Dua Puluh Tiga
"Anda sudah selesai memilih?" tanya seorang pramuniaga dengan senyuman ramah yang tampak sekali dipaksakan. Mungkin gadis itu sedikit jengkel karena sudah hampir lima belas menit Taehyung memilih dan mencoba mengoleskan lipstik di pergelangan tangan bagian dalam, tapi tidak ada dia beli.
Akhirnya pemuda itu mengangguk canggung. "Sepertinya ini saja," katanya sembari mengangsurkan tinted lipbalm berwarna peach pada pramuniaga itu. "Musim dingin seperti ini, lebih baik pakai lipbalm kan?"
"Anda benar, tapi sepertinya pilihan warna ini terlalu mencolok untuk Anda. Biasanya laki-laki lebih memilih warna nude atau tanpa warna sekalian."
Taehyung menggeleng. "Bukan untukku. Ini unt--"
"Oh, kekasih Anda?" sela gadis itu seraya tersenyum. "Pilihan yang bagus seka--"
Kini giliran Taehyung yang dengan cepat menyela ucapannya. "Bukan, ini untuk temanku. Aku akan membayarnya. Terima kasih."
***
"Ah, kenapa kau repot-repot membawakan oleh-oleh untuk Hyena," kata Namjoon saat sang adik duduk di hadapannya sembari meletakkan tas kertas kecil bertuliskan brand make up ternama.
Mereka berjanji bertemu di lobi hotel tempat Namjoon menginap, saat istirahat makan siang.
Alis Taehyung terangkat sebelah saat mendengar ucapan kakaknya, lalu melirik tas kecil yang baru saja dia letakkan di meja. "Itu? Ah, untuk temanku."
"Biar kutebak. Apakah gadis yang tadi pagi? Wah, pantas saja kau menyerah soal Yoona. Padahal dulu kau gigih sekali sampai Seokjin memintanya menerimamu."
Telinga Taehyung memerah menahan kejengkelan karena kakak keduanya ini mengingatkannya pada kebodohan yang dia lakukan dulu.
Mengehela napas kesal, pemuda itu berujar, "Sudahlah, Hyung. Kenapa kau mengingatkanku pada hal itu lagi? Aku semakin merasa bersalah dan malu pada Yoona noona dan Seokjin hyung. Dan satu lagi aku ingatkan, Jihyun itu temanku. Kami dekat karena dulu di-bully, dan aku yang membantunya."
"Di-bully karena bekas luka di pipinya ya?" tanya Namjoon hati-hati.
Taehyung mengangguk. "Ya, dan juga karena matanya."
"Jadi, itu asli?" tanya calon ayah itu dengan mata membulat sempurna. "Maksudku aku kira itu lensa kontak. Aku jadi ingat seseorang dengan gen heterochromia iridium seperti itu."
"Hyung, jangan katakan kita punya pemikiran yang sama." Taehyung mengernyit tak yakin.
"Rekan kerja Ayah," kata mereka hampir bersamaan.
Namjoon mengangguk ragu. "Walaupun sipit, warna matanya yang berbeda pun sama. Hidungnya yang serupa jambu, bibir penuh, pipi tembam, dan garis wajah yang tegas. Mirip dengan paman itu, tapi... bangaimana mungkin? Maksudku paman itu seorang ekspatriat, seingatku dari Eropa. Sementara Jihyun-ssi tinggal di Busan."
"Hyung... Jihyun pernah mengatakan dia tidak pernah mengenal siapa ayahnya, tapi... dia juga pernah mengatakan, mungkin ayahnya orang Eropa."
Namjoon menatap Taehyung intens. "Hei, jangan katakan kau punya pikiran sama denganku."
Seperti memiliki telepati, pemuda itu mengangguk. "Tapi, aku tak yakin. Aku juga tidak berani bertanya padanya. Yang aku ingat, sorot mata penuh kebencian saat menceritakan tentang pemberi gen itu."
Namjoon menepuk bahu adiknya itu. "Sudahlah. Kenapa kau jadi memikirkan hal itu? Bukannya dia hanya 'teman'?"
"Memangnya aku tak boleh peduli pada temanku?" tanya pemuda itu retoris. Wajahnya tampannya ditekuk karena jengkel dengan sang kakak yang tidak percaya dengannya.
"Sudahlah, aku kembali ke kafe dulu. Waktu istirahatku hampir habis," kata Taehyung sembari berdiri. "Nanti jadi menginap di tempatku?"
Namjoon mengangguk. "Penutupan acara sekitar pukul sembilan malam, tapi aku sengaja pesan kereta besok pagi agar malam ini bisa menemanimu minum."
Kemudian Taehyung mencari kunci unit di saku dan menyerahkannya pada Namjoon. "Ini, jangan sampai hilang karena kau ceroboh."
"Aku kira kau akan memberitahuku password unitmu."
"Gedung kami bangunan tua. Walaupun fasilitas tak sebaik gedung-gedung modern saat ini, tapi aku nyaman di sana."
"Tentu saja karena ada gadis yang membuatmu tertarik di sana," batin Namjoon, tapi pemuda itu hanya tersenyum tak mengungkapkan hal itu pada adiknya yang berpamitan, lalu menghilang di balik pintu masuk hotel.
***
"Jihyun, kita mampir dulu di minimarket sebentar. Aku akan membeli sesuatu," kata Taehyung saat mendekati arah minimarket dekat gedung tempat tinggal mereka, ketika perjalanan pulang.
Gadis itu mengiakan. Dia ingat harus membeli lipstik yang warnanya sedikit lebih mencolok agar tidak sepucat tadi. Seingatnya, ada beberapa merk di minimarket itu.
Mereka berdua masuk dan berpencar mencari keperluan mereka masing-masing. Dan saat Jihyun menuju kasir, Taehyung sudah selesai dengan belanjaannya. Terlihat ada beberapa botol soju dan kaleng bir di dalam kantung plastik itu.
"Kau mau minum?" tanya Jihyun berbasa-basi.
"Kau mau menemaniku?"
Jihyun menggeleng keras. "Kau sendiri tahu, toleransiku terhadap alkohol sangat rendah. Mungkin baru dua gelas aku sudah mabuk."
Taehyung mendengus geli, teringat bagaimana saat Jihyun mabuk dan meracau di unitnya. "Kau cerewet sekali saat mabuk. Kursi saja kau marahi."
Jihyun berdecak sebal tak menanggapi. Gadis itu bergumam tak jelas, lalu menyerahkan lipstik pilihannya pada kasir.
"Kau beli lipstik? Kenapa tidak lipbalm saja? Itu lebih baik agar bibirmu tidak kering."
Jihyun mengeluarkan beberapa lembar uang, sebelum menjawab pemuda di sebelahnya ini. "Tidak ada lipbalm di sini. Hanya ada lipstik dengan merk terbatas. Sudahlah, ayo pulang."
Taehyung mengekori Jihyun hingga akhirnya mereka sampai di unit masing-masing. Sebelum gadis itu masuk ke unitnya, Taehyung menahan bahunya agar berhenti sejenak.
"Sebenarnya aku mau memberikan ini siang tadi, tapi kau tahu sendiri bagaimana Jungkook dan Jimin selalu menggodaku saat mereka rasa aku baik padamu."
Pemuda itu membuka tas selempang yang selalu dia bawa, dan menyerahkan tas kertas kecil yang sudah tertekuk di beberapa bagian pada Jihyun.
Alis gadis itu tertaut saat menerimanya. "Apa ini?"
"Lipbalm. Aku pikir kau membutuhkannya dan cocok dengan warna ini."
Jihyun menatap Taehyung lama dan meremas tas kertas itu perlahan.
"Terima kasih, Taehyung-ssi. Tapi, aku harap ini terakhir kalinya kau membelikanku barang tanpa memberitahukannya padaku lebih dulu."
Alis Taehyung menukik tajam. "Kenapa? Apa salahnya aku membelikanmu barang yang kau butuhkan?"
"Karena aku tidak memintanya. Dan tolong jangan terlalu baik padaku," balas Jihyun ragu-ragu.
"Hei, kau ini kenapa? Apa salahnya aku berbuat baik pada temanku?" Suara pemuda itu mulai meninggi. Campuran antara lelah bekerja dan heran sekaligus terkejut dengan kalimat yang baru saja keluar dari mulut tetangganya.
"Karena kita teman, jadi tolong bersikaplah seperti sewajarnya teman. Seperti Jungkook, Jimin, Gaeun, atau yang lain. Kau tahu kan, banyak yang membicarakan kita di belakang."
Taehyung yang masih belum paham arah pembicaraan Jihyun, memegang bahu gadis itu hingga mendongak ke arahnya. "Katakan padaku. Apa ada yang menganggumu lagi?" tanyanya yang dijawab Jihyun dengan gelengan. "Lalu, kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu? Apa aku melakukan kesalahan?"
Jihyun kembali menggeleng. "Bukan kau, tapi aku. Aku... aku merasa tak nyaman karena kau terlalu baik padaku."
Sebelum Taehyung sempat membalas kalimat itu, Jihyun langsung membungkuk sekilas dan masuk ke unitnya.
***
Btw, udah pada lihat MV "That, that" belum? Yoongi kok keren banget di situ 😁
Ohiya, sekalian mumpung masih bisa update.
Selamat Hari Raya Idulfitri. Mohon maaf lahir dan batin 💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top