Sweet Revenge
"Bocah ingusan bisa apa?"
Terdengar kikikan di beberapa sudut lingkaran kerumunan siswa yang baru saja pulang sekolah. Lapangan rumput di halaman belakang yang mengarah pada telaga hijau, kini disulap menjadi arena latihan duel dari berbagai angkatan.
Javier maju selangkah setelah namanya disebut untuk melawan seorang anak lelaki berwajah tirus yang terlihat angkuh. Lengan bajunya digulung sampai siku, sementara jubah hitamnya dia tanggalkan di belakang arena duel.
"Aku bukannya mau sombong, tapi kuharap kakak tidak akan marah kalau kulukai dan kalah," sahut Javier kalem.
Sementara itu si senior merasa tidak terima dengan ucapan Javier. Setelah terdengar bunyi peluit yang menandakan bahwa duel dimulai, sang senior tidak segan-segan untuk menyerang lebih dulu.
Senior lelaki itu ternyata seorang shapeshifter. Dia mengubah bentuk tubuhnya menjadi sesosok serigala kelabu yang buas dan langsung menerkam Javier tanpa menunggu lebih lama.
Terkaman dari kuku tajam hewan itu membuat Javier jatuh berguling di rumput basah. Saat dua kaki depan serigala itu menekan bahu Javier hingga berdarah, dia segera menendang perut sang serigala hingga terpental.
Javier buru-buru bangkit saat mendapat kesempatan, dia berlari menuju pohon besar yang berdiri kokoh di tepi telaga. Saat langkahnya hampir menyentuh akar pohon yang menyembul, serigala kelabu itu sudah kembali menerjang dan membuat Javier terbentur batang pohon.
Bukannya merasa kesakitan, Javier malah tertawa. Dia pun menyentuh batang pohon tersebut dan mengurai unsur-unsurnya agar bisa tumbuh sesuai kehendak lelaki itu. Batang pohon tersebut lantas membengkok, berubah menjadi lentur dan melilit sang serigala hingga terperangkap tanpa bisa bergerak.
"Kurasa sudah selesai," bisik Javier.
Serigala kelabu tersebut kemudian berubah menjadi lelaki tirus seperti semula. Dengan wajah merah padam karena malu telah dikalahkan bocah yang baru masuk sekolah, dia pun menyumpah dengan geram.
Sementara itu, suara tepukan tangan dari arena pertarungan duel kini terdengar. Mereka bersorak mengagumi kehebatan Javier yang mampu mengalahkan kakak tingkat yang dua tahun lebih tua dari dirinya.
***
Javier pulang dengan riang, dia tidak menyangka kalau bisa mengalahkan seniornya di acara duel antar angkatan itu. Padahal tadinya dia hanya coba-coba untuk mencari tahu seberapa besar perkembangan sihirnya setelah masuk ke High School WGAverse. Akan tetapi, kesenangan itu ternyata tidak bertahan lama.
Jalanan yang belum begitu jauh dari area sekolahyang dilalui Javier mendadak sepi, terlebih gelap karena lentera di sana tak mampu menerangi sepanjang gang yang dia lalui. Javier sadar, ada beberapa orang yang membuntuti langkahnya. Ketika dia berbalik, bayangan-bayangan hitam muncul satu per satu dari balik gelap malam. Mereka semua lelaki, bertubuh tinggi dan mengenakan jubah seperti seragam sekolahnya. Pada saat itu Javier sadar, senior yang tadi dikalahkannya memiliki dendam yang kini ingin menghajar Javier bersama komplotannya.
"Hei, bocah. Kau pasti senang karena bisa mengalahkan aku tadi, tapi sekarang akan aku buat kau sadar seberapa lemah dirimu sebenarnya," kata si senior dengan pongah.
Wajah tirusnya tersenyum miring dengan tangan yang mengusap ujung hidung. Terlihat kesombongan di wajahnya dan juga teman-temannya. Javier berdecak, keroyokan bukanlah sifat seorang gentleman. Tapi, ia bisa apa kalau si senior memang seorang pengecut yang harus membawa teman lebih dulu kalau mau melawannya.
Maka, Javier hanya mengangguk. "Baiklah, tunjukkan kekuatan hebat kakak-kakak disini. Tapi kalau kalah jangan nangis," ujarnya sambil tersenyum sinis.
Ucapannya semakin membuat para senior murka. Javier memang anak yang pemberani, itu bagus. Tapi kadang sifat pemberaninya itu memicu orang-orang menjadi musuhnya.
"Dasar bocah ingusan."
Seperti senior yang melawannya tadi, dua orang senior lain juga merupakan shapeshifter. Mereka berubah menjadi harimau, serigala, dan anjing.
Javier lagi-lagi berdecak. Ia tahu kalau dirinya akan kewalahan melawan mereka bertiga sendirian, tapi mundur juga bukan sifatnya.
Saat si harimau berlari dan akan menerjang, Javier melompat tinggi dan langsung menendang wajah harimau. Namun langsung terjatuh saat srigala menyerangnya dari belakang. Kepala Javier terbentur batu sampai berdarah dan belum sempat ia bangkit seekor anjing mengigit kakinya.
Tangannya ingin meraih batu namun serigala dan harimau tadi justru mengerumuni dirinya dan berubah kembali menjadi wujud manusia. Ketiganya tertawa dan langsung memukuli Javier bertubi-tubi sampai pemuda yang dikata bocah ingusan itu tak mampu melawan.
Namun, tak lama ketiga orang itu justru terpental jauh. Javier melihat sosok Aniella yang berdiri diatas pohon.
Javier tertawa hambar. Ia tahu bahwa gadis bercadar itu dan para senior yang sedang tertawa-tawa menjijikkan ini adalah teman seangkatan.
Sial, apa ia benar-benar akan mati konyol malam ini?
Seolah menjawab pertanyaan Javier, sebuah bola emas yang membara melesat cepat ke arah pemuda malang itu. Javier mengejamkan mata rapat-rapat, bersiap akan apa pun yang nanti akan menimpanya. Tubuhnya lemah tak berdaya, dan ia sudah pasrah. Namun, beberapa detik kemudian ia tak merasakan perbedaan apa pun, dan sebaliknya malah terdengar teriakan kesakitan dan jeritan melengking yang meminta ampun.
Begitu membuka mata, Javier terbelalak tak percaya. Bola api emas itu mengejar-ngejar komplotan senior yang sebelumnya menghajar Javier, memborbardir mereka dengan sengatan panas sampai membakar pakaian mereka sampai hampir habis. Javier kembali menutup mata. Bukan karena takut atau tidak tega melihat mereka tersiksa, melainkan ia tidak mau menodai netra sucinya dengan pemandangan yang bisa membuatnya trauma seumur hidup.
“Aniella! Hentikan semua ini! Kau sudah gila!?”
“....”
Aniella tidak merespon apa pun, dan tetap menyerang mereka dengan sihirnya. Lebih tepatnya, sihir Rhea yang merupakan familiar gadis itu. Aniella adalah seorang summoner, jadi ia tidak perlu repot-repot mengeluarkan kekuatan sihirnya sendiri.
“Peraturan sekolah nomor 35. Segala masalah yang terjadi di antara siswa, bisa diselesaikan salah satunya dengan duel yang disetujui kedua belah pihak. Pertarungan tak seimbang seperti ini hanya mencerminkan seorang pengecut. Bukan begitu, Jake?”
Salah satu dari mereka menatap Aniella tajam, merasa tertampar dengan kalimat menohok tersebut. “Tidak usah ikut campur urus—Uwaaaahhh!”
Namun, detik berikutnya ia kembali berteriak karena ada bola api yang tiba-tiba membakar alisnya.
“Dua minggu lagi. Kalau kau masih punya dendam yang belum terbalas, datang ke arena duel dua minggu lagi. Kalian bisa bertarung sepuasnya di sana.” Aniella lantas menatap Javier. “Bagaimana, kau setuju dengan itu?”
Mengerahkan sekuat tenaga agar tetap sadar, energi Javier terlalu lemah hanya untuk mencerna kata-kata Aniella. Laki-laki itu akhirnya hanya mengangguk kecil sebelum matanya kembali terpejam dan tubuhnya jatuh ke tanah.
***
“Astaga! Kenapa kondisimu bisa jadi seperti ini?!”
Juliana, siswi yang sedang bertugas menjaga klinik sekolah saat jam malam, memekik ngeri ketika melihat Javier muncul di pintu masuk, dipapah oleh Aniella.
Dengan cepat Juliana membaringkan Javier, lalu mulai merapal mantra. Sebagai penyihir medis, Juliana bisa menyembuhkan luka luar maupun dalam dengan sihirnya. Namun, luka di sekujur Javier cukup dalam dan parah, hingga memaksa Juliana mengerahkan lebih banyak kekuatan sihir sampai peluh memenuhi kening dan lehernya.
“Terima kasih. Kau hebat, sampai tidak ada luka yang tersisa sedikit pun.” Javier tersenyum riang begitu proses penyembuhan selesai. Sama sekali tidak terlihat bahwa ia sebelumnya dalam kondisi mengenaskan.
Juliana hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. Ia lantas memberikan beberapa ramuan untuk Javier, mengantisipasi jika ternyata ada luka dalam yang tidak terjangkau oleh sihir Juliana.
Javier menerima dengan senyum lebar terlukis di wajah, mengucapkan terima kasih sekali lagi sebelum berpamitan dan berlari keluar.
Namun, Javier sontak berhenti ketika ia melihat para senior yang berada dalam keadaan lebih mengenaskan darinya, datang dengan digotong tandu oleh Petugas Keamanan Sekolah. seketika Javier teringat dengan ucapan Aniella, yang bertanya apakah Javier menyetujui dengan diadakannya duel.
Perlahan, seringaian miring tercetak di wajah mulus Javier. Duel? Siapa takut? Ia memang kalah karena kekuatan lawan tidak seimbang. Namun, Javier merasa percaya diri bahwa ia mampu mengalahkan lawannya jika pertarungan dilakukan secara adil.
Selama dua minggu sampai hari duel tiba, Javier berlatih keras ditemani Juliana yang selalu siap menyembuhkan lukanya ketika latihan. Di sisi lain, Jake juga berlatih dengan keras setiap hari di arena latihan yang berbeda dengan Javier. Namun, ada sesuatu yang diam-diam Jake persiapkan untuk melawan Javier.
Hari pertandingan tiba, arena duel langsung penuh oleh penonton. Javier dan Jake saling berhadapan dan melancarkan serangan satu sama lain ketika Aniella memberikan aba-aba, menimbulkan suara ledakan dan desingan yang memekakkan telinga.
Pertandingan didominasi oleh Javier, sedangkan Jake semakin terdesak. Saat Javier akan melancarkan serangan terakhirnya, tiba-tiba Javier terpental dan menabrak dinding pembatas arena.
Javier merasakan energi pekat yang membuat dadanya sesak. Energi itu menguar dari Jake, membuat Javier mengernyit heran. Tidak seharusnya Jake punya energi sihir sebesar ini. Kecuali–
Javier mendecih. Ia tahu apa yang terjadi pada Jake sekarang. Lelaki itu telah meminum ramuan untuk meningkatkan kekuatan sihir secara drastis dalam waktu instan.
Ramuan tersebut bukanlah ramuan berbahaya, karena seluruh murid sudah biasa meminumnya setiap mereka menjalankan misi dari sekolah untuk membasmi monster. Namun, ramuan ini sangat dilarang di arena duel, karena sudah jelas hal itu merupakan kecurangan.
“Cih! Pengecut.”
Javier bangkit dengan susah payah. Ia tidak mau menyerah. Apalagi melihat Juliana dengan ekspresi cemas menatapnya. Kalau ia kalah, Jake pasti akan semakin pongah dan menindasnya.
Mengerahkan semua sisa energinya, Javier mulai berkonsentrasi. Detik berikutnya, tanah yang dipijaknya bergetar hebat, merambat sampai seluruh lantai arena ikut bergetar.
Jake berteriak dan memprovokasi Javier, tetapi laki-laki itu tidak mengacuhkannya. Aniella pernah berkata padanya saat menemani latihan, bahwa sifat sembrononya bisa membuatnya celaka. Javier ingat, untuk tidak terpancing oleh apa pun yang tidak berguna.
Kesal karena tidak diabaikan, dengan geraman buas ia berubah dan menerjang Javier. Ketika jarak mereka semakin dekat, Javier tiba-tiba mengayunkan tangannya ke depan. Dalam sekejap, pilar raksasa muncul tepat di bawah Jake, melemparnya tinggi ke udara.
Belum sampai di situ, Javier kembali mengayunkan tangannya. Pilar seketika berubah menjadi bentuk kepalan tangan raksasa, menghantam tubuh Jake sampai ia terbanting kembali ke tanah dengan keras, sampai-sampai membuat cekungan besar.
Pertandingan otomatis dimenangkan oleh Javier, mengundang sorakan dari penonton yang menggemparkan arena.
Remaja lelaki itu masih tergeletak di tanah ketika semua orang sudah pergi. seorang perempuan bercadar berjalan mendekat, mengetuk-ngetuk bahu Jake dengan ujung kakinya.
“Aku tahu kau tidak sepenuhnya pingsan. Bangun atau aku sendiri yang akan membangunkanmu.”
Sontak Jake melompat bangun. Sakit di tubuhnya ia tahan, melihat ekspresi Aniella yang tidak bisa dianggap remeh. Sepertinya gadis itu tahu bahwa Jake sudah berbuat curang. Saat Aniella mengeluarkan jarum-jarum miliknya dari dalam tas, saat itu juga keringat dingin mengucur dari sekujur tubuh Jake.
Detik berikutnya, terdengar teriakan yang terdengar sampai luar arena. Ketika suara itu mereda, muncul Jake yang dibopong oleh beberapa siswa medis, kondisinya begitu menyedihkan. Tidak ada luka yang berarti pada tubuh remaja itu, tetapi raut wajahnya terlihat seperti orang yang telah melakukan hal paling memalukan di dunia.
Aniella keluar dari arena beberapa saat kemudian, melenggang santai sendirian, masuk ke dalam gedung asrama.
THE END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top