Bab 26

HAI!

Karena bab kemaren rame, jadi kita ketemu lagi hari ini🤭

Terus ramekan seperti biasa, ya. Vote dan komen yang banyak🤗💃

Selamat membaca❤

•••

Relung hatiku tak sepenuhnya diisi dengan kebahagiaan setelah menerima kenyataan bahwa aku tengah hamil. Bahagai malah hanya hadir setitik. Selebihnya yang kurasakan hanyalah kegundahan.

Setetes air mata sempat keluar saat melihat janin yang tumbuh dalam rahimku, yang entah menyiratkan kegembiraan atau kesedihan.

Aku sungguh merasa bingung dengan berita mendadak yang baru saja kuterima. Tak pernah sekalipun terbayang dalam pikiranku jika aku akan hamil di luar nikah. Padahal, aku sudah mengusahakan untuk tidak hamil dengan cara menggunakan KB. Entah apa yang terlewat olehku sampai bisa jadi seperti ini.

Rasa takut akan penghakiman pun mulai merasuki benakku, membuat pikiranku jadi semakin runyam.

Aulion langsung bangkit dari duduknya begitu melihatku yang baru keluar dari ruang dokter. Sepertinya dia tak sabar mendengar tentang penyakit yang kuderita dan ingin memastikan jika aku memang baik-baik saja.

Kucoba mengembangkan senyum sembari menormalkan raut wajahku agar Aulion tak menaruh curiga. Lantas, aku mulai berjalan menghampirinya yang wajahnya berkerut tak sabar.

“Apa kata dokter? Kamu nggak apa-apa, kan?” Tanpa basa-basi dia memborbardir pertanyaan untukku begitu aku tiba di hadapannya.

Aku menyentuh satu tangannya dengan tetap mempertahankan senyum dalam wajah. “Asam lambungku kumat.” Dan itu menjadi jawaban yang kuberikan untuknya.

Sebuah kebohongan.

“Cuma perlu makan teratur dan banyak minum, Mas. Aku nggak sampe sekarat, kok,” kelakarku, mencoba mencairkan suasana di antara kami yang sejak pagi tadi diselimuti awan mendung.

Aulion terdengar menghela napas panjang, menarikku dengan lembut hingga jatuh di dadanya. Kemudian kurasakan usapan lembut jemari panjangnya di sepanjang rambutku yang tergerai.

Tanpa sadar aku memejamkan kedua mataku begitu masuk ke dalam dekapannya. Tanganku memegang baju Aulion dengan remasan erat. Berbondong-bondong kata maaf tidak henti kuucapkan meski hanya sebuah lirihan yang tak akan sampai ke telinganya.

Aku masih shock dengan kehamilanku. Bukannya ingin membuat drama dengan tidak memberi tahu Aulion tentang hal tersebut, aku hanya butuh menenangkan diri sejenak dan menikmati liburan yang akan berakhir besok.

Pikiranku sudah cukup lelah dengan rentetan kejadian yang menimpaku sejak berhari-hari yang lalu. Aku hanya ingin menjeda semuanya. Reaksi Aulion tentang kehamilanku pun belum terbayang dalam benakku, aku masih sibuk meraba-raba.

Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk menikmati waktu yang ada selama liburan walau kemarin Jihan sempat menggangguku. Aku ingin membebaskan pikiranku walau hanya sejenak. Dan yang jelas, begitu kami pulang nanti, aku akan langsung memberi tahu Aulion perihal kehamilanku.

Besok.

Besok aku langsung memberitahunya.

•••

Lantunan lagu klasik terdengar di seantero halaman belakang vila. Terlihat di mataku ayah dan bunda sedang berdansa mesra, yang tentu saja langsung mendapat sorakan girang dari Lana dan Anya. Juga tatapan jengah dari Ian. Sementara aku hanya menerbitkan senyum lebar dengan binar di kedua mataku. Dan Aulion beberapa saat yang lalu izin untuk mengangkat telepon.

Untuk kedua kalinya aku berhasil melawan perintah Aulion yang sempat memaksaku untuk pulang. Tubuhku memang sudah lebih fit dari sebelumnya. Hanya tersisa sedikit rasa pusing yang sesekali masih menyerang kepalaku.

Sekembalinya kami dari rumah sakit, Aulion tidak banyak bertanya. Dia sepenuhnya percaya dengan pengakuanku tentang asam lambung. Dan tentu saja aku juga berbohong pada keluarga Aulion yang lainnya.

Barangkali reaksi Aulion tatkala mendengar kabar kehamilanku biasa saja atau mungkin cenderung bahagia, tetapi aku tidak tahu bagaimana tanggapan bunda nantinya. Yang muncul dalam kepalaku pertama kali pastilah bunda akan sangat kecewa.

Memikirkan itu, senyumku perlahan luntur. Tetapi dengan cepat kuenyahkan segala pikiran-pikiran buruk yang mampir. Aku benar-benar ingin menikmati waktu santai.

“Nggak asyik banget lagu orang tua,” gerutu Ian begitu ayah dan bunda menyelesaikan dansa mereka dan bergabung bersama kami yang duduk berjajar di sofa.

“Bunda pukul kamu ya, Ian,” balas Bunda, melirik Ian dengan kesal dan sudah mengambil ancang-ancang untuk memukul Ian dengan dompetnya.

Ian hanya tertawa kecil, kemudian berjalan menuju speaker dan mengganti lagu yang lain untuk diputar. Lana buru-buru menghampiri Ian, me-request lagu agar dia bisa bernyanyi.

Dan terdengarlah lagu hits milik Olivia Rodrigo yang berjudul Good 4 You, dinyanyikan oleh Lana dan Ian menjadi backing vocal gadis itu, yang malah lebih bisa dibilang sebagai perusak suara Lana yang sudah sangat enak didengar.

“Ih, Abang! Sana, deh. Ngerusak nyanyianku aja,” tukas Lana usai menyelesaikan bagian refrain. Dia menendang Ian, tetapi seperti biasa, pemuda itu malah balik mengejek Lana.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dengan kekehan geli. Sangat terhibur dengan cekcok kakak-beradik tersebut.

“Bunda, Ayah, happy anniversary, ya.” Aku menghampiri ayah dan bunda untuk menyampaikan ucapan selamat. Tak lupa memberi pelukan singkat pada dua orang yang sudah seperti orangtuaku sendiri.

“Makasih, Sayang.” Bunda memberi kecupan hangat di dahiku. “Semoga kamu sama Aulion bisa langgeng seperti Ayah dan Bunda, ya.”

“Amin,” jawabku, dengan senyum yang bertambah lebar. Kemudian aku kembali duduk di tempatku semula, di samping Anya yang sedari tadi entah mempunyai kesibukan apa dengan ponselnya.

Seperti yang sudah direncanakan, malam ini kami merayakan ulang tahun pernikahan ayah dan bunda. Acara dibuat sesederhana mungkin. Hanya sekadar memotong kue dan makan malam bersama. Juga tak lupa memberikan kado pada ayah dan bunda.

Saat ini kami tengah bersantai di halaman belakang vila yang terletak di lantai dua. Duduk sembari berbincang di sofa yang berbentuk L yang letaknya di depan kolam renang. Sementara pemandangan di depan adalah gambaran pantai yang luas dengan deburan ombaknya yang begitu tenang.

Ian dan Lana masih sibuk bernyanyi di sana. Tak lama setelahnya, Anya yang memiliki suara paling bagus di antara kami pun ikut bergabung setelah mendapat paksaan dari Ian.

Senyumku bertahan dalam waktu yang lama. Sesekali tawa kecil ikut bergabung saat melihat keributan antara Lana, Ian, dan Anya. Aku sudah jauh lebih rileks sekarang. Lalu, tanpa sadar telapak tanganku jatuh di atas perut dan memberi usapan lembut di sana sembari terus menonton ketiga orang yang tengah bernyanyi.

Lagu demi lagi terus dinyanyikan, tetapi kemudian Lana dan Ian meninggalkan Anya bernyanyi sendirian, menyanyikan lagu milik Bruno Mars yang berjudul Marry You dengan serius.

Kedua mataku menyipit saat semua yang ada di sini menjatuhkan tatapan mereka padaku. Aku yang dipandang sedemikian rupa jelas merasa gelisah dan terus membetulkan posisi dudukku.

Lagu yang Anya nyanyikan terus berlanjut sampai selesai. Sementara aku masih merasa kebingungan dengan situasi yang terjadi saat ini.

Kemudian mic berpindah kembali pada Lana. Kali ini pun sama, pandangannya tetap bertaut padaku dengan senyum lebarnya. Saat mataku berkeliling, aku mendapati bunda yang tengah melakukan panggilan video dengan Lara, tetapi kamera ponselnya diarahkan kepadaku.

“Mbak Tiara.” Aku kembali berpaling ke depan, menoleh ke arah Lana yang tiba-tiba menyebut namaku. “Makasih udah datang ke kehidupan Abang. Makasih udah mau jadi bagian dari keluarga kami. Makasih udah jadi sosok kakak perempuan yang luar biasa buat aku dan Lara.”

Aku menegakkan posisi dudukku. Sebelah alisku terangkat, benar-benar habis dimakan rasa bingung.

“Pokoknya aku beruntung banget bisa kenal sama orang sebaik Mbak Tiara.” Lana melanjutkan kalimatnya yang belum selesai. “Mbak Tiara, please jadi kakak ipar aku, ya? Abang udah nunggu di sana. Nggak sabar mau ngelamar Mbak.”

Kalimat terakhir Lana membuat jantungku mendadak berdegup kencang di dalam sana. Kemudian kuikuti arah pandang Lana yang mengarah ke belakang tubuhku. Dan aku langsung menutup mulutku begitu menemukan Aulion yang berdiri di belakangku dengan cincin dan buket bunga di masing-masing tangannya.

Aku tak bisa berkata apa pun. Lidahku terasa kelu dan seluruh tubuhku serasa membeku. Aku bahkan tak bisa bergerak sama sekali. Hanya mataku yang bergerak mengikuti Aulion yang kini sudah bersimpuh di depanku.

Ya, Tuhan! Lamaran dengan cincin dan bunga. Seperti yang pernah Aulion janjikan waktu itu.

“Tiara, sama seperti Lana, aku juga merasa sangat beruntung bisa kenal sama orang sebaik kamu. Kamu membuatku menjadi lelaki yang paling bahagia. Dan kamu yang membuatku benar-benar percaya dengan cinta dan ketulusan. Jadi, menikah denganku?”

Serangkaian kalimat yang terdengar indah di telingaku itu disuarakan dengan penuh kasih oleh Aulion. Juga senyum yang begitu lebar di wajahnya, yang membuat dewi batinku meleleh di dalam sana.

Untuk sesaat, aku mencoba menenangkan kekagetan yang menyerangku tanpa ampun. Lalu, kutarik tanganku dari mulut dan beralih mengambil buket bunga dari Aulion. Dan aku pun mengangguk.

“Ya,” jawabku, yang pada akhirnya meneteskan sebulir air mata bahagia.

Seruan sebagai bentuk selebrasi pun menyambut jawabanku. Tepuk tangan juga kudengar riuh saat Aulion menyematkan cincin tersebut ke jari manisku. Dan aku tak bisa berhenti menangis haru.

“Wah! Kayaknya aku ketinggalan acara lamarannya, nih.”

Namun, suasana haru dan bahagia itu harus terhenti ketika ada tamu tak diundang yang tiba-tiba hadir di antara kami.

Tanpa menoleh ke sumber suara, aku sudah tahu jika ucapan bernada cemoohan barusan adalah milik Jihan. Tangisku berhenti seketika bersamaan dengan tubuhku yang membatu.

Bukan hanya itu saja kejutan yang kudapat dari Jihan. Ketika aku berpaling ke arahnya, sontak kedua mataku membelalak lebar dan buket dalam genggamanku jatuh begitu saja.

Jihan tidak datang sendirian. Dia turut membawa ayahku bersamanya.

•••

Hayoloh.. baru beberapa menit doang bahagianya, Jihan udah muncul lagi wkwk

Gimana menurut kalian bab ini?

24 Oktober, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top