendiri.
Meminta lebih hanya akan membuatnya menjadi kebiasaan bergantung sepenuhnya pada Barata, sedangkan Agni tidak pernah tahu kapan Barata akan merasa bosan dengan hubungan saling menguntungkan ini. Entah kapan mereka harus usai.
"Non," panggil pembantu baru yang sudah Barata izinkan masuk ke kediaman itu. "Kenapa berdiri di depan pintu, Non?"
Agni juga tak tahu mengapa dia malah berada di sana. Seingatnya, dia hanya beranjak dari kasur mahal milik Barata dan menggumam dengan pikiran kemana-mana. Sisanya, Agni sungguh tak menyadari kapan kakinya mengajak rekreasi hingga dilihat pembantu Barata tersebut.
Ah, iya. Namanya Wati, pembantu yang siap sedia di vila dan memiliki ruangannya sendiri adalah Wati. Usianya tampaknya perantaran bibi Agni. Makanya dia tak mau memanggil nama saja dan menggunakan panggilan bude Wati, membedakan bibinya Agni yang dipanggil bulek.
"Bude dari tadi di sini?" tanya Agni.
"Nggak, Non. Saya dari kamar sebelah. Nyuci kamar mandi."
Agni saja memang yang bodoh. Untuk apa dia mengeluh dengan berdiri di depan pintu kamar?
"Bude tadi dengar apa yang aku omongin?"
Wati menggeleng pelan. "Memangnya, Non ngomong apa? Tadi saya lihat yang Non lakuin cuma geleng kepala kenceng, terus angguk-angguk. Saya pikir kesurupan, Non. Makanya saya tanya, ngapain berdiri di depan pintu."
Untung saja Wati tidak mendengarnya, bisa malu Agni jika Wati mengetahui rahasianya. Tunggu dulu! Memangnya dengan Agniya berada di rumah itu, rahasianya masih bisa dikatakan rahasia?
*
Agni tidak paham dengan cara memakai stiletto yang ada talinya itu. Menurut laman pencarian yang Agni lakukan, itu adalah jenis heels ankle strap. Bukannya semakin pandai, Agni justru merasa semakin bodoh karena tidak bisa memasang talinya dengan benar.
Ini heels baru. Barata membelikannya ketika pria itu dinas ke salah satu kota yang tidak disebutkan pria itu di kolom obrolan mereka. Intinya, pria itu mengingat Agni ketika menatap heels tersebut.
Pada percobaan penuh kesabarannya, Agni bisa memasang tali tersebut dengan tepat. Kini dia hanya perlu belajar berjalan agar langkahnya cantik nan anggun. Ankle strap ini lebih tinggi dari heels yang dibelikan sewaktu membeli ponsel. Jadi, Agni harus belajar berjalan sebelum belajar menggunakannya untuk hal lain.
Untuk membuat kadar rasa percaya dirinya bertambah, Agni sengaja menggunakan dress ketat sepaha dengan sepatu tinggi tersebut. Otaknya bekerja untuk mencari sudut dan pose paling cantik guna mengirimkannya pada Barata. Ya, supaya pria itu tidak melupakan hadiah yang diberikan pada Agni. Juga untuk mengingatkan pria itu bahwa ada Agni yang sedang menunggu guna belajar hal lain menggunakan sepatu tinggi berwarna hitam pilihan Barata.
Me [ send pict ]
Me [ Black ankle strap nya cantik, deh, Om! ]
Agni tersenyum setelah mengirimkan pesan serta gambar kalinya yang semakin bersih akibat banyaknya body care yang Barata belikan. Terima kasih banyak Agniya berikan pada Barata. Karena kecantikannya semakin bertambah dengan semua fasilitas serta kemudahan yang Barata berikan pada Agni. Kini, Agni merasa sangat cantik dan tidak kalah seperti para selebgram yang mulai dirinya ikuti.
Barata Agung [ kamu cari masalah, ya?]
Balasan pria itu membuat Agni tertawa lepas. Akhirnya ada momen dirinya membuat gemas sang pria. Hal kecil semacam ini saja mampu membuat Agni terjerumus semakin dalam atas perasaannya.
Me [ Nggak. Aku cuma nunjukkin kalo hadiah dari om cocok di aku. Emang masalahnya apa, Om?]
Panggilan suara langsung terpampang di layar ponsel Agniya. Barata pelakunya. Meski gugup karena membalas pesan teks dengan bicara langsung jelas sangat berbeda, Agni tetap menjawab panggilan tersebut.
"Halo, Om?"
"Kamu ngapain???" Terdengar suara berbisik tetapi menekankan kekesalannya dari Barata.
"Kirim foto."
Sungguh Agni takut jika Barata memakinya tidak tahu diri karena ulahnya kini. Agni tetap takut salah, karena ini bisa dikatakan terlalu mempermainkan Barata.
"Jangan bikin saya makin rindu kamu, Agniya! Ini sulit."
Mendengar Barata yang seolah begitu lemah pada Agni, senyuman perempuan itupun mengembang. Ternyata Barata lemah dengan godaan yang Agni berikan.
"Jadi ... Om kangen sama aku?" Pertanyaan yang konyol. Bagaimana Barata tidak rindu dengan gadis manja yang menganggap kehadirannya ada? Barata suka dijadikan tempat bagi Agniya bersandar. Hanya Agni yang memberikan kesempatan pada Barata untuk menjadi pria yang benar-benar pria.
"Menurut kamu, saya kangen kamu atau nggak? Berapa hari kita pisah? Hampir dua minggu!"
Agniya tidak bisa menahan tawanya. Sungguh lucu mendengar Barata yang menggerutu dengan jarak dan waktu yang memisahkan mereka.
"Kenapa kamu malah ketawa?"
"Nggak, Om. Aku ada ide supaya bisa sedikit berkurang kangennya, Om."
"Ide apa?"
Agniya menjeda ucapannya sendiri. Dia membuka pintu kamar memastikan semuanya sepi. Setelah aman, Agni kembali pada panggilan Barata.
"Kenapa kamu diam, Agni?"
"Om, pokoknya nanti malem aku mau kasih kejutan. Cari tempat sepi dan pastiin nggak ada orang supaya rencananya lancar. Oke?"
Agni akan benar-benar mengejutkan Barata.
[Hai. Aku kembali setelah tenggelam di dunia tugas yg numpuk. Btw, aku ada publish special chapter Khrisnan di karyakarsa, lho. Kalo yang itu bisa banget dibaca bagi yg mau bacaan aman(gak termasuk pict di halaman terakhir). Ada paket juga 3 special chapter dgn harga lebih murah kalo dijumlah. Silakan mampir. :) ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top