10. Good night
The Sweetest Daddy
Good night
[]
Untuk memberikan banyak momen kenangan sebelum Barata kembali ke kota dan membuat pria itu selalu terbayang akan Agni, maka perempuan itu melakukan banyak cara guna menghujani Barata akan nikmat tiada tara.
Untuk yang pertama adalah cara untuk memberikan kecupan-kecupan ringan di wajah pria yang memiliki rahang tegas itu. Agniya berubah menjadi begitu suka melakukan hal intim apa saja yang bentuknya tidak terang-terangan. Hal kecil yang berdampak besar, begitu yang Agni rencanakan.
Terkadang Barata marah karena perempuannya itu hanya memberikan harapan palsu. Contohnya ketika Agni mengecup sudut bibir pria itu, saat Barata akan membalas maka Agniya akan menghindar tanpa rasa bersalah. Contoh yang lain adalah Agni sengaja memilih koleksi film dewasa Barata membiarkan sang pria memilih, tapi tidak menyalakannya. Agniya benar-benar hanya memberikan harapan palsu.
"Aku laper, Om."
Tiba-tiba saja Agni mengutarakan keinginannya untuk makan. Ini sudah pukul dua dini hari, apa yang Agni harapan bisa dapatkan dini hari?
"Saya nggak mengisi dapur dengan mie instan. Saya jaga pola makan, jadi kamu sepertinya harus menahan diri."
Karena sejak tadi Barata sudah diberi harapan palsu, maka itu juga yang ingin dilakukan pria itu pada Agni. Dia kesal karena Agni membiarkannya lapar, dan saat perempuan itu lapar, maka Barata memanfaatkan kesempatan.
"Kan, kita bisa cari keluar, Om. Pecel lele, angkringan, lamongan, banyak pedagang yang masih jualan jam segini, Om."
"Tapi saya nggak mau keluar. Sopir sudah istirahat, Karta juga. Menyetir sendiri nggak nyaman buat saya karena sudah lelah."
Alasan yang sangat jelas sekali. Barata memang lelah, tapi jika ada kegiatan yang malam ini ingin Agni lakukan bersamanya, Barata tidak keberatan sama sekali.
"Jadi ... aku keluar sendirian, boleh?" tanya gadis itu mengejutkan Barata.
"Apa?"
"Iya, aku keluar sendiri buat cari makanan. Boleh nggak, Om? Soalnya nggak ada mie di sini, terus juga Om udah capek. Aku cari sendiri aja—"
"Siapa yang kasih izin? Saya bilang kamu harus menahan diri, menahan rasa lapar kamu."
Barata terlihat begitu serius. Sepertinya memang marah karena Agni mempermainkannya.
Agni berniat untuk memberikan apa yang pria itu harapkan, tapi ponsel Barata berbunyi. Panggilan masuk menandai nama seseorang yang diberi label 'Trisha' di kontak pria itu.
Ah, sepertinya mereka harus membicarakan mengenai semua ini. Meski Agni ingin nekat menerobos, tapi ada perempuan lain yang menjadi ibu dari anak Barata. Dia pernah memiliki ibu, dan membayangkan apa yang akan terjadi bila ayahnya memiliki simpanan? Dia pasti sangat kecewa. Di sisi lain, Agni membutuhkan biaya hidup.
"Saya angkat telepon dulu," kata Barata sembari beranjak dari ranjang. Namun, Agni segera menahan pria itu. "Kenapa, Agni?"
Dengan gugup, Agni meminta Barata tidak keluar dari kamar. "Angkat di sini aja, Om. Apa bisa?"
Barata akan mendapati wajah sedih Agniya lagi jika menuruti permintaan itu. Namun, Agni terlihat bertekad kuat untuk membiarkan Barata mengangkat panggilan Trisha.
"Oke. Kalau itu yang kamu mau. Jangan melibatkan perasaan, seperti yang saya bilang. Bisa?"
Agni mengangguk. Dia meyakinkan Barata dengan memanfaatkan sorot mata penuh semangat. Tak akan Agni menjadi cengeng karena mendengar suami bicara dengan istrinya.
"Ya, halo, Trisha?"
"Aku mau berangkat ke Labuan Bajo sama Mick! Kenapa kamu nggak pulang juga??? Krishnan bisa curiga kalo kamu kelamaan pergi!"
Barata melirik Agni yang termenung di tempatnya. Pasti Agniya samar-samar mendengar suara Trisha yang mengalun kencang.
"Besok aku akan pulang, kamu tenang aja. Kapan kamu akan berangkat sama ... kekasihmu?"
"Tanggal 15. Itu berarti dua hari lagi. Kita masih ada waktu satu hari untuk berada di rumah bareng Khrisnan. Asal kamu nggak ingkar!"
Barata menghela napasnya panjang. Mengurut pangkal hidungnya hingga kening karena merasa pusing seketika.
"Iya. Aku pulang besok."
"Oke. Take care, Bar. Aku nggak mau Khrisnan tahu semua ini. Begitu kamu ingkar, ini salahmu."
Semuanya memang salah Barata. Dari awal Barata yang disalahkan dan harus mengaku salah. Trisha dan Khrisnan tidak masuk dalam label kesalahan manapun, meski Trisha tidak pernah mau berusaha memberikan sedikit saja bagian dari hatinya untuk Barata.
Panggilan sudah terputus. Barata menatap layar ponselnya sejenak dengan lamunan. Trisha tetaplah Trisha. Tidak ada kalimat manis untuk menyambut Barata, baik sekarang maupun sejak dulu.
"Istri Om marah, ya?" Suara tanya Agni membuyarkan pusingnya Barata memahami hidupnya sekarang.
"Nggak. Gaya bicaranya memang keras. Dia punya kakek turunan Batak, begitulah gaya bicaranya."
Agniya tidak mau iri. Dia melihat senyuman tipis yang terukir dari bibir Barata ketika menjelaskan sedikit mengenai istrinya.
"Oh, apa kamu terbawa perasaan dengan saya yang bicara dengan Trisha?"
Agniya menggelengkan kepala. "Itu hak, Om. Aku nggak masalah."
Barata yang merasa itu menjadi masalah. Kenapa Agniya menjadi begitu dewasa beberapa waktu ini?
"Om, apa kita harus memikirkan ulang keputusannya, ya?"
Barata tidak langsung menjawab. Dia kembali mendengar Agni berkata, "Aku nggak tega. Aku ... sangat bersalah, Om. Mungkin lebih baik kita kembali ke kehidupan lama."
"Kamu gila? Apa kamu pikir saya mau mengeluarkan uang untuk main-main?"
Nada marah Barata membuat Agni langsung menciut. Pria itu tersulut dengan kalimat putus asa Agni. Apalagi setelah dibentak-bentak dan secara tak langsung disalahkan oleh Trisha.
"Maaf, Om."
"Sekali lagi kamu bicara yang macam-macam, kamu pasti tahu akibatnya, Agni. Saya nggak akan bersikap baik lagi dengan kamu kalau begini caramu bekerja. Jangan libatkan perasaan! Berhenti mempedulikan orang lain!"
Agniya mengangguk-angguk dengan airmata yang turun. Dimarahi oleh pria yang biasanya lembut dan perhatian padanya jelas bukan kemauan Agni.
Barata menyadarkan diri sendiri bahwa ini bukan salah Agni sepenuhnya. Ini juga salahnya karena tak mau melepaskan Agni. Astaga, siapa yang melibatkan perasaan sekarang?
Mendekati Agni, Barata memeluk gadis itu supaya kembali tenang. Mereka terlalu sering terlibat pertengkaran kecil sekarang ini. Padahal besok Barata harus kembali ke Jakarta.
"Maaf. Saya terbawa emosi."
Agni mengangguk. Dia merasakan dekapan Barata yang hangat kembali. Menghabiskan waktu untuk beberapa menit dengan posisi tersebut.
Agniya berniat melepaskan diri dari pelukan Barata. Namun, kecupan dalam yang disematkan pria itu di pipi Agni menjadi pertanda bahwa perempuan itu tidak bisa bermain-main lagi.
"Om ..."
Barata meraih bibir Agni untuk membungkam apa pun yang muncul dari perempuannya itu. Tangannya menekan punggung Agni, memasukkan jemarinya pada sela celana yang Agni kenakan.
Terperdaya oleh sentuhan jemari dan bibir Barata, kini posisi mereka sudah menjadi seutuhnya melebur di atas ranjang.
Disaat seperti ini, Barata menggulung kaus Agni menjadi ke atas. Tidak dilepasnya langsung, Barata menarik cup hingga dada Agni menyembul. Pria itu mulai merangsang perempuannya hingga menggeliat kepanasan. Agni merintih antara meminta Barata berhenti dan ingin terus merasakannya.
Krek
Mata Agni langsung terbuka, dia mendapati tali penutup dadanya terlepas dari kain untuk menyangga bagian tersebut.
"Om?? Kenapa dirusakin?" protes Agniya tak habis pikir.
"Nggak sengaja, saya tarik cup nya terlalu ke bawah sepertinya. Makanya putus."
Hanya bisa memukul kening, Agni tidak tahu harus membalas bagaimana lagi.
"Besok saya belikan yang baru."
"Iya, aku tahu."
Pria berduit seperti Barata tidak akan keberatan sama sekali membelikan lingerie mahal sekalipun untuk Agni pakai setiap hari.
"Saya lanjut, ya."
Agni mengangguk, bersiap mendengar kain mana lagi yang akan dirusak pria itu.
[Jika ada bagian scene explicit, sudah pasti aku taruh di karyakarsa, ya. Aku nggak mau memudahkan siapapun baca scene" tsb.😉 Sepertinya 10 Hot Hot Pop bakalan ada, sih. Ya, lihat nanti.]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top