Extra Part

HAI! Apa kabar? Semoga selalu baik baik aja yaa😍

Hari ini aku bawa extra part, yang akan jadi penutup dari cerita ini. Tapi kalo kalian masih kangen sama Tiara & Aulion, silakan mampir ke Karyakarsa. Kebetulan kemaren aku baru update 3 bab baru yang gak akan diupload di wattpad.

Selamat membaca❤

•••

Ini adalah hari ketujuh aku menjadi istri dari seorang pria bernama Aulion Atmaja. Sejauh ini yang kurasakan hanyalah kebahagiaan. Tiada hari yang kulalui tanpa senyum dan hati yang membuncah bahagia. Terkadang aku masih merasa jika semua ini hanyalah mimpi.

Pertama kali aku bertemu dengan Aulion saat masih SMA. Kami dekat selama beberapa waktu dan tanpa sadar aku jatuh cinta padanya. Lalu, kami berpisah dan setelahnya aku mendapati fakta yang membuatku harus memendam rasa cintaku padanya.

Tak pernah terpikirkan dalam benakku jika Aulion pada akhirnya akan menjadi milikku.

Takdir seakan-akan memutarbalikkan roda kehidupanku dan membuatku berakhir bersamanya, menjadikan pria itu sebagai suamiku, milikku seutuhnya.

Ini adalah berkah yang benar-benar luar biasa dalam hidupku.

Aulion adalah kado terindah yang Tuhan berikan padaku setelah kesengsaraan yang sudah kuhadapi sejak aku hadir ke dunia ini.

Tuhan memang adil. Setelah serangkaian kesulitan yang harus kuemban dalam hidupku, di akhir cerita aku mendapatkan keberkahan yang luar biasa lewat Aulion dan keluarganya.

“Selamat pagi, Sayang!”

Aku mengangkat kepalaku dari masakanku yang masih berada di atas penggorengan, berpaling pada seseorang yang baru saja menyapaku dengan lembut, suamiku.

“Selamat pagi, Mas,” sahutku, tak lupa memberikan senyum lebar padanya.

Aulion berjalan mendekatiku. Wajahnya terlihat segar. Tubuhnya pun sudah dibalut oleh setelan kerjanya yang formal. Kemeja putih dan celana bahan berwarna biru gelap, juga jas yang sewarna dengan celananya. Hanya saja dasinya kini masih ditenteng di satu tangannya.

“Wangi banget.”

Dia sudah berdiri di belakangku, dan tentu saja langsung memelukku dari belakang sembari menjatuhkan dagunya di pundakku. Lengket seperti lem.

“Hari ini nasi goreng lagi, nggak papa, kan?” tanyaku, yang sudah kembali berkutat pada nasi goreng yang masih setengah matang di atas kompor.

“Apa pun masakan kamu, pasti bakal aku makan, Sayang.”

“Kalo aku masak rumput bakal kamu makan juga?” tanyaku meledek.

Aulion terkekeh. “Emang kamu tega ngasih aku makan rumput?”

Gantian aku yang tertawa, kemudian geleng-geleng kepala karena tingkahnya yang kadang selalu menggemaskan.

Aulion memang tidak banyak protes. Dia selalu menerima apa pun yang kusajikan. Benar-benar suami idaman sekali, bukan?

Tetapi sejujurnya pagi ini aku sudah berniat untuk masak makanan lain selain nasi goreng karena sudah dua hari ini aku terus memberi Aulion sarapan nasi goreng. Sayangnya pagi ini aku bangun terlambat dikarenakan kegiatan “ranjang panas” kami tadi malam. Alhasil, nasi goreng adalah pilihan yang tepat untuk saat ini.

“Coba cicipi.” Aku mengambil sendok seraya mengecilkan api kompor, menyendok sedikit nasi goreng sebelum menyodorkannya pada Aulion. “Enak nggak?”

Aulion melepas dekapannya dari tubuhku, mengambil posisi berdiri di sebelahku dan melahap nasi goreng tersebut, kemudian mengunyahnya perlahan. Sementara aku tak henti memerhatikan ekspresi wajahnya yang berubah-ubah.

“Selalu enak,” jawabnya dengan kedua jempol yang diacungkan padaku, juga cengiran lebar usai menelan nasi goreng tersebut.

Aku tersenyum sumringah lantas mematikan kompor. “Ya, udah, sana tunggu di meja makan. Biar aku siapin dulu semuanya.”

“Aku bisa bantu,” ujar Aulion dengan cepat.

Kuhentikan sejenak kegiatanku yang hendak memindahkan nasi goreng dalam penggorengan ke sebuah mangkuk yang cukup besar hanya untuk menatap Aulion. Aku pun mendengkus geli dan membiarkannya membawa semangkuk nasi goreng tersebut ke meja makan.

Aku dan Aulion sudah sama-sama berada di meja makan setelah menyiapkan peralatan untuk sarapan.

“Selamat makan, istriku,” ucapnya dengan lembut, disertai dengan kedipan sebelah matanya di akhir kalimat.

Lagi-lagi aku terkekeh dan hanya memberinya anggukan sebagai tanggapan.

Aulion sangat pandai menyenangkanku sebagai istrinya. Walaupun kegiatan seperti ini sudah sering kami lakukan bersama, entah kenapa rasanya berbeda setelah status kami berubah menjadi suami istri. Tingkat kebahagiaanku naik sebanyak seratus persen.

Kalau sikap manis Aulion terus bertahan dalam jangka waktu yang lama, aku yakin aku akan awet muda. Sebab, bersamanya aku sering tersenyum dan tertawa bahagia.

“Nanti aku pulang jam tiga,” pungkas Aulion setelah kami selesai sarapan.

“Kok cepet banget?”

Aulion bangkit dari kursinya, berjalan melintasi meja makan dan menarik kursi kosong di sisiku untuk ditempatinya. Dia menyerahkan dasinya padaku. “Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat.”

Aku mengernyitkan dahiku sembari memutar posisi dudukku agar berhadapan dengannya. Lalu, menerima dasi tersebut darinya, paham betul dengan isyaratnya yang memintaku untuk memasangkan benda tersebut padanya.

“Ke mana?” tanyaku, yang dengan telaten memasang dasi tersebut di seputar lehernya.

“Rahasia.”

Aku menatapnya sekilas dengan decakan. “Jangan bikin penasaran, deh.”

Dia hanya tertawa, dan malah menggodaku dengan menaikturunkan alisnya.

“Aduh!”

Pekikan tersebut keluar dari mulut Aulion ketika aku dengan sengaja menarik kuat ikatan dasinya hingga membuat lehernya tercekik. Lantas kujulurkan lidahku padanya dan bangkit dari dudukku untuk mulai membereskan meja makan.

Rasain! Suruh siapa main rahasia-rahasiaan.

•••

Jam tiga kurang lima belas aku sudah rapi dengan celana jeans ketat yang membungkus kedua kakiku sampai ke mata kaki. Juga atasan berupa tank top yang kulapisi dengan sweater rajut model crop.

Rambut sepunggungku kubiarkan tergerai tanpa kucatok sama sekali. Sementara wajahku hanya kupoles dengan bedak tipis dan lipstik warna nude yang tidak terlalu mencolok.

Sejak setengah jam yang lalu, Aulion sudah memborbardirku dengan mengirimkan beberapa pesan, memintaku untuk bersiap karena dia akan mengajakku ke suatu tempat—yang aku sendiri tak bisa menebak ke mana dia akan membawaku.

Berbeda dengan Aulion yang masih bekerja, statusku kini hanyalah seorang ibu rumah tangga yang benar-benar merasa bosan karena tak punya pekerjaan apa pun selain tinggal di rumah saja.

Syukurnya hari ini aku memiliki kegiatan yang setidaknya bisa meminimalisir rasa bosanku di rumah. Sedari pagi aku sibuk mengepak barang-barangku dan Aulion karena kami akan berangkat ke Amerika besok pagi untuk bulan madu.

Ini akan menjadi liburan pertamaku di Amerika. Aku sangat amat bersemangat. Kalau aku tidak menjadi istri Aulion, mungkin pergi liburan ke Negeri Paman Sam hanya akan menjadi angan semata bagiku.

Aku benar-benar tak henti memanjatkan puji dan syukur pada Tuhan yang telah memberikan suami kaya raya untukku.

Menurutku Aulion terlalu sempurna. Dia tampan. Kaya. Sikapnya penuh kelembutan dan perhatian.

Aku seperti tak menemukan celah sedikit pun untuk mencari kekurangannya.

“Sayang? Tiara!”

Suara Aulion yang berteriak memanggilku tedengar di telingaku. Aku sama sekali tak mendengar kedatangannya. Buru-buru aku keluar dari kamar dan langsung mendapati sosoknya di hadapanku.

“Udah siap-siap, kan?” Dia memerhatikanku dari atas ke bawah.

Aku mengangguk. “Mau pergi sekarang?”

“Iya. Ayo!”

Dia sudah menggandeng tanganku, tetapi langsung aku tarik kembali karena aku harus mengambil tasku yang tertinggal di atas ranjang.

“Ambil tas dulu,” ucapku yang melangkah kembali ke kamar dengan cepat.

Setelahnya, aku dan Aulion bergegas pergi ke lantai dasar apartemen, menghampiri mobilnya yang terparkir di sana. Dan sepanjang jalan, Aulion terus menggenggam tanganku.

“Mau ke mana sih, Mas?” tanyaku setelah kami berada di dalam mobil.

Aulion berpaling padaku hanya untuk menunjukkan senyum misteriusnya. “Tahan dulu rasa penasarannya. Lokasinya nggak jauh, kok, dari sini.”

Aku hanya mengembuskan napas panjang sembari mengenakan sabuk pengaman. Dan aku tak bisa berhenti menebak-nebak di dalam hati.

Seperti kata Aulion, lokasinya memang tidak jauh dari apartemen kami. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit untuk tiba di sini, di sebuah bangunan kecil bertingkat yang tampak seperti sebuah ruko dan terletak di pinggir jalan.

Aulion segera mengajakku turun. Keningku berkerut penuh kebingungan saat dia memiliki kunci dari ruko tersebut.

“Mas, kamu nggak mau maling, kan?” tanyaku yang sedari tadi berdiri di sisi Aulion yang tengah membuka ruko tersebut.

Dia terbahak keras. “Mana ada maling seganteng ini, Sayang.”

Aku berdecak mendengar jawabannya yang penuh kenarsisan itu.

“Mulai saat ini, ruko ini jadi milik kamu,” kata Aulion setelah berhasil membuka ruko tersebut yang bagian dalamnya masih kosong melompong.

Kalimatnya barusan jelas membuatku diserang kekagetan. “Maksudnya?”

Aulion menggandeng tanganku, mengajakku masuk ke dalam. Kami berhenti di tengah-tengah ruangan dengan Aulion yang tiba-tiba menghadap ke arahku sembari memegang kedua pundakku dengan erat.

“Waktu kamu masih kerja, kamu pernah bilang kalo kamu pengen ngumpulin duit buat buka toko bunga. Dan sekarang aku kasih ruko ini untuk kamu, untuk dijadikan sebagai toko bunga yang selama ini kamu pengen,” kata Aulion dengan sorot yang menatapku lekat. Juga senyum lebar yang menaungi bibirnya.

Aku mengedip beberapa kali dan terdiam untuk sesaat. Shock karena Aulion masih mengingat keinginanku sekitar tiga tahun yang lalu, tatkala aku mulai merasa penat dengan pekerjaanku di kantor dan berpikir untuk resign.

Ya, Tuhan! Lagi-lagi sikapnya berhasil mengejutkanku.

“Mas, kamu ... serius?”

Aulion mengangguk yakin seraya meremas pelan pundakku. “Aku serius, Sayang. Ini untuk kamu. Setelah nanti kita pulang liburan, kamu bisa langsung bikin layout untuk toko bunga kamu ini. Atau kalo mau sekarang juga boleh. Jadi, pas kita pulang nanti, kamu bisa langsung buka tokonya.”

Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku yang gemetar. Rasanya bagai mimpi. Aku tidak menyangka Aulion akan membahagiakanku sampai sejauh ini.

Aku tidak menanggapi ucapannya tentang kapan toko ini akan dibuka. Hal yang kulakukan setelahnya adalah memeluk suamiku ini dengan erat.

“Makasih banyak, Mas. Aku bener-bener seneng banget.”

Aulion balas memelukku. “Sama-sama, Sayang. Apa pun untuk kamu.”

•••

Sekian cerita Sweet Partner! Makasih banyak untuk kalian yang udah support aku dalam berbagai bentuk. Love you guys so muach😘

Kalo kangen sama Tiara & Aulion, silakan mampir ke Karyakarsa, ya.

Sampai ketemu di ceritaku yang lainnya🥰🖐

12 Desember, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top