1. Neck Bite

The Sweetest Daddy

[Neck Bite]

Agniya begitu gugup. Entah jantung atau hatinya yang tengah berdegup, karena di dekat ulu hatinya kini merasakan gemuruh. Lututnya lemas. Karena memang ini adalah pengalaman pertamanya berhadapan dengan pria sematang ini. Ini semua karena usulan Yani! Jika saja temannya itu tidak memberikan usulan sekacau itu, Agni tidak akan senekat ini.

"Kamu harus cari sugar dedi itu, lho, Ni! Yang lagi nge-tren di medsos."

Kening Agni mengerut. "Sugar daddy yang bikin kaya?" sahut Agni.

Yani mengangguk cepat. "Iya!"

"Tapi ... itu nggak halal—"

"Halah! Kamu ini, kok, malah mikirin halal opo rak! Butuh duit, kan, kamu? Butuh tempat tinggal juga, kan?"

Agniya sudah pasti mengangguk. Dia membutuhkan semua itu, apalagi ketika dirinya memutuskan kabur dan lepas dari keluarga bibinya yang suka menjadikannya babu di rumah.

"Cari om-om kaya itu cara paling cepat. Ketimbang kamu disiksa sama bulekmu yang gila itu? Mendingan kamu jadi sugar bebi, wes." 

Tentu akan lebih mudah menjalani hidup seperti itu. Bibinya tidak akan menyiksanya untuk melakukan begini dan begitu lagi.

Untuk apa memikirkan jalan yang benar? Hidup sudah tidak adil padanya. Merenggut ayah dan ibunya dalam sekejap setelah seluruh usaha mereka bangkrut dan membuat banyak karyawan menuntut hak mereka dibayarkan. Tersisa Agniya saja, dengan ketidakpahaman apa-apa.

"Cari di mana sugar daddy begitu, Yan? Di desa ini mana ada om-om yang benar-benar kaya?"

Yani tersenyum penuh kemenangan. "Ada pengusaha kaya dari kota yang punya vila di sini. Sudah rutin datang ke desa ini setiap beberapa bulan sekali."

"Ngapain ke sini? Ngurus kebun?" tanya Agni penasaran.

"Halah! Malah nanya yang nggak penting kamu ini! Pokoknya dia selalu pesan perempuan desa sini untuk menemani. Kamu bisa memanfaatkannya, Ni. Jadikan dia mata pencaharianmu."

Dan di sinilah Agniya berada. Berdiri mematung tidak tahu harus melakukan apa. Pria yang dia kira akan seperti tampang pamannya dan pria tua lainnya di desa ternyata tidak terbukti. Pria yang Yani katakan kaya ini tidak memiliki perut buncit yang membuat Agni akan memasang wajah datar sebab begitu biasanya dia melihat postur tubuh semacam itu pada bapak-bapak di desa.

Agniya justru terperangah ketika pria itu membuka kausnya dalam sekali gerakan cepat. Bentuk tubuh yang Agni dapati membuatnya berpikir berulang kali, apakah begini tampilan pria kaya kebanyakan?

Agni mendengar suara pria itu terkekeh. Sungguh memabukkan.

"Kamu dari tadi gugup sekali." Pria itu mendekat. Tangannya yang berotot digunakan untuk memeluk tubuh Agni dari belakang.

Agni bisa merasakan hangat. Suhu tubuh pria itu membuat Agni merasakan hangat sekaligus membuat menggigil.

"Saya ..."

Belum selesai Agni mengatakan bahwa dirinya tidak berpengalaman, pria itu sudah menangkup dada Agni. Tidak kasar, tapi mengejutkan betapa tegasnya tangkupan pria itu di sana.

"Saya suka kamu." Kata pria itu. "Sepertinya baru kali ini Warta mengirim perempuan muda dengan tubuh sekal sekaligus kencang seperti kamu."

Jemari pria itu yang lain menyusuri lengan atas Agni hingg turunke pinggul. Sekali lagi tangan pria itu sangat tegas meremas hingga Agni tanpa sadar sudah membungkuk di depan ranjang.

"Saya buka reseleting rok ini, boleh?" tanya pria itu dengan tangan di bokong Agni. Mengusap dengan ritme meremas.

"Ehm, iya."

Agni harus apa memangnya? Dia harus menuruti pria itu supaya rencananya berjalan dengan baik.

Sepenuhnya Agniya dijamah oleh tangan pria itu. Hingga pakaiannya berakhir di lantai, di bawah kaki, menunjukkan betapa Agni berpasrah.

"Apa kamu memang selalu seperti ini?"

Agniya yang tidak mengerti menggeleng. "Saya nggak ngerti."

Kembali Agniya mendengar suara terkekeh dari pria itu. Dia hampir menanyakan kenapa pria itu tertawa lagi. Namun, mulutnya justru mendesah karena terkesiap saat inti tubuhnya merasakan jemari yang dimasukkan.

"Apa sakit?"

Agni menggeleng sekaligus mengangguk. "Perih."

"Maaf. Kalau begitu kamu duduk. Saya akan buat kamu lebih nyaman dan tenang."

Agniya mencoba mempercayai itu. Dia duduk di pinggir ranjang dan menunggu, apa kira-kira yang akan dilakukan pria itu dengan menyuruhnya duduk.

Yang tidak pernah ada di dalam kepala Agniya adalah bayangan pria mensejajarkan kepalanya diantara kedua kaki Agni. Dilebarkan kaki itu dalam sekali gerakan. Sebagai gadis yang tidak mengerti apa-apa, Agni bingung bagaimana harus menyikapinya.

"Kamu sangat cantik dengan wajah yang kebingungan seperti ini." Usapan kecil pada pipi diberikan pria yang Agni mulai kagumi ini.

Apa bisa mengagumi seseorang secepat ini?

Sudah Agni siapkan senyuman manisnya, tetapi kembali harus dia tahan karena mulut pria itu mulai merajah area pribadi Agni.

"Ahhh ...."

Agniya tidak percaya bahwa dirinya bisa membuat suara seolah dirinya letih sekaligus geli.

Tanpa Agniya sadari juga pria yang kini memanjakannya dengan lidah itu menatap puas pada setiap ekspresi dan reaksi yang Agni lakukan.

Belum selesai Agni dengan tubuh gemetarnya, Barata mengambil inisiatif untuk memposisikan diri di belakang tubuh Agni. Pria itu melebarkan kaki Agni dan membuatnya menekuk. Tangannya yang panjang dan kokoh melewati bagian depan Agni dan merogoh lebih dalam pada inti sang perempuan.

Agni meronta. Wajahnya dibenturkan pada lengan Barata. Sedangkan pria itu mulai menghidu aroma leher si perempuan dan gemas hingga melumat bagian itu dengan bibirnya.

Segala macam bahasa napas dari mulutnya keluar tanpa bisa dikendalikan. Agni merasakan aneh pada dirinya sendiri yang sejak tadi berusaha menahan keinginan kencingnya dan harus menahan malu karena dia tetap membasahi ranjang dan tangan pria yang akan menjadi sumber uangnya itu.

"Om, euhhh."

Barata merasa ada dorongan besar ketika mendengar panggilan Agni untuknya. Baru kali ini dia dipanggil 'om' oleh perempuan bayaran yang Warta bawakan.

Pria itu menggigit leher Agni seakan dirinya adalah seorang vampir. Dia suka bagian itu, apalagi mendapati Agni bergelinjang tak bisa diam dan membuat Barata menekan tubuh itu untuk kembali duduk di tempatnya. Perempuan yang dibawakan Warta kali ini benar-benar membuat Barata senang. Merasa kembali pada momen mudanya.

"Saya suka kamu," bisik Barata ditengah kegiatannya memberikan neck bite pada Agni hingga meninggalkan bekas.

Sensasi ini membuat Barata menggila. Dia angkat tubuh Agni dengan mudahnya. Jika biasanya Barata akan melakukan posisi missionary yang lumrah. Maka saat ini Barata memberikan kesempatan pada Agni untuk berada di atasnya. Dia tidak memikirkan apa pun lagi kecuali berada di dalam tubuh perempuan itu.

Barata tidak akan percaya sama sekali jika ternyata, kepalanya akan begitu pening menyadari tegangnya Agni dan sulitnya memasuki tubuh perempuan itu. Barat pening, karena dia mulai menyadari bahwa yang sedang dia berusaha gagahi adalah perawan tanpa pengalaman. 

"Kamu ... kamu," ucap Barata gugup.

"Sakit, Om."


[Om Barata nggak sabaran, sih. Kasihan anak perawan, Om.🥺]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top