Tiga
Jarum jam sudah menunjukkan pukul empat sore, ketika Jihyun menenteng dua buah goodie bag berisi beberapa macam makanan sisa pesanan Nyonya Cha. Semua pesanan Nyonya Cha sendiri, sudah beliau ambil sejak satu jam yang lalu. Nyonya Cha tahu, ibu Jihyun tak mungkin mengantar makan sebanyak itu sendirian. Jadi, suami dan menantu Nyonya Cha yang mengambil pesanan itu.
Jihyun menekan bel yang ada di sisi kanan unit 01, tempat Kakek Kim dan Nenek Sung tinggal. Tidak beberapa lama, terdengar sahutan dari dalam ruangan yang diikuti dengan pintu apartemen yang terbuka. Nenek Sung tampak tengah mengenakan celemek masak berwarna merah marun yang sudah sangat kumal.
Dengan segera Jihyun menunduk memberi salam, "Annyeong haseyo, Halmeoni.”
“Jihyun, ada apa, Nak?” tanya Nenek Sung seraya mengusapkan tangannya yang basah di celemek kumalnya. Jihyun meringis canggung melihatnya.
“Ibuku mendapat pesanan untuk ulang tahun cucu Nyonya Cha. Kami sengaja membuat lebih banyak untuk dibagikan.” Jihyun menyerahkan goodie bag berisi beberapa makanan ke pada Nenek Sung.
“Gomahaera (terima kasih-dialek Busan),” sambut Nenek Sung, “Ayo masuk dulu. Kakek Kim ingin sekali makan odeng. Bawalah beberapa untuk ibumu.”
Jihyun masuk ke dalam mengikuti Nenek Sung ke dapur. Aroma odeng menguar di dalam ruangan itu. Odeng memang cocok dinikmati saat musim dingin seperti ini.
“Kau sudah bertemu penghuni unit 06, Nak?” tanya Nenek Sung seraya menuangkan kuah odeng ke dalam panci kecil, “Kemarin sore dia datang bersama kakaknya. Tapi setelah kakaknya berpamitan, dia tak tampak sama sekali.”
“Sepertinya unit 06 masih sepi seperti tak ada penghuninya.” Jihyun tampak mengingat-ingat saat melewati ruangan itu, “Mungkin dia pergi ke suatu tempat seharian ini.”
“Sepertinya begitu. Dia tampak tak bersemangat waktu pindah ke mari. Terlalu banyak berdecak. Seperti bukan laki-laki saja.” Nenek Sung mulai mengomentari penghuni baru itu. Seperti biasa, nenek ini begitu suka mengomentari orang lain.
Jihyun menggaruk tengkuknya dengan canggung. "Mungkin dia lelah, Nek."
"Tapi, tetap saja di depan orang yang lebih tua harus sopan. Dia bahkan hanya mengangguk sekilas saat datang ke mari. Berbeda dengan kakaknya yang membungkuk dengan sopan." Nenek Sung sepertinya tak begitu menyukai penghuni baru itu karena dari tadi masih menggerutu saja.
Wanita tua itu mencari tutup panci odeng, sembari masih mengomel tentang penghuni baru itu. "Mereka berdua sama-sama tampan, tapi kakaknya lebih tahu sopan santun. Selain itu, dia juga sangat baik. Dia bahkan memberiku uang tambahan selain uang deposit, hanya karena aku meminjamkan palu padanya."
Jihyun hanya mengangguk pelan dan tersenyum kecil karena tidak tahu harus merespons bagaimana. Nenek Sung memang seperti itu. Dia sangat suka bergosip dan mengomel. Mungkin karena kesepian, karena hampir setiap pagi Kakek Kim menghabiskan waktunya untuk memancing di laut, tanpa peduli musim.
“Nah, bawalah ini.” Nenek Sung menyerahkan panci kecil berisi odeng itu pada Jihyun, “Sampaikan salamku untuk ibumu.”
Jihyun segera berpamitan dan menuju unit di sebelahnya. Dipencetnya bel yang ada di sisi kanan pintu apartemen. Tidak beberapa lama, terdengar sahutan malas dari dalam ruangan yang diikuti dengan pintu yang terbuka lebar.
Eunsang membukakan pintu seraya menguap lebar, membuat Jihyun mengernyit keheranan.
“Kau baru bangun, Eunsang?” tanya Jihyun keheranan saat melihat Eunsang masih mengenakan piyama ungunya.
“Bukan urusanmu, Mata Kucing!” seru Eunsang ketus, “Ada apa?”
“Untukmu.” Jihyun menyerahkan goodie bag berisi makanan pada Eunsang, tanpa memedulikan sebutan 'Mata Kucing' untuknya. Dia sudah terbiasa dengan sebutan itu. Toh, Eunsang tak seburuk kelihatannya.
Mata Eunsang yang semula mengantuk itu kini tampak berbinar menerima kantung itu, “Syukurlah, aku tak perlu memasak untuk makan malam. Gomahaera.”
“Aku pergi.” Jihyun segera berbalik tapi tangan Eunsang menahannya.
“Tunggu, Jihyun. Kau sudah bertemu penghuni yang baru?” tanya Eunsang yang dijawab Jihyun dengan gelengan.
“Aneh sekali. Dia sama sekali tak terlihat lagi sejak kepindahannya kemarin sore kemarin.”
“Kau tahu, aku sampai bergadang semalaman kalau-kalau dia lewat,” lanjut Eunsang bersemangat.
“Pantas saja kau baru bangun tidur,” dengus Jihyun geli melihat tingkah laku Eunsang.
Eunsang mendengus tampak tak terima, “Aku berani bertaruh, kau juga akan melakukan hal yang sama jika sudah melihat ketampanannya.”
BLAM!!!
Pintu unit 02 dibanting dengan sangat keras. Jihyun yang sudah terbiasa menghadapi Eunsang hanya mendengus geli dan kembali naik ke unitnya.
"Apa memang penghuni sebelah setampan itu?" tanya Jihyun dalam hati. "Ah, apa peduliku? Mau dia tampan atau tidak, tidak apa pengaruhnya pada hidupku," gumam gadis itu sembari mengangkat bahu sekilas.
Sayangnya, rasa penasaran itu muncul lagi saat melewati unit 06. Dia terdiam sejenak, lalu akhirnya menempelkan telinga di daun pintu unit tersebut. Sepi. Tak ada suara apa pun di dalamnya.
“Atau lebih baik aku mengantarkan beberapa sisa kue untuknya?” gumam Jihyun entah pada siapa.
Jihyun kembali ke unitnya dan meletakkan beberapa jenis kue di atas piring saji dan menutupnya dengan plastic wrap.
“Untuk siapa, Nak?” tanya ibu Jihyun yang heran melihat apa yang dilakukan putrinya.
“Penghuni baru di sebelah.”
“Manna (benarkah/sungguh-dialek Busan)? Kenapa sepi sekali?” tanya ibu yang dijawab Jihyun dengan mengendikkan bahunya.
“Undang sekalian untuk makan malam bersama kita.”
“Ne, Eomma,” jawab Jihyun sembari menutup pintu apartemen.
Sudah beberapa kali Jihyun menekan bel unit 06, tapi tak ada jawaban dari pemiliknya. Hal itu membuat Jihyun sedikit jengkel dan meletakkan piring berisi kue tersebut di depan pintu.
“Ah, sudahlah!” Jihyun berdecak sebal dan segera kembai ke unitnya.
***
Btw, udah pada follow instagram-nya Bangtan belum? 🤭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top