Satu

“Hei, Monster!” teriak seorang gadis dengan rambut coklat karamel kepada gadis lain yang tengah mengepel lantai. Gadis yang dipanggil itu tetap bergeming tak mengindahkan si pemanggil dan melanjutkan tugasnya mengepel lantai.

“Sepertinya dia tuli, Miyoung,” sahut gadis lain yang berdiri di samping gadis yang memanggil tadi. “Bagaimana kalau kita perbaiki saja pendengarannya dengan ini.” Gadis yang bernama Yoonji itu meraih gelas berkaki tinggi yang ada di atas meja di sampingnya.

“Selagi manajer Min pergi, kita bisa sedikit bermain-main dengannya.” Kali ini gadis lain bernama Sooyeon turut menanggapi. "Aku heran kenapa manajer Min mau menerimanya. Merusak pemandangan saja."

"Mungkin dia dipekerjakan supaya kita ada sedikit hiburan saat lelah," tukas Miyoung membuat dua orang temannya tertawa.

“Seperti saat ini misalnya. Nah, pasang telingamu baik-baik Ahn Jihyun.” Yoonji menyeringai sinis seraya menggoyang-goyangkan gelas yang tadi dipegangnya.

PRAAANGG!!!

Butiran kaca menghambur di lantai yang tengah dipel gadis yang bernama Jihyun itu. 

“Ah! Mianhae ... aku sengaja.” Yoonji pura-pura sedih sembari menepuk bahu Jihyun, “Nah, sekarang cepat bersihkan semua ini sebelum manajer Min datang."

Ketiga gadis itu segera meninggalkan dapur dan dengan sengaja menyenggol kasar bahu Jihyun, hingga gadis itu terjatuh membentur lantai yang penuh dengan pecahan kaca. Segera saja bercak darah segar menempel di siku kemeja cokelatnya.

Baru beberapa langkah, Miyoung berbalik, “Ah, aku lupa satu hal. Tentu saja kau tak akan melaporkan hal ini pada Manajer Min, kan?”

“Betul sekali. Beliau sudah terlalu banyak membantumu. Apa kau tega membuatnya lebih repot? Sungguh tak tahu diri sekali jika kau sampai melapor.” Kali ini Sooyeon yang bicara dengan nada prihatin yang terlalu dibuat-buat.

“Jangan lupa, kau yang mengganti gelas itu,” sahut Yoonji mengingatkan, “Nah, ayo teman-teman, kita lanjutkan makan siang.”

Mereka bertiga ke ruang makan khusus karyawan yang ada di sudut dapur. Sementara itu Jihyun hanya bisa meringis memegangi sikutnya yang terluka. 

Tanpa dia sadari, air mata menggenang di pelupuk matanya. Bukan. Ini bukan karena lukanya yang terasa perih. Hatinya jauh terasa perih dibanding luka yang dia alami. Luka yang sering dia dapatkan selama hampir empat bulan bekerja di sini.

Kenapa hal seperti ini selalu saja terulang? Kenapa orang-orang itu tak pernah membiarkan dia hidup tenang? Tidak di sekolah, tidak di tempat kerja, orang-orang selalu saja merundungnya.

Dulu saat masih di sekolah, Jihyun mencoba melawan, tapi lawannya jauh lebih kejam. Meminta bantuan teman pun percuma. Mereka lebih memilih menutup mata dan menulikan telinga ketika perisakan terjadi.

Ah, apa Jihyun punya teman? Jika yang dimaksud teman adalah seseorang yang dapat mengerti, menemani, serta menghabiskan waktu bersamanya, sepertinya tidak. Hampir separuh hidupnya Jihyun lebih memilih menarik diri dari lingkungan.

Seharusnya dia sadar. Hidup di lingkungan yang sangat homogen seperti ini, akan sulit baginya yang sedikit berbeda.

Pengalaman buruk saat kecil dulu, sudah cukup baginya sebagai alasan untuk tidak terlalu dekat dengan orang lain.

Eommo! Kau kenapa, Jihyun?” tanya Gaeun yang baru saja masuk ke dapur dengan membawa nampan berisi cangkir-cangkir kotor.

Jihyun segera mengusap kasar air matanya lalu menatap Gaeun datar, “Bukan urusanmu!”

Jihyun segera beranjak mengambil sapu dan membersihkan sisa pecahan kaca tanpa memedulikan Gaeun yang menatapnya khawatir.

“Setidaknya biarkan aku membantu membersihkan lukamu. Kalau dibiarkan saja, luka itu bisa infek ─”

“Kau ingin membantuku?” sela Jihyun cepat yang dijawab Gaeun dengan anggukan, “Kalau kau benar-benar ingin membantuku, menyingkirlah dan berhenti mencampuri urusanku. Aku benar-benar muak melihatmu yang tampak pura-pura peduli seperti itu.”

Jihyun membawa kantung berisi pecahan kaca dan meinggalkan Gaeun yang masih berdiri menatapnya dengan tatapan sendu.

***

Jarum jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Sowoozoo Café, kafe tempat Jihyun bekerja sudah sepi pengunjung.

Sangwoo dan tiga orang lainnya yang mendapat shift sore, sudah pulang terlebih dahulu karena memang tugas mereka hanya sampai pukul sepuluh.

Lain halnya dengan Jihyun. Dia sengaja mengambil shift pagi dan sore sekaligus sebagai cleaning service kafe tersebut, bukan sebagai pelayan kafe yang melayani pelanggan dengan senyuman manis dan busana yang cantik.

Jihyun tengah mengelap dinding kaca dalam kafe, yang menghadap ke pantai Haeundae secara langsung.

Gemerlap lampu-lampu di tepi pantai memancar indah dari kejauhan, tanpa sadar Jihyun tersenyum melihatnya. Namun, perlahan senyum itu memudar digantikan perasaan benci yang mendalam, saat gadis itu melihat pantulan dirinya di dinding kaca. Sepasang mata dengan iris yang berlainan tampak memantul di sana.

Sepasang mata dengan iris cokelat tua di sebelah kanan dan cokelat terang di sebelah kiri, membuat beberapa orang-orang di sekitarnya menjauh karena menganggapnya aneh waktu kecil dulu.

Bukan hanya menjauh, beberapa di antara mereka mulai merisaknya baik secara verbal maupun tindakan. Dan sebagai salah satu akibatnya, luka sayat memanjang mulai dari pelipis kiri hingga hampir mencapai tepian pipi kirinya.

Luka itulah yang membuat banyak orang memandangnya dengan tatapan aneh, bahkan jijik.

Seperti yang Miyoung dan teman-temannya lakukan siang tadi. Dan sebenarnya perlakuan itu sudah dia dapatkan sejak kecil.

“Benar yang mereka katakan. Luka ini, benar-benar membuatku seperti monster,” gumamnya pada dinding kaca, yang membuat kaca tersebut berembun karena ucapannya.

Tapi, mata inilah sumber segala kekacauan yang aku alami.

"Kenapa mereka selalu melakukan ini padaku? Mereka pikir aku ingin punya mata aneh seperti ini?" tanyanya lirih entah pada siapa.

Di kaca yang berembun itu Jihyun menuliskan sesuatu sembari mengingat seseorang yang telah memberinya gen heterochromia iridium ini. Gen yang membuatnya mengalami segala kepedihan yang dia rasakan sampai sekarang. Gen yang katanya istimewa, tapi malah membuatnya sengsara.

Seseorang yang bahkan tidak dia ketahui keberadaannya, pun sebaliknya. Seseorang yang menghancurkan hidupnya, dan kehidupan orang yang sangat dicintainya.

Aku membencimu!

***

Ada yang ngerasa familier sama cerita ini? Yap, cerita saya ini awalnya K-Fiction biasa dari lomba PSA 3, yang pernah terbit si Grasindo 2013 lalu. Karena kontrak sudah habis, saya tulis ulang jadi fanficton dengan revisi di beberapa bagian 🤭

Jadi, cerita ini bakal saya posting sampai tamat, karena yaaa... udah selesai nulis, cuma revisi aja yang mungkin agak makan waktu 🙈

Btw, besok Jin ulang tahun 😆 Happy birthday, WWH 💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top