Enam

Waktu makan siang tiba, beberapa pelayan bergantian bertugas di depan dan sebagian makan siang di ruang sudut dapur.

Tapi, tidak dengan Jihyun. Waktu makan siang dia lebih memilih menghabiskan jatah makanannya di rooftop kafe, padahal Gaeun sudah mengajaknya untuk makan bersama. Dia terbiasa seperti ini, menghabiskan makanan sendiri sambil memandangi pantai Haeundae yang tampak dari kejauhan.

Selain itu, tumbuhan herbal yang ditanam di pot-pot gantung kecil, membuat Jihyun merasa betah di sana. Ada chamomile, basil, thyme, mint, dan masih banyak lagi. Dan yang paling Jihyun sukai, wheat grass yang tumbuh hijau subur dan lumayan tinggi untuk menutupi keberadaannya.

Memang manajer Min, sangat menyukai tanaman herbal. Kata Jungkook, dulu manajer Min sendiri yang menanamnya.

Staf kafe yang lain pun jarang menggunakan rooftop, kecuali untuk tempat merokok bagi sebagian orang. Apalagi di musim dingin seperti ini, orang-orang lebih memilih makan di dalam. Namun, bagi Jihyun dinginnya udara Busan saat musim dingin tak seberapa dibanding tatapan tajam yang menusuk dari rekan kerjanya.

Angin yang menerpa wajahnya membuat Jihyun sedikit lebih tenang dan melupakan sejenak hari-hari buruknya. Walau bagaimanapun kehidupan tetaplah berjalan. Apalagi sekarang ada Gaeun bersamanya.

Jihyun kembali memusatkan perhatiannya pada makanan di pangkuannya dan mulai memakannya perlahan. Sebetulnya dia sedang tidak nafsu makan karena sedikit tak enak badan.

Perlahan dia bangkit seraya membawa cangkir kertas berisi teh ke tepian rooftop dengan batasan rendah itu. Dipetiknya bebapa pucuk chamomile dan dimasukkannya ke dalam cangkir teh. Aroma chamomile yang menguar dari sana, membuat Jihyun sedikit tenang.

Disesapnya teh tersebut seraya memandang ramainya distrik Haeundae di siang hari yang dingin ini. Jihyun meletakkan gelas tehnya di tepi tembok pembatas. Direntangkan tangannya lebar-lebar seraya menghirup napas dalam-dalam. Saking asyiknya, dia sampai tidak menyadari ada orang yang membuka pintu rooftop dan memang karena jaraknya agak jauh dari tempatnya sekarang.

Jihyun sedikit melongok ke bawah gedung. Ternyata gedung ini lumayan tinggi juga. Tanpa sengaja, cangkir teh yang dia letakkan tadi tersenggol dan jatuh ke bawah. Secara reflek Jihyun berusaha menggapainya hingga dia sendiri terpelanting.

"Jangan!!" teriak seorang pemuda keras seraya menangkap Jihyun yang hampir terjatuh. Mereka berdua jatuh di lantai rooftop yang dingin bersamaan dengan keadaan Jihyun berada di atas pemuda itu.

Jihyun mengernyit, merasa tak mengenal pemuda itu. Segera saja dia berdiri, tapi pemuda di hadapannya itu menahan tangannya.

"Tunggu. Matamu ... berbeda?" tanyanya sekaligus heran.

"Bukan urusanmu!" seru Jihyun sebal dan matanya menyipit tajam. Gadis itu segera berdiri dan membersihkan sisa debu di pakaiannya.

"Kau mau mati? Kenapa kau mau bunuh diri? Apa itu ada kaitannya dengan yang staf lain lakukan padamu?" tanya pemuda itu bertubi-tubi.
Jihyun yang ditanya seperti itu hanya bisa melongo, "Siapa yang bunuh diri?"

"Kau!"

Belum sampai Jihyun membuka mulut untuk menjelaskan, pintu rooftop kembali terbuka lebar. Seorang gadis tampak terkejut dengan apa yang dia lihat.

"Dasar kau, Monster! Beraninya kau mendekati Taehyung!" Miyoung bergegas dan menarik paksa rambut Jihyun.

Miyoung tak menghiraukan pekik kesakitan yang keluar dari bibir Jihyun. Tak tahan melihat tingkah Miyoung yang bar-bar, Taehyung melerai mereka.
"Apa-apaan kau, Miyoung! Lepaskan dia!"

"Kau membelanya? Kau membela gadis menjijikan ini?" seru Miyoung tak terima, "Apa gadis bercodet ini memberi guna-guna padamu sehingga kau membelanya?"

"Aku bahkan tak mengenalnya!" seru Jihyun setelah bisa lepas dari jambakan Miyoung dengan bantuan Taehyung.

Miyoung menyahut tak kalah keras. "Kau kira aku percaya kau tak mengenalnya?"

Giliran Taehyung yang berusaha berujar dengan menahan amarahnya, "Aku tak tahu apa yang ada di pikiranmu sampai bersikap seperti itu. Kau pikir aku tak tahu, tadi pagi kau dan dua temanmu yang menumpahkan sampah di badan badan gadis ini? Menurutmu mana yang lebih menjijikan?"

Bibir Miyoung bergetar, bukan karena udara yang terlampau dingin, tapi karena tak terima dibilang menjijikkan oleh orang yang membuatnya tertarik, "Apa isitimewanya gadis bercodet dengan mata siluman ini?"

"Mata segaris dengan iris berbeda, pipi tembam bercodet, rambut ikal meriap, muka berminyak, apa yang bisa dibanggakan darinya?" lanjutnya masih belum puas mengatai Jihyun.

Jihyun sendiri hanya terdiam melihat dua orang di depannya ribut tentang dirinya.

Taehyung tertawa lantang, "Mata siluman katamu? Oh, bodohnya. Kau seharusnya menggunakan internet dengan benear, bukan hanya stalking akun grup idolamu atau mem-bully orang lain di media sosial."

Taehyung kemudian mengambil ponsel dari saku celananya dan mengetikkan sesuatu, lalu menunjukkannya tepat di depan wajah Miyoung, "Kau bisa baca, kan? Heterochromia iridium itu gen langka. Bukankah sesuatu yang langka itu isitimewa?"

Taehyung sebenarnya tahu Miyoung pasti tak sebodoh itu. Hanya saja gadis itu perlu sedikit dipermalukan agar tak seenaknya sendiri bicara mengenai orang lain.

"Tentu saja gadis ini, maksudku Jihyun jauh lebih istimewa dibandingkan denganmu." Taehyung cepat-cepat melanjutkan sebelum Miyoung bicara lagi, "Wajah oval dengan kelopak mata ganda dan hidung mancung sepertimu ada ratusan, bahkan ribuan di Korea ini. Bukankah itu operasi dasar yang di lakukan di negara ini?"

"Cukup, Taehyung-ssi. Itu keterlaluan," ucap Jihyun mulai membuka mulut.

"Kau tak perlu membelaku, Monster!" seru Miyoung tak terima, "Awas saja kalian berdua!"

Miyoung berderap meninggalkan mereka kembali ke kafe. Sementara Taehyung pura-pura bergidik ketakutan.

"Kenapa kau membantuku? Kita bahkan tak saling mengenal." Jihyun berujar setelah Miyoung pergi.

Taehyung mengangkat bahunya. "Aku pikir kita rekan kerja. Lagi pula, sebenarnya tadi pagi aku sempat melihatmu dirundung mereka, tapi aku tak sempat membantu karena aku sudah terlambat terlalu lama. Lagi pula aku risih dengan sikapnya padaku sejak tadi."

Jihyun paham, sepertinya pemuda ini pelayan baru yang dimaksud Jungkook tadi. Gadis itu menghela napas panjang lalu berujar, "Kau membangunkan singa tidur. Miyoung tak akan menyerah semudah itu."

"Ah, sudah lupakan saja dia. Sebentar lagi waktu istirahat habis dan aku belum makan sedikit pun."

Jihyun melirik kotak makan Taehyung yang isinya berhamburan karena terbanting. Mungkin itu saat Taehyung berlari menolongnya dari bunuh diri yang Taehyung sangkakan. Jihyun lalu beranjak menuju kotak nasinya yang masih utuh.

"Mau?" tanyanya seraya menyodorkan kotak pada Taehyung setengah ragu.

Jihyun pikir, dia harus berterima kasih pada pemuda itu karena telah membelanya dari Miyoung.

Awalnya Taehyung sempat ingin menolak, tapi karena perutnya berbunyi, mau tak mau dia menerimanya.
"Kau juga belum makan, kan? Kita makan berdua saja."

Mereka berdua duduk bersila di tempat awal Jihyun menghabiskan makan siangnya.

Jihyun hanya mengerling sekejap lalu kembali melanjutkan makannya, "Kau pakai sendok, aku pakai sumpit. Tenang saja, sendoknya belum kupakai."

Taehyung mengangguk patuh. "Sepertinya kita belum berkenalan dengan benar. Aku Taehyung dan kau...Jihyun kan?"

Jihyun mengangguk sekilas. "Aneh sekali ada yang mengajakku berkenalan seperti ini."

"Maksudmu?"

Senyum sinis Jihyun kembali muncul. "Kau dengar yang Miyoung katakan tadi kan?"

Taehyung mengangguk. "Tentang matamu, luka di wajahmu, dan rambutmu yang acak-acakan?"

Jihyun tak menjawab langsung. Sampai akhirnya dia kembali berujar. "Kau tak merasa jijik?"

Taehyung seperti bercermin pada gadis di hadapannya ini. Rasa rendah diri Jihyun, pernah Taehyung rasakan. Bahkan hingga sekarang.

Memilih untuk mengalihkan topik, Taehyung menukas, "Sepertinya Miyoung dan dua temannya itu sering menganggumu. Kau tak melaporkannya pada manajer Min?"

"Aku sudah terlalu banyak merepotkan beliau." Jihyun meletakkan sumpitnya sebelum melanjutkan, "Kau pikir kafe ini butuh cleaning service? Pelayan pun bisa melakukan pekerjaan cleaning service. Tapi karena kebaikan beliau, aku bisa bekerja di sini."

"Lalu kenapa kau tak jadi pelayan saja?"

"Kau pikir mata segaris dengan iris berbeda, pipi tembam bercodet, rambut ikal meriap, dan muka berminyak pantas menyambut tamu?" tanya Jihyun seraya menirukan ucapan Miyoung yang ditujukan padanya tadi.

"Kau tak seburuk itu. Kau hanya kurang hmm... merawat diri."

Jihyun menghela napas panjang mendengar ucapan Taehyung, pemuda ini pura-pura bodoh, atau memang bodoh. "Kau pikir merawat diri tak butuh uang? Kau pikir uang bisa jatuh dari langit? Setiap hari bisa makan saja kami sudah sangat bersyukur."

"Merawat diri itu hanya dilakukan orang-orang kaya yang terlalu bingung menghabiskan uangnya," lanjut Jihyun dengan raut wajah tak suka.

Taehyung tampak tak nyaman dengan ucapan Jihyun. "Kau sepertinya membenci orang kaya. Memang apa salahnya menjadi kaya? Aku sendiri ingin menjadi orang kaya."

Jihyun menyadari ucapannya terlalu kasar, apa lagi pada orang yang belum lama dia kenal. Tapi, entahlah, Taehyung membuatnya bicara lebih banyak dari yang seharusnya dia katakan.

Apa karena hari ini ada Gaeun yang menyadarkannya untuk membuka diri? Atau karena Taehyung membelanya tadi? Entahlah. Jihyun hanya merasa, pemuda ini salah satu dari sebagian kecil orang yang tidak menjauhinya.

Kadang pemuda ini membuat Jihyun sedikit lebih percaya diri. Dan tadi apa yang dia ucapkan setelah membantunya? Matanya istimewa? Oh, yang benar saja dia. Dia pasti belum pernah merasakan dirisak karena 'berbeda'.

"Kau melamun?" tanya Taehyung sembari mengibaskan tangannya di hadapan Jihyun, "Kau pernah ada masalah dengan orang kaya?"

Jihyun menggeleng lemah, "Jika di dekatmu, aku jadi terlalu banyak bicara."

"Apa itu pujian?"

Jihyun tersenyum sinis, "Kau aneh. Benar-benar aneh. Kau sudah terlalu banyak tahu tentangku. Tapi aku belum tahu apa-apa tentangmu selain kau pelayan baru yang terlambat datang tadi."

"Kau tak perlu tahu. Kehidupanku tak menarik." Taehyung mengucapkannya seolah-olah kehidupannya adalah hal yang membosankan membuat Jihyun mengangguk pelan.

"Kau sudah selesai?" tanya Jihyun pada akhirnya ketika melihat Taehyung meletakkan sendok, "Kau turun lebih dulu. Aku menyusul."

"Apa salah jika rekan kerja makan bersama? Kau ini khawatir sekali. Ayo kita turun bersama."

Jihyun akhirnya setuju.

Mereka merapikan tempat mereka makan dan membuang sampah kotak makan di tempat sampah sudut ruangan. Tak lama kemudian, mereka berjalan beriringan menuruni tangga menuju dapur, tanpa tahu kesialan yang akan mereka hadapi berikutnya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top