Delapan

Jarum jam yang melingkar di tangan kiri Jihyun sudah menunjukkan pukul 09.40, pasti manajer Min sudah memulai briefing-nya. Salahkan Taehyung yang membuatnya terjaga dan mendengarkan segala teorinya tentang mata siluman ini.

Jihyun mempercepat langkahnya ketika melihat bangunan dengan bagian depan terbuat dari kaca dan rooftop yang penuh dengan tumbuhan herbal. Di situlah dia bekerja. Sowoozoo Café.

Jihyun masuk melalui pintu samping. Untung saja hari ini bukan kewajibannya membawa kunci kafe sehingga dia tidak perlu berangkat awal. Dia segera masuk ke ruangan tempat staf biasa berkumpul untuk isitirahat dan makan siang.

Manajer Min baru saja akan memulai briefing­-nya ketika Jihyun datang. Tanpa sadar gadis itu menghela napas lega.

"Joesonghamnida, Min Bujang-nim." Jihyun menunduk karena mendapatkan tatapan dingin manajer kafe itu, lalu segera menempatkan diri bersama pegawai lain yang masuk hari itu.

Dalam briefing-nya, manajer Min berterima kasih karena banyak pelanggan yang puas dengan kinerja pelayan kafe. Beliau juga berharap semua staf meningkatkan kinerjanya dan terus semangat. Seperti biasa, briefing diakhiri dengan mengucapkan slogan mereka.

Manajer Kang melebarkan telapak tangannya di tengah kerumunan, "Sowoozoo−"

"FIGHTING!!!" seru seluruh staf termasuk Taehyung yang tampak belum terbiasa dengan seruan itu.

Seluruh staf kembali melanjutkan pekerjaannya, termasuk Jihyun yang langsung menuju dapur, tempat di mana dia seharusnya berada.

"Kau yang menyuruhku jangan terlambat, malah datang terlambat." Taehyung tiba-tiba saja sudah di sebelahnya membantu mengeluarkan cangkir dari rak penyimpanan.

Jihyun menengok kanan-kiri seolah mencari sesuatu, "Jangan dekat-dekat aku."

Taehyung menatapnya aneh, membuat Jihyun melanjutkan, "Selama di sini, berpura-puralah tak mengenalku. Mengerti?"

"Hei, aku kena masalah karena membantumu. Sekarang ini balasanmu?" tanya Taehyung pura-pura marah.

Jihyun menggeleng cepat. "Miyoung menyukaimu? Apa kau tak sadar? Jika kita berdekatan seperti ini, dia akan semakin marah pada kita."

"Aku tak peduli. Lagi pula sejak tadi aku sudah mendapat tatapan tak bersahabat dari yang lain. Aku pikir, mereka tak akan berani bertindak selama manajer Min ada di sini."

"Sudahlah, kita pasang invisible mode saja. Jangan buat masalah dengan mereka, kau tak akan pernah mau merasakan akibatnya. Aku ke belakang dulu."

Taehyung menuruti permintaan Jihyun. Dan benar saja, gadis itu benar-benar menghindarinya. Bahkan hanya membuka mulut jika ditanya. Itupun hanya sepatah dua patah kata, membuat Taehyung jengkel karenanya. Namun, sepertinya Jihyun benar, lebih baik jangan membuat masalah di sini jika dia tidak ingin mendapat peringatan berikutnya.

***

"Kalau jalan lihat yang benar!" bentak Sangwoo saat Taehyung tanpa sengaja menyenggol bahunya.

"Maaf, aku tidak sengaja," kata Taehyung seraya membungkuk. Di saat itulah, Sangwoo dengan sengaja menumpahkan sisa cappuccino di sepatunya.

"Ups! Maaf aku tidak sengaja." Pemuda itu memasang wajah menantang pada Taehyung.

Saat hendak membalas, manajer Min datang menghampiri mereka, "Ada apa ini?"

Sangwoo segera mengambil alih pembicaraan sebelum Taehyung mengadu, "Dia menabrakku dan tanpa sengaja dia ketumpahan cappuccino yang sedang aku bawa. Tapi saat aku minta maaf, dia malah mau memukulku."

Taehyung mendelik tak suka mendengar pengaduan Sangwoo berusaha membela diri, "Kau yang sengaja menumpahkannya di sepatuku."

"Min Bujang-nim, mana mungkin aku tega melakukannya. Terlebih dia anak baru. Bukankah sudah sewajarnya aku membantunya beradaptasi?" Sangwoo memasang wajah memelas yang sangat meyakinkan sehingga manajer Min percaya.

"Sudahlah. Hal seperti ini saja diributkan," lerai manajer Min, "Taehyung, bersihkan tumpahan ini."

Sangwoo menyeringai licik saat manajer Kang meninggalkan mereka, "Benar-benar tak tahu malu. Masuk dari jalur belakang, dan berani melawan seonbae. Di sini aku seniormu tahu!"

Sangwoo sengaja menuangkan sisa minuman lain di hadapan Taehyung, membuat Taehyung menarik kerah kemaja Sangwoo. "Apa maumu?"

"Ada apa ini?" tanya Yoonji dan Miyoung yang baru saja datang dari depan seraya membawa nampan berisi sisa hidangan pelanggan.

"Bukan urusanmu!" seru Taehyung geram karena selama beberapa hari ini selalu saja mendapat kesialan yang sepertinya sudah direncanakan. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Miyoung?

"Tentu saja urusanku. Bukankah waktu aku sudah bilang akan membuat perhitungan denganmu?" tanya Miyoung retoris, "Bagaimana kalau aku tambah?"

Mata Taehyung membulat sempurna ketika melihat Miyoung sengaja menumpahkan sisa minuman dari nampan yang di bawa Yoonji. Gadis itu menyeringai licik diikuti dua orang yang ada di pihaknya.

"Kalian ─"

"Mengadu saja kalau kau ingin segera dipecat dari sini," kata Yoonji seraya kembali ke dapur membawa nampannya diikuti Sangwoo.

Miyoung menatap Taehyung dengan tatapan menantang, "Itu balasannya karena kau berani mempermalukanku. Kau dan Jihyun tak akan mendapat balasannya."

Taehyung mendesah kesal karena serba salah.

***

Saat makan siang di rooftop, Gaeun dan Jihyun menatap Taehyung prihatin. Sudah beberapa minggu ini Taehyung selalu mengekorinya saat makan siang. Jihyun menyerah untuk menghindarinya karena Taehyung seperti tidak memiliki teman selain mereka.

Menurut Jihyun, sudah beberapa hari ini Taehyung diganggu Miyoung dan pengikutnya tanpa bisa melawan. Apa lagi Jimin dan Jungkook yang semula dekat dengannya, kini mulai mengambil jarak.

"Kafe ini semakin mirip neraka saja," ucap Gaeun seraya menggeleng tak percaya.

Jihyun yang telah menyelesaikan makannya, memperhatikan Gaeun dengan seksama, "Kau ke mana saja? Sering izin beberapa hari ini."

"Ah, itu ─, aku sedikit ada urusan di Seoul."

"Kenapa gugup seperti itu?" tanya Jihyun menyelidik.

"Siapa yang gugup?" balas Gaeun retoris, "Lagi pula ada yang lebih penting dari itu. Apa Miyoung masih menganggumu?"

Jihyun menggeleng keras, "Sepertinya karena kau punya rekaman itu. Jadi, Miyoung tak pernah mengangguku secara langsung, tapi sekarang pegawai lain mulai membicarakanku dengannya."

Dengan dagunya, Jihyun menunjuk Taehyung, "Setidaknya tidak separah sebelumnya, karena sekarang Taehyung-ssi yang menjadi objek mereka."

"Ya, dan mereka benar-benar menyebalkan. Ada saja kesialan yang aku alami. Mulai dari seragamku yang kotor, lokerku yang tak bisa dibuka, dan yang paling sering mereka sengaja menumpahkan minuman di hadapanku. Aku tak menyangka dulu kau diperlakukan sepeti itu." Kini Taehyung mulai angkat bicara, "Saat ini aku belum bisa melawan mereka, apa lagi mengadu pada manajer Min. Aku harus bertahan kalau tak ingin dipecat."

Jihyun tersenyum sinis. "Padahal dulu kau yang menyuruhku memukul Miyoung. Ternyata kau sendiri tak seberani itu."

"Itu ...." Taehyung tampak tak nyaman karenanya. "Masalah kita berbeda. Aku ... harus bertahan dengan pekerjaan ini."

"Kau benar-benar butuh pekerjaan ini, ya?" tanya Gaeun prihatin, "Dengan wajahmu itu, kurasa kau akan diterima bekerja di manapun."

"Itu pujian ya? Ah, terima kasih. Kau benar, aku ... sangat butuh pekerjaan ini. Aku tidak ingin bermasalah di sini, paling tidak empat bulan ini."

Alis Jihyun bertaut. "Kau hanya akan bekerja empat bulan? Kau bilang kau sangat butuh."

Taehyung tampak kebingungan, "Hmm ... bukan begitu ...maksudku ... hmm ... training! Iya, aku harus melewati masa training empat bulan ini agar tidak terkena penalti?"

"Penalti?" tanya Jihyun dan Gaeun hampir bersamaan.

"Aku baru tahu sekarang ada penalti," tukas Gaeun tak yakin. "Bukankah kau masuk lewat jalur belakang ya? Aku kira apapun kesalahanmu, kau tetap tidak akan dipecat."

Taehyung mencebik sebal. "Mudah sekali kau bicara. Jika aku dipecat, kau mau mencarikanku kerja?"

Gaeun tertawa penuh kemenangan. "Kenalanku punya online shop yang menjual pakaian. Aku pikir, kau cocok menjadi modelnya. Manfaatkan wajah tampanmu itu."

Taehyung berdecak kecil sementara Jihyun mendengus mendengarnya, "Di mana pun di sudut kota ini, atau bahkan di negara ini, memang penampilan fisik yang utama, ya? Lebih baik miskin dari pada jelek."

"Mau bagaimana lagi? Walaupun kau pintar, saat wawancara kerja, mereka lebih memilih penampilan yang menarik dibanding yang biasa saja," kata Gaeun seperti tak menyadari perubahan wajah Jihyun, "Aku saja harus menabung berbulan-bulan untuk memperbaiki lipatan mata dan hidungku."

"Bagaimana denganmu, Taehyung-ssi? Aku yakin kau juga melakukannya." Ucapan Gaeun membuat Jihyun menanti jawaban Taehyung.

"Ehm, orang-orang pasti mengira mataku yang asimetris ini hasil operasi. Padahal ini asli. Kalau hasil operasi, mana mungkin yang sebelah monolid dan satunya lagi double?" tanya Taehyung retoris, "Hidung mancung ini juga asli keturunan dari mendiang ibuku."

"Ibumu ... sudah meninggal?" tanya Jihyun terkejut yang dijawab Taehyung dengan anggukan. Pantas saja beberapa kali gadis itu melihat interaksi Jihyun dengan ibunya penuh harap saat mereka mengundangnya makan bersama.

Taehyung kini mengalihkan padangannya pada Jihyun, "Kurasa gadis seusia kalian pasti melakukan operasi 'The Basic', tapi kurasa yang kau miliki itu asli, Jihyun ssi."

"Tentu saja. Jika aku punya banyak uang untuk operasi, pasti wajahku tidak akan bercodet seperti ini!"

Gaeun yang menyadari kejengkelan Jihyun segera menyudahi percakapan tentang operasi plastik ini, "Kau jangan marah, Jihyun. Taehyung-ssi hanya bertanya."

Taehyung mengangguk mantap, "Kau tak perlu semarah itu, aku hanya bertanya. Lagi pula, kau memiliki gen langka. Itu jauh lebih baik dari seribu wajah oval dengan hidung mancung dan kelopak mata ganda yang ada di negara ini."

Gaeun terkikik geli melihat cara Taehyung meyakinkan Jihyun, "Taehyung ssi, kau ini seperti suami yang sedang meyakinkan istrimu bahwa kau tidak selingkuh."

"Mworakkano(Apa yang sedang kau bicarakan)?" sergah Taehyung dan Jihyun hampir bersamaan.

Giliran Jihyun yang menatap Taehyung tak percaya, "Kau sudah terbiasa dengan dialek Gyeongsang rupanya."

"Bagaimana aku tak terbiasa jika Jungkook dan Jimin selalu berbicara padaku seperti itu," kata Taehyung, tapi sesaat kemudian raut wajahnya berubah, "Sayang, kini mereka tak mau bicara padaku. Padahal mereka berencana mengajakku berkeliling Busan."

"Benar juga!" pekik Gaeun seraya menepukkan tangannya, "Bagaimana kalau Senin depan kita mengenalkan Busan padanya. Sudah beberapa minggu dia di sini dan hanya tahu pantai Haeundae, itu menyedihkan."

Gaeun memilih hari Senin karena dua minggu sekali kafe akan tutup pada hari Senin.

"Kita?" tanya Jihyun retoris, "Tidak, tidak, tidak. Lebih tepatnya mungkin 'kau', bukan 'kita'."

"Hei 'tetangga', kau tak mau menemaniku?" tanya Taehyung membuat Jihyun berjengit, "Tenang saja, aku yang mentraktir kalian."

"Aku tak butuh uangmu. Aku bisa bayar sendiri." Jihyun lalu berdiri membereskan kotak makannya dan menutup keras pintu rooftop.

Taehyung mengernyit heran, "Itu artinya dia setuju, kan?"

Gaeun tersenyum geli seraya mengangguk.

***



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top