Kannonzaka Doppo; Vanilla Latte

Iris (e/c) mencerah saat mendengar suara pintu lift berbunyi, tanda pintunya akan terbuka. Kaki kecilnya melangkah mendekati lift tersebut, dan begitu sampai di depan lift, pintunya terbuka—menampilkan seorang laki-laki dengan wajah yang lelah.

"Doppo-chan! Okaeri!"

Doppo yang mendengar suara itu langsung menoleh ke bawah, melihat seorang anak kecil yang sedang tersenyum lebar ke arahnya.

"Oh, (Name)-chan, apa yang kau lakukan di depan lift?"

"Menunggu Doppo-chan!" jawab (Name) merentangkan kedua tangannya.

Doppo lalu mengangkat (Name) dan menggendong gadis kecil itu di tangannya, kemudian berjalan menuju apartemen yang (Name) tinggali bersama keluarganya, yang bersebelahan dengan apartemen Doppo.

"Ano ne, ano ne, Doppo-chan!"

"Ada apa, (Name)?"

"Okaasan hari ini membuat sesuatu untuk Doppo-chan!"

"Hm, apa itu?"

Saat Doppo sampai di depan pintu apartemen keluarga (Name), pintu tersebut terbuka—menampilkan ibu (Name) yang langsung tersenyum kecil melihat anaknya digendong oleh Doppo.

"Kannonzaka-kun, selamat sore. Maaf jika (Name) selalu merepotkanmu."

"Oh, tidak apa-apa (Surname)-san, aku justru merasa senang."

"(Name) hanya menyambut Doppo-chan seperti okaasan."

"Huh, menyambut?" Doppo dan ibu (Name) menatap gadis kecil itu dengan heran.

(Name) memasang pose berpikir.

"Hm... seperti okaasan pada otousan?"

Ekspresi kaget langsung terlukis di wajah dua orang dewasa tersebut.

"(Name)! Belajar itu darimana!?" pekik ibu (Name).

"Dari buku yang ada di perpustakaan sekolah!" jawab (Name) penuh semangat, "(Name) ingin cepat menikah agar bisa seperti okaasan!"

"(Name), kau masih terlalu muda untuk menikah," komentar Doppo.

"Jadi kalau (Name) sudah besar, (Name) boleh menikah?"

"Begitulah."

Senyum (Name) mengembang, dan gadis itu langsung melingkarkan kedua tangan kecilnya ke leher Doppo.

"Kalau begitu, (Name) mau menikah dengan Doppo-chan!"

Doppo terkekeh, kemudian mengelus kepala (Name).

"Terima kasih, (Name)."

"Oh, okaasan! Ayo berikan hadiah Doppo-chan!"

Ibu (Name) menepuk tangannya.

"Ah, kau benar (Name). Kannonzaka-kun, kalau tidak keberatan masuklah sebentar."

Doppo hanya mengangguk singkat.

"Maaf menganggu."

Mereka bertiga langsung menuju dapur, dan Doppo menurunkan (Name) terlebih dahulu sebelum akhirnya duduk di salah satu kursi makan. Ibu (Name) setelah menuangkan minuman untuk Doppo kemudian berjalan mendekati laki-laki tersebut.

"Terima kasih sudah mengawasi (Name) saat kami sedang sibuk, Kannonzaka-kun."

Minuman diletakkan di depan Doppo, yang ternyata secangkir vanilla latte panas.

"Ah, tidak apa-apa (Surname)-san, lagipula aku senang (Name) tidak takut padaku lagi."

(Name) dan keluarganya pindah ke sebelah apartemen Doppo enam bulan yang lalu, dan saat pertama kali bertemu dengan tetangga barunya, (Name) sangatlah pemalu dan sulit berbicara. Namun seiring berjalannya waktu dan (Name) yang sering bermain di apartemen Doppo saat laki-laki itu pulang bekerja, membuat (Name) perlahan membuka diri pada Doppo.

"Astaga, kami kehabisan telur untuk makan malam. Kannonzaka-kun, bisakah kau jaga (Name) sebentar? Aku ingin ke toko untuk membeli telur, aku tidak akan lama kok."

"Tidak apa-apa, (Surname)-san."

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Tolong ya, Kanonnzaka-kun!"

Pintu depan ditutup, menyisakan Doppo bersama (Name) yang memandang Doppo dengan pandangan penasaran.

"Ada apa, (Name)?"

"Minuman yang okaasan buat itu enak lho!" ucap (Name) dengan mata berbinar-binar, "(Name) suka minuman itu! Apalagi dingin!"

Doppo memandang minuman yang ada di depannya, kemudian tanpa pikir panjang meminum minumannya itu—melupakan bahwa minuman yang dia dapat adalah sebuah vanilla latte panas.

"Uhuk!"

Tentu Doppo langsung tersedak, dan itu menarik perhatian (Name).

"Doppo-chan? Apa minumannya tidak enak?"

Tapi saat melihat Doppo menjulurkan lidahnya (karena sedikit terbakar), (Name) menjadi panik kemudian turun dari kursi dan berlari kecil menuju counter dapur. Doppo yang melihat (Name) panik hanya bisa memiringkan kepalanya lalu memasukkan kembali lidahnya.

"(Name)?"

"Um, apa minumannya kurang manis, Doppo-chan? Okaasan bilang jika kurang manis bisa ditambah gula atau susu—um, tapi (Name) tidak tahu dimana letaknya."

Doppo menatap (Name), sebelum akhirnya sebuah senyum terukir di wajahnya.

"(Name), kemarilah dan duduk di tempatmu tadi."

"Huh?"

(Name) berhenti panik, kemudian berjalan kembali ke kursinya. Setelah duduk dengan manis, (Name) menatap Doppo dengan heran.

"Sekarang tersenyum manis."

(Name) melakukan apa yang Doppo minta, tersenyum semanis mungkin. Melihat (Name) sudah tersenyum, Doppo pun meminum kembali minumannya—kali ini lebih hati-hati.

"Mhm, sudah enak lagi."

Wajah (Name) mencerah.

"Benarkah!? Waah, ternyata tersenyum saja bisa membantu!"

Doppo kembali tersenyum, kemudian mengelus kepala (Name).

"Ya, semua menjadi manis saat melihat senyummu, (Name). Terima kasih."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top