Bab 19
Yuhuuuu update lagi hari ini!
Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramekan kolom komentarnya🥳
Selamat membaca❤
•••
Seluruh tubuhku menggigil dalam kesunyian yang terasa pekat. Ponsel masih berada dalam genggaman sejak lima belas menit yang lalu. Layarnya terus bergulir untuk melihat setiap informasi terbaru tentang skandal Jihan.
Usai menerima kabar mengenai Jihan yang tengah tersandung skandal video pornografi, aku langsung menjauh dari rekan kerja yang lain. Buru-buru masuk ke dalam toilet untuk memastikan sendiri jika berita itu memang benar. Sekaligus bersembunyi.
Kabar itu benar-benar membuatku shock luar biasa. Sempat berharap di dalam hati jika hal itu tidak terjadi. Atau paling tidak sosok yang ada dalam video tersebut hanya mirip dengan Jihan, bukan benar-benar Jihan.
Namun, harapan itu runtuh seketika ketika aku bisa mengakses video tersebut, melihat dengan mata kepalaku sendiri jika sosok perempuan dalam tayangan berdurasi dua menit itu adalah Jihan.
Lima tahun yang lalu, saat Jihan mulai bermain api dengan lelaki lain, dia pernah mengirimkanku video tersebut, yang saat ini tersebar luas di internet. Jihan mendapat ancaman dari lelaki yang dulu berperan sebagai selingkuhannya lewat video tersebut.
Aku menarik napas dalam-dalam seraya memijit pelipisku yang terasa pening. Bulir-bulir keringat juga merembes di tubuhku. Ponselku sudah dalam kondisi terkunci, tak sanggup lagi melihat berita mengenai Jihan yang terus-terusan dipaksa untuk membuat klarifikasi.
Video itu rupanya sudah tersebar sejak tadi malam. Pengguna internet berbondong-bondong menyerbu sosial media Jihan. Tetapi belum ada tanggapan apa pun dari pihaknya sampai siang ini. Polisi juga masih melakukan penyelidikan terhadap video tersebut.
Lima tahun berlalu, Jihan bahkan sudah bisa keluar dari kukungan lelaki yang dulu selalu kusebut sebagai lelaki berengsek. Lantas, bagaimana bisa video itu kini malah tersebar luas di internet? Di saat Jihan baru saja berbahagia atas pertunangannya.
“Ra? Kamu di dalem?”
Panggilan dari luar pintu toilet memecah keheningan yang sedari tadi menyelimutiku. Refleks kuangkat kepalaku saat suara Aulion terdengar di telinga.
Saking larutnya keterkejutanku terhadap berita tentang Jihan, aku sampai melupakan jam makan siang yang sudah berlalu sedari tadi. Aulion pasti mencari-cari keberadaanku.
Aku bangkit berdiri. Menarik napas panjang sembari mengusap wajahku dengan telapak tangan.
“Ra?”
“Iya, Mas. Aku di sini,” jawabku buru-buru ketika Aulion mulai terdengar gemas karena aku tak kunjung memberi tanggapan.
Lantas, aku segera keluar dari toilet setelah merapikan rambutku yang sedikit berantakan. Sosok Aulion pun langsung muncul dalam pandangan. Ekspresi wajahnya menunjukkan kegelisahan.
“Kenapa lama banget?” cecarnya seraya memegang kedua pundakku, memerhatikan tiap bagian tubuhku lamat-lamat, mulai dari kepala sampai ke kaki.
Kucoba melempar sebuah senyuman pada Aulion walau pada akhirnya senyum itu terlihat begitu lemah.
“Perut aku mules, Mas.” Kebohongan menjadi pilihanku. Padahal, aku tidak berbuat apa-apa di dalam toilet selain mencari lebih lanjut soal skandal Jihan.
“Mau pulang aja?” Aulion mengulurkan satu tangannya ke dahiku, menghapus jejak-jejak keringat yang menempel di sana. “Sampe keringetan gini, lho.”
Aku menggeleng pelan dengan tetap mempertahankan senyumku. Lantas, kugenggam tangan Aulion dan segera mengajaknya kembali ke ruangan.
Video itu sudah tersebar sejak tadi malam, tetapi sampai saat ini Aulion tak menyinggung tentang hal itu sama sekali. Kemungkinan pria itu memang belum mengetahui kabar tersebut.
Tiba-tiba pikiran itu menggangguku, membuat tanda kebingungan dalam kepala. Entah aku harus memberi tahu Aulion perihal skandal yang sedang menimpa Jihan atau tidak.
“Kamu beneran nggak apa-apa?” Sekali lagi Aulion memastikan keadaanku begitu kami tiba di meja kerjaku. Dia juga tak langsung pergi, membimbingku untuk duduk terlebih dahulu sebelum memosisikan dirinya berdiri tepat di samping kursiku.
Aku mendongak, melempar senyum meyakinkan padanya sebelum mengangguk. “Aku nggak apa-apa, Mas.”
Aulion terdiam. Sesaat tampak ragu dengan jawabanku, terlihat dari kerlingan matanya yang menari-nari dengan sangsi.
“Beneran?”
Pertanyaan lain darinya membuatku tak bisa menahan dengkusan geli. Entah sudah berapa kali kuperintahkan kepalaku untuk mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaannya yang berkelanjutan.
“Beneran, Sayangku.” Nada suaraku sengaja kubuat panjang di akhir kalimat. “Sana balik ke ruangan kamu,” ujarku sembari mendorong pinggangnya dengan sedikit kuat.
Aku maju sebanyak dua langkah, tetapi kakinya sempat berhenti sejenak dengan kepalanya yang berputar ke arahku, menampakkan ketidakyakinan akan jawaban-jawabanku sebelumnya.
Kepalaku miring sedikit ke satu sisi, lalu berdecak geli. Kugoyangkan kedua tanganku ke depan dan belakang, membuat gestur untuk mengusirnya.
Aulion terdengar menghela napas keras, tetapi tak ada protes darinya atau pertanyaan lainnya. Dia benar-benar berbalik dan kembali ke ruangannya.
Sepeninggal pria itu, aku kembali mengusap wajahku dengan kasar. Kuteguk air mineral dari dalam botol untuk menghapus dehidrasi.
Setelahnya, kunyalakan komputerku, bersiap untuk kembali fokus pada pekerjaan. Tetapi sampai jam kerja selesai, kinerjaku menurun. Hanya setengah pekerjaan saja yang mampu kubereskan karena pikiran tentang Jihan yang tak ada habisnya mengelilingi otakku.
Skandal yang menimpanya entah kenapa turut membuatku uring-uringan sepanjang hari ini.
•••
Hari ini aku pulang tepat waktu. Tak seperti biasanya ketika aku menunggu sampai jam makan malam untuk bersantap bersama Aulion. Dengan alasan perutku yang masih sakit, Aulion mengizinkanku untuk tidak berlama-lama di kantor. Walaupun tetap ada perdebatan sengit di antara kami sebelumnya.
“Kamu beneran nggak mau nginep di apartemenku aja?” tanya Aulion, yang baru saja memarkirkan mobilnya di depan gerbang kosanku.
Aku menggeleng.
Dia memang sempat ngotot agar aku menginap di apartemennya. Tetapi untungnya aku berhasil menolaknya untuk kali ini
Bersama Aulion di saat aku sangat ingin mengikuti kasus Jihan bukanlah pilihan yang tepat. Keputusanku untuk tak memberi tahu pria itu perihal skandal yang menimpa Jihan sudah bulat.
“Pokoknya kalo ada apa-apa, kamu langsung telepon aku, okay?” pinta Aulion, yang sebenernya lebih terdengar seperti sebuah keharusan.
Aku menyunggingkan seutas senyum. Kemudian meraih satu sisi wajahnya dan mencondongkan tubuhku untuk memberi kecupan singkat di bibirnya. “Iya, Sayangku. Kamu bakal jadi orang pertama yang aku hubungi,” ucapku, menatapnya gemas.
Wajahnya mengernyit. Pandangan skeptis masih membayangi kedua mata Aulion, tetapi pada akhirnya dia tetap mengangguk.
“Ya, udah aku masuk dulu ya, Mas,” pamitku. Sekali lagi memberikan ciuman kilat agar dia berhenti mengkhawatirkanku.
“Nanti malam aku telepon,” ucap Aulion setelah aku berada di luar mobil.
Aku membungkuk untuk menatapnya yang berada di dalam mobil, lantas mengangguk sekilas dan mengucap hati-hati sebelum berjalan memasuki kosanku.
Dengan langkah berat dan Jihan yang masih enggan pergi dari pikiranku, aku menaiki tangga menuju lantai dua di mana kamarku berada. Tas bahuku sudah tidak lagi menggantung di sana, kutenteng secara sembarangan di satu tanganku.
Suasana di lantai dua terasa sepi. Angin sore sesekali menyapu wajahku. Biasanya kosanku baru akan ramai di malam hari karena rata-rata penghuninya berstatus sebagai karyawan.
Aku membuka sepatuku terlebih dahulu. Meletakkannya di rak sepatu yang berada di sebelah pintu kamar. Barulah aku membuka pintu kamarku.
Namun, ada yang terasa janggal. Kamarku dalam posisi tak terkunci. Seketika ingatan-ingatan akan kejadian tadi pagi tercetus dalam kepalaku. Aku memang buru-buru berangkat ke kantor karena telambat bangun, tetapi kalau diingat-ingat lebih jauh, aku tak pernah lupa mengunci pintu kamarku.
Menggoyangkan kepalaku, aku pun mencoba untuk berpikir positif. Barangkali aku memang kelupaan mengunci pintu kamarku.
Tetapi pikiran positif yang sudah kubangun sebelumnya mendadak hancur tatkala pintu kamarku sudah terbuka dan aku mendapati seseorang yang tengah menungguku di dalam sana.
Aku baru masuk sebanyak dua langkah dan langsung menghentikan segala pergerakanku begitu menemukan sesosok orang yang sedang duduk di meja kerjaku.
Bulu kudukku meremang saat perasaan takut mulai mengalir deras dalam darahku. Tetapi aku tetap berusaha untuk tenang sambil meremas kenop pintu yang belum kulepaskan dari genggamanku.
“Si-siapa?” Pertanyaan itu baru bisa kusuarakan setelah tiga sampai lima detik aku hanya diam terpaku.
Sosok berbadan mungil itu tak bisa kukenali sama sekali. Dia dalam posisi duduk membelakangiku, mengenakan hoodie yang tampak kebesaran di tubuhnya serta menutupi kepalanya dengan tudung dari hoodie tersebut.
Kendati kedua kakiku sudah sangat ingin lari dari sini, juga teriakanku yang tertahan di tenggorokan, aku tetap menunggu sampai mataku melihat dengan jelas siapa sosok yang bisa menyelinap ke dalam kamar kosanku ini.
Perlahan-lahan sosok asing itu memutar kursi, sementara aku menunggunya dengan gugup. Saat dia menaikkan kepalanya dan membuka tudungnya, keterkejutan serta-merta hadir menerjangku tanpa ampun. Pacuan degup jantungku pun makin menggila di dalam sana disertai dengan kedua bola mataku yang nyaris melompat dari tempatnya.
“Jihan?”
•••
Kira-kira ngapain, tuh, Jihan tiba-tiba ada di kosan Tiara tanpa izin🤭
Ramein bab ini! Kali aja aku semangat buat double update lagi😍
15 Oktober, 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top