Bab 16
Pagi ini aku bangun dengan perasaan yang jauh lebih lega dari sebelumnya. Separuh beban di pundakku sudah terhempas jauh. Untuk saat ini, tak ada yang perlu dikhawatirkan tentang Aulion yang pada akhirnya mengetahui fakta kelam mengenai keluargaku.
Percakapan kami tadi malam sudah beres. Masih teringat dalam benakku betapa tulusnya sosok Aulion. Tanpa peduli bagaimana latar belakangku, dia tetap menerimaku apa adanya. Entah harus dijabarkan seperti apa lagi, yang jelas Aulion telah berhasil membuatku semakin terjatuh dalam pesonanya.
Aku sudah bangun sekitar sepuluh menit yang lalu. Sedangkan Aulion masih terlelap dengan nyenyak, tak menunjukkan tanda-tanda dia akan segera bangun.
Sepuluh menit waktu yang kumiliki sejak aku bangun kugunakan untuk mengamati Aulion yang tampak nyaman dalam tidurnya. Pria itu sedang dalam posisi telentang dengan selimut yang menutupi sampai ke pinggangnya saja. Sementara posisiku miring menghadap ke arahnya.
Kali ini Aulion tidur dengan napas yang terdengar lebih keras dari sebelumnya. Dia juga bernapas lewat mulut yang terbuka setengah. Hal itu dikarenakan dirinya yang tadi malam terserang flu.
Aulion jarang sekali sakit. Biasanya dia terkena penyakit jika sedang dalam kondisi yang begitu lelah. Dan itulah yang terjadi saat ini. Apa yang menimpa Aulion tak pelak menimbulkan setitik rasa bersalah dalam diriku.
Helaan napas berat keluar dari mulutku. Tadinya tanganku sudah terulur ke depan, hendak menyentuh rambut Aulion, tetapi segera kuurungkan niatku karena takut mengganggu tidurnya.
Puas memandangi Aulion, aku pun mengambil ponselku yang terletak di atas nakas. Sepelan mungkin aku membuat gerakan agar tidur Aulion tak terganggu.
Sejak kemarin aku tidak membuka ponselku sama sekali. Waktu yang kupunya tadi malam seratus persen kuberikan pada Aulion yang juga sempat mengalami demam.
Notifikasi yang masuk begitu banyak. Hal pertama yang kulakukan adalah membalas beberapa pesan masuk. Lalu, selagi menunggu Aulion bangun, aku membuka sosial media, mencari berita terbaru hari ini.
Yang kutemukan pertama kali adalah berita tentang pertunangan Jihan yang dilaksanakan hari ini. Pertunangannya menjadi pembicaraan di mana-mana. Semua media memberitakan pertunangan Jihan yang dikonsep dengan sangat mewah.
Aku sempat melupakan Jihan karena masalah kemarin. Tetapi bila teringat tentangnya, yang terpikir pertama kali dalam benakku adalah dirinya yang waktu itu membesuk bapak di rumah sakit. Sampai detik ini pertanyaan itu tak kunjung mendapat jawaban apa pun.
Jemariku berhenti bergulir, menatap layar ponselku yang kini sudah menampilkan Jihan yang tengah berpose berdua bersama calon suaminya. Dia tampak bahagia dalam foto tersebut. Tersenyum lebar tanpa beban. Dan tanpa sadar bibirku ikut merekahkan senyuman.
“Sayang.”
Interupsi yang tiba-tiba datang dari Aulion membuatku buru-buru mengunci ponselku. Kuletakkan benda tersebut di sampingku sebelum berpaling pada Aulion.
“Udah bangun?” tanyaku, yang kini sudah mengubah posisiku menjadi miring menghadap pria itu.
Aulion masih dalam posisi telentang. Kedua matanya juga memejam dengan napas yang terdengar berat.
“Hidung aku mampet, Ra. Nggak enak banget,” adu Aulion sambil memencet-mencet hidungnya. Suaranya pun terdengar sengau dan sedikit serak.
Aku buru-buru duduk, bergerak mendekati Aulion lantas menempelkan punggung tanganku di dahinya untuk mengecek suhu tubuhnya.
Tak sepanas tadi malam. Syukurlah demamnya sudah turun saat ini.
“Ke dokter aja yuk, Mas,” ajakku, yang kini sudah memberi usapan-usapan kecil di dahi Aulion dengan menggunakan ibu jariku.
Aulion membuka matanya dan langsung bersitatap denganku. Matanya bahkan masih tampak sayu dan sedikit berair. Aku sungguh tak tega melihatnya dalam kondisi seperti ini.
“Atau aku minta tolong Rafa ke sini aja, ya, buat cek kondisi kamu.”
Usulan lain terlontar dari mulutku. Sepertinya meminta Rafa—sepupu Aulion yang merupakan seorang dokter—untuk datang ke sini adalah pilihan yang tepat.
“Hari minggu Rafa juga nggak ada jadwal apa pun, kan?”
Aulion mengangguk, lantas mengambil tanganku yang sedari tadi berada di dahinya, membawanya menuju bibirnya dan mengecup singkat telapak tanganku sebelum diletakkan di dadanya begitu saja dengan satu tangannya yang menimpa punggung tanganku.
“Ya udah, suruh Rafa ke sini aja,” ucap Aulion, menyetujui saranku sebelumnya.
Dengan tetap membiarkan tangan kiriku berada di dada Aulion, aku pun mengambil ponselku dan segera menghubungi Rafa.
Namun, jawaban yang kudapat dari Rafa tidak sesuai dengan keinginan.
“Kenapa? Nggak bisa?” tanya Aulion yang menyadari perubahan ekspresiku.
Aku berdeham sejenak sebelum kembali melabuhkan fokusku pada Aulion. “Dia lagi ada acara, Mas. Entar agak siangan baru bisa.”
“Acara apa?”
“Itu ...” Aku meringis pelan, memberi jeda sejenak bersamaan dengan genggamanku pada ponselku yang semakin erat. “Dia lagi ada di acara pertunangannya Jihan,” kataku dengan cepat.
Aulion tak langsung memberi tanggapan. Bola matanya sempat berpindah sejenak dari manikku. Aku tak dapat menebak apa yang kini sedang ada dalam pikirannya. Seketika malah teringat jika pria itu juga diundang oleh Jihan.
Selang beberapa detik kemudian, Aulion mengangguk-anggukkan kepalanya lantas berucap, “Kita ke dokter aja, deh, kalo gitu.”
Pada akhirnya Aulion membuat keputusan baru. Sementara aku yang masih terbayang-bayang akan sosok Jihan hanya bisa menyetujui kemauannya.
“Aku mandi dulu, ya,” cetus Aulion seraya menyingkirkan tangaku yang berada di dadanya dengan penuh kelembutan.
Saat Aulion baru saja mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk dan hendak segera ke kamar mandi, aku menghentikannya dengan sebuah pertanyaan.
“Kalo kamu nggak lagi sakit, apa kamu bakal dateng ke acara pertunangannya Jihan?”
Aku benar-benar tidak tahu bagaimana bisa pertanyaan itu keluar dari mulutku. Otakku saat ini terasa penuh dengan berbagai macam pertanyaan.
Aulion menghentikan niatnya, tetapi dia tetap keluar dari dalam selimut. Pandangannya kini kembali dipusatkan padaku.
“Aku nggak akan dateng, Ra,” jawab Aulion tanpa pikir panjang.
Entah kenapa aku tidak merasa puas dengan jawaban Aulion. Bagaimanapun juga, Jihan tetap menjadi ketakutan terbesarku untuk saat ini.
Sampai Aulion belum benar-benar menjadikanku sebagai miliknya, aku tak akan pernah bisa merasa tenang. Selain itu, Jihan juga menjadi sumber ketidakpercayaan diriku yang sulit dienyahkan.
“Aku udah selesai sama Jihan, Ra. Apa pun tentangnya, aku udah nggak peduli lagi.”
Bola mataku kembali berlabuh pada wajah Aulion ketika dia memberi tambahan jawaban, seakan-akan memahami ketidakpuasanku.
Aku kemudian mengangguk sebanyak dua kali sembari menggigit bibir bawahku.
“Aku tahu masih ada pertanyaan yang kamu pendam. Keluarin aja semuanya, Ra. Aku nggak suka lihat ekspresi kamu yang kayak gitu,” tegur Aulion, tetapi tetap mempertahankan kelembutan dalam suaranya. Tidak menggertakku sama sekali.
Empat tahun bersama, Aulion sepertinya sudah hafal dengan sifatku yang satu itu. Mungkin dia juga tak ingin terjadi pertengkaran di antara kami. Karena tiap kali aku memendam sesuatu dan berakhir menyimpulkannya seorang diri, aku pasti akan menjauhinya.
“Kalau ...” Aku menarik napas dalam-dalam terlebih dahulu. “Kalau Jihan pengen kembali sama kamu, apa kamu bakal terima dia lagi?”
Pertanyaan itu entah sudah berapa kali kuberikan pada Aulion. Entahlah, aku hanya ingin mendengar jawaban terbaru darinya. Masih sama atau mungkin sudah berubah.
Aulion mendengkus geli. Barangkali dia juga bosan mendengar pertanyaanku yang selalu sama.
“Berapa kali pun kamu nanya hal itu, aku akan selalu jawab kalau aku nggak akan pernah ngasih kesempatan kedua untuk orang yang berselingkuh,” jawab Aulion, yang berhasil memberikanku kelegaan karena jawabannya masih sama. “Kamu tahu sendiri apa yang udah dia lakuin ke aku. Kalo diinget-inget, itu malah bikin aku jijik sama dia, Ra. Kamu tahu itu.”
Jawaban Aulion yang sesuai ekspektasi mengundang senyum untuk kembali hadir dalam wajahku. Dan untuk saat ini aku sudah merasa puas walau kadang kala ketakutan itu masih terus membayangi hidupku.
Setidaknya untuk saat ini, Aulion masih menjadi milikku.
Semoga seterusnya akan tetap seperti itu.
•••
Aku usahakan besok double update kalo bab ini rame. Jadi jangan lupa vote dan tinggalkan komentar yang banyak😍😍
13 Oktober, 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top