Lima Belas
Dengan susah payah Taehyung menuntun Jihyun naik ke lantai atas. Jarum jam di tangannya sudah menunjukkan pukul setengah dua pagi.
Mana mungkin dia mengetuk pintu unit kakek Kim hanya untuk membantunya menggendong Jihyun yang sedang mabuk.
Dari mana saja mereka selarut itu baru pulang? Dalam keadaan Jihyun mabuk berat pula. Bukan, tentu saja bukan karena bekerja. Kafe sudah tutup sejak pukul sepuluh malam tadi.
Gaeun lah penyebab ini semua. Awalnya Jihyun menolak saat Jimin dan Gaeun mengajaknya ke karaoke sambil minum, untuk merayakan kemenangannya atas Miyoung. Namun, mereka berdua nekat menunggunya hingga pulang agar gadis itu mau ikut. Jihyun yang merasa sungkan akhirnya mau mengiakan permintaan tersebut.
Tak hanya sampai di situ, Jimin menelepon Jungkook yang saat itu tengah minum dengan Taehyung dan meminta mereka untuk menyusul ke tempat karaoke yang tak jauh dari kafe. Jadilah mereka berlima melepas penat bersama.
Jihyun sendiri harus menenggak satu botol soju sekaligus karena nilai karaokenya paling rendah. Payah sekali gadis ini, baru satu botol soju dia sudah tumbang.
Gadis itu terus meronta-ronta dan menggumam tidak jelas sepanjang perjalanan pulang mereka, sehingga dengan terpaksa Taehyung pulang naik taksi.
Dari yang Taehyung tangkap, gadis itu menggumamkan ayahnya jahat dan tidak bertanggung jawab. Lalu dia tertawa sendiri karena tidak tahu siapa ayahnya. Dia juga menyebut lelah menjadi cleaning service karena terus diganggu Miyoung.
"Kau tahu, Taehyung-ssi, aku ini sebenarnya pintar. Aku yakin bisa menembus Pusan University." Gadis yang sedang tidak sadar itu terkikik lalu tiba-tiba menangis, "Tapi aku tak mungkin melakukannya."
Taehyung mengangguk menanggapi, "Aku tahu kau gadis pintar. Jungkook pernah bercerita padaku."
Jihyun kembali terkikik mendengar jawaban Taehyung, "Kau lebih suka gadis cantik atau gadis pintar, Taehyung-ssi?"
"Entahlah. Aku menyukai keduanya," jawab Taehyung serius. Sesaat kemudian dia menggelengkan kepalanya, "Kenapa aku bicara dengan orang mabuk seserius ini? Bodohnya aku."
Sampai di depan pintu unit 07, Taehyung menyandarkan Jihyun di dinding unit. Dicarinya kunci unit di tas Jihyun, tapi dia tak menemukannya.
Taehyung sebenarnya berniat mencari di saku celana atau blazer Jihyun, tapi dia takut dikira pria yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Setengah hati pemuda itu menekan bel unit 07, dia takut ibu Jihyun terkejut melihat keadaan Jihyun sekarang.
Merasa belum cukup, dia menekan bel itu sekali lagi seraya mengetuk pintunya. Masih belum ada sahutan dari dalam, Taehyung mulai kebingungan.
Dia tak ingin mengganggu penghuni lain, tapi dia juga tak tega menelantarkan Jihyun di depan pintu unitnya begitu saja.
"Lama sekali," kata Jihyun yang tampak limbung. Tiba-tiba saja gadis itu menutup mulutnya. Taehyung mendekat untuk untuk menenangkan, sayangnya itu pilihan yang salah. Jihyun memuntah isi perutnya di mantel Taehyung, membuat pemuda itu memekik tertahan.
"Ya Tuhan, bukan maksudku membawanya ke unitku. Aku terpaksa melakukannya."
Taehyung membuka pintu unitnya setelah sebelumnya membersihkan bekas muntahan gadis itu seadanya.
Dituntunnya gadis itu masuk ke dalam, dan direbahkan di sofa ruang tengah.
Masih merasa belum tenang, Taehyung menyambar kertas yang ada di meja kecil di dekatnya. Dia menulis sesuatu di kertas itu, sebelum meletakkannya di depan pintu unit Jihyun. Pemuda itu membaca ulang tulisannya, takut jika tulisannya membuahkan kesalahpahaman.
"Ahjumma, Jihyun menginap di unitku karena semalam tidak ada yang membukakan pintu. Maafkan aku."
Taehyung mengangguk puas setelah meletakkan kertas itu di depan unit Jihyun, lalu kembali ke unitnya dan membersihkan diri.
Jihyun tampak menggumamkan lagu Give Love milik AKMU dengan suara dan intonasi yang acak-acakan. Mata gadis itu belum terpejam sepenuhnya ketika Taehyung menghampirinya.
Karena merasa kasihan melihat penampilan Jihyun dan bau muntahan yang menguar dari tubuhnya, Taehyung menyiapkan air hangat dan handuk kecil.
Diusapnya sisa-sisa make up yang menempel di wajah tembam gadis itu. Blazer yang terkena muntahan, dia lepas. Untungnya kaus putih dan celana jins Jihyun tak terkena muntahan. Sebaliknya, mantel dan celana Taehyung hampir semua terkena muntahan gadis itu.
Setelah bersih, Taehyung menaikkan selimutnya dan berbalik ke dapur meletakkan baskom air dan handuk. Belum sampai lima langkah, terdengar suara berdebum keras dari belakangnya. Jihyun jatuh dari sofa dengan keadaan tertelungkup.
Pemuda itu segera meletakkan baskom dan handuk sembarangan ketika mendengar gadis itu merintih dan memukul sofa berkali-kali.
"Kau ini jahat sekali seperti Miyoung!" serunya seraya memukul sofa, "Seperti mereka yang selalu menyontek tugasku, bibi-bibi yang menyebarkan gosip aku pembawa sial, mengataiku siluman!"
Jihyun malah menangis ketika Taehyung mendekatinya. Gadis itu masih terus mengutarakan kesedihan yang mungkin selama ini dia pendam seraya memukul sofa berkali-kali.
Sesaat kemudian gadis itu menatap Taehyung intens, "Taehyung-ssi, kenapa kau baik padaku tidak seperti mereka?"
Sekarang Jihyun malah menunjuk-nunjuk dada bidang Taehyung, "Kau jangan terlalu baik padaku. Aku takut nanti jatuh hati padamu. Padahal kau tak mungkin membalas perasaanku, kan?"
"Kau menyukaiku?" tanya Taehyung tak yakin.
Jihyun malah menggeleng, "Aku menyukai Yonghwa oppa (vokalis CN Blue)." Selanjutnya dia terkikik dan mulai bersenandung sumbang, "Oetoriya oetoriya... dara diri dara du ~ (I am a Loner - CN Blue)
"Bodohnya aku menganggap serius ucapan orang mabuk," gumamnya tertahan, tapi sesaat kemudian dia kembali menggumam, "Tapi, bukankah ucapan orang mabuk itu jujur?"
"Ah, sudahlah," lanjutnya lagi setengah hati.
"Suaramu tadi saat karaoke bagus sekali, Taehyung-ssi."
Ucapan Jihyun sukses membuatnya menatap gadis itu lekat.
"Sungguh, suaramu indah. Dengan wajah setampan ini dan suaramu yang indah, kau lebih cocok menjadi idol daripada pelayan kafe." Jihyun menepu-nepuk bahu pemuda di hadapannya ini seolah tengah memberi nasihat. "Aku akan menjadi penggemarmu yang pertama jika kau jadi artis, karena selain Gaeun kau orang yang membuatku lebih percaya diri."
Namun, kemudian gadis itu tertawa dan meracau lagi, "Ah, sepertinya aku mabuk. Iya, aku mabuk. Mana mungkin kau jadi artis. Kau terlalu tua untuk jadi trainee. Kau tak akan sanggup menerima hujatan dari netizen. Mereka kejam sekali. Bahkan lebih kejam dari Miyoung. Kau tahu itu?"
"Ya, aku tahu." Taehyung tersenyum kecil melihat Jihyun menunjuknya seolah sedang memberi info penting. "Aku tahu rasanya dihina karena berasal dari agensi kecil. Aku tahu rasanya direndahkan trainee agensi lain karena ruang latihan kami sempit. Aku tahu rasanya berbagi makanan karena agensi kami tak cukup uang memberi kami makanan yang layak. Haruskah aku menceritakan ini padamu?" tanyanya retoris.
"Cerita saja. Aku akan mendengarnya." Jihyun tersenyum lebar seperti orang bodoh.
"Baiklah, baiklah. Aku yakin besok pasti kau lupa sudah mengotori mantelku. Apalagi cerita membosankan seperti ini. Kau pasti tak akan mengingatnya. Jadi, dengarkan ini sampai kau tertidur ya," tukas Taehyung yang merasa aman bercerita pada Jihyun yang tengah mabuk.
Jihyun mengangguk seperti anjing yang mendapat makanan dari majikannya.
"Aku bukan orang yang bisa diandalkan. Aku tak pandai dalam belajar ataupun bekerja, sehingga aku merasa jauh tertinggal dibandingkan dua kakakku."
Taehyung teringat kedua kakaknya. Bukan. Dia sama sekali tak membenci mereka, hanya saja dia sendiri yang kadang merasa tak pantas menjadi adik Seokjin dan Namjoon.
"Sampai akhirnya aku melihat teman perempuan kakakku bermain piano. Aku jadi tertarik mempelajarinya. Kami jadi sering berlatih bersama, sampai akhirnya dia mengatakan suaraku indah dan mengenalkanku pada guru vokalnya."
"Baru kali itu aku memberanikan diri meminta sesuatu pada Ayahku. Padahal sejak kematian ibu, aku tak berani meminta apapun pada ayah. Baginya, aku adalah penyebab kecelakaan ibu yang saat itu menjemputku pulang sekolah."
Melihat Jihyun masih tersenyum lebar saat Taehyung menceritakan hal yang menyedihkan, membuat pemuda itu semakin yakin gadis itu tak akan mengingat ceritanya.
"Dengan bantuan Yoona noona, teman Seokjin hyung itu, aku berhasil membujuk ayah untuk mendaftarkanku les vokal dan piano. Dan kau tahu? Untuk pertama kalinya ayahku tersenyum bangga saat aku memenangkan kontes menyanyi sambil memainkan piano. Seokjin hyung dan Namjoon hyung sampai menangis saat melihat ayah memelukku bangga."
Taehyung tersenyum mengingat masa lalunya. "Sejak saat itu, ayah tak pernah membandingkanku dengan Seokjin hyung dan Namjoon hyung. Sejak saat itu pula, aku menaruh hati pada Yoona noona, yang telah banyak membantuku."
"Hah~ mungkin saat itu aku terlalu tamak hingga Tuhan menghukumku," keluh Taehyung lirih. "Aku yang masih merasa kurang pengakuan dari ayah, mendaftarkan diri untuk mengikuti audisi trainee di salah satu agensi, tanpa seizin ayahku. Beruntungnya aku lolos audisi."
"Sayangnya, alih-alih memberiku pelukan hangat saat aku memberi kabar itu, Ayah malah berang dan tidak menyetujui keputusanku. Ayah memintaku untuk fokus pada pendidikan dan menjadikan musik hanya sebagai hobi saja, tapi aku tidak mau dan hubungan kami kembali merenggang."
"Aku melanjutkan tekadku untuk menjadi trainee di agensi itu, dengan dukungan Seokjin hyung dan Namjoon hyung. Mungkin mereka kasihan padaku yang tampak sangat mencintai musik."
"Aku tak pernah menampakkan kesulitanku membagi waktu antara sekolah dan latihan, karena aku yakin suatu saat aku bisa debut menjadi idol dan membuat bangga Ayahku. Sayangnya, hingga saat ini, hal itu tak pernah terwujud."
Taehyung melirik Jihyun yang sudah terlelap entah sejak kapan. Tersenyum sekilas, pemuda itu kemudian mengangkat Jihyun menuju kamar, takut gadis itu jatuh dan berbicara tak jelas pada sofa lagi.
Dibaringkannya Jihyun perlahan di atas ranjang. Gadis itu masih bergumam tentang Miyoung yang menjambak rambutnya, sementara Taehyung hanya mengiyakan tak jelas.
"Jangan pergi, Taehyung-ssi." Jihyun tiba-tiba menarik tangannya saat Taehyung akan tidur di sofa ruang tengah karena matanya sudah terlampau berat.
"Jangan pergi. Miyoung akan menggangguku lagi jika kau pergi."
Mata yang sudah terlalu mengantuk, membuat Taehyung mengiakan keinginan orang mabuk. Setengah sadar dia berbaring di sisi Jihyun yang malah terbangun dan terkikik lagi. Entah apa kali ini yang dipikirkan gadis itu. Mata Taehyung sudah terlalu berat untuk menaggapi racauanya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top