Bab 14

Heyoo! Kita ketemu lagi hari ini💃

Btw, kalian pernah nggak sih ngejalanin hubungan tanpa status?

Seperti biasa ya, vote sebelum membaca, setelah itu ramekan kolom komentarnya kalo besok mau ketemu lagi sama Aulion dan Tiara😘

Selamat membaca❤

•••

Aku tidak punya muka untuk berhadapan dengan Aulion. Rasanya luar biasa malu saat dia mengetahui fakta terburuk tentang keluargaku. Kurang lebih empat tahun mati-matian kusembunyikan perihal keluargaku yang berantakan dari Aulion, kini pria itu akhirnya mengetahuinya.

Asal-usulku benar-benar tidak jelas. Aku terlahir dari seorang ibu yang kini menggeluti pekerjaan sebagai PSK. Sedangkan ayahku harus menginap di rumah sakit jiwa entah sampai kapan. Sangat tak sebanding dengan keluarga Aulion yang selalu menjunjung tinggi harkat dan martabatnya.

Berbagai macam pikiran mulai berkecamuk dalam benakku. Sibuk berandai-andai tentang sesuatu yang tak mungkin terjadi.

Andai saja aku tidak terlahir dari rahim ibuku.

Andai saja ayahku tidak menderita gangguan jiwa.

Andai saja aku terlahir dari keluarga yang harmonis.

Semua perandaian itu pada akhirnya hanya menjadi omong kosong dalam kepalaku, menendang jauh segala angan ke jurang yang paling dalam.

“Langsung istirahat aja ya, Ra. Aku tahu kamu baru tidur sebentar.”

Itu menjadi kalimat pertama Aulion begitu kami tiba di salah satu kamar hotel yang dipesannya.

Sepanjang perjalanan dari rumah Isna ke hotel ini, yang menghabiskan waktu sekitar dua puluh menit, kami memang tidak membicarakan apa pun lagi. Aulion hanya menggenggam tanganku. Sesekali mengusapkan ibu jarinya pada punggung tanganku.

Aku tidak membalas ucapannya sama sekali, hanya membuntuti Aulion yang memasuki kamar lebih dulu. Kemudian mengambil duduk di pinggir ranjang sambil memerhatikan pria itu yang tengah meletakkan barang-barang bawaannya ke atas nakas.

“Mas, soal kel—”

“Bahas soal itu nanti aja ya, Sayang. Aku cuma pengen kamu istirahat.” Aulion memotong langsung kalimatku, seakan-akan sudah tahu topik apa yang hendak kuangkat.

Di akhir kalimat, Aulion juga sudah berada di sisiku, berdiri sejenak untuk memberi kecupan di puncak kepalaku. Lantas, membimbingku untuk segera naik ke atas ranjang.

Aku menutup mulutku, membatalkan niatku yang hendak membicarakan hal serius dengan Aulion. Tanpa protes, aku segera mengikuti pria itu, bergabung dengannya di dalam selimut yang sama dan masuk ke dalam dekapannya.

Sejujurnya aku sangat ingin membahas tentang keluargaku dengan Aulion. Aku sangat ingin tahu bagaimana tanggapannya, tetapi aku juga tak boleh egois. Walaupun Aulion tak mengeluh sama sekali, aku tahu jika dia begitu lelah. Terlihat dari wajahnya yang tampak kuyu. Apalagi perjalanan dari rumahnya ke sini tidaklah dekat.

Aulion juga butuh istirahat.

“Tidurlah,” ucap Aulion, dengan bisikan pelan sambil mengelus-elus rambutku penuh kasih sayang.

Aku masuk semakin dalam di pelukannya, menyamankan kepalaku di dadanya. Perlahan, mataku mulai terasa berat. Kantuk menyerang dan aku pun menemukan kedamaian di alam bawah sadarku.

•••

Tubuhku terasa jauh lebih segar ketika aku bangun. Energiku kembali terisi penuh. Tidur bersama Aulion benar-benar selalu berhasil meningkatkan kualitas tidurku. Energi positif darinya seolah-olah ikut terserap ke dalam tubuhku.

Aku mengambil napas dalam-dalam sembari mengubah posisiku menjadi telentang. Aulion sudah tidak ada di atas ranjang ketika aku membuka mata. Suara percikan air dari kamar mandi menandakan jika pria itu sedang berada di sana.

Aku menjulurkan tangan kiriku, mencari-cari keberadaan ponselku di atas nakas, tetapi sedetik kemudian aku tersadar jika tak ada barang apa pun yang kubawa ke sini. Baju ganti saja aku tidak punya.

Kemudian kugeser tubuhku ke sisi ranjang yang kosong. Kembali menjulurkan tanganku untuk mengambil ponsel Aulion.

Kuhidupkan ponsel Aulion yang sedang dalam kondisi terkunci. Wajahku langsung muncul di sana sebagai wallpaper. Ada banyak notifikasi yang masuk, tetapi aku hanya ingin melihat jam saja, yang kini sudah menunjukkan pukul sebelas siang.

Ponsel Aulion kembali kuletakkan ke tempatnya semula, sementara aku masih dalam posisi telentang dengan netra yang mengarah pada langit-langit kamar. Memulihkan satu per satu kesadaranku yang masih tertinggal di alam mimpi.

“Udah bangun?”

Sebuah pertanyaan yang terdengar serak menyelinap ke dalam telingaku, mengubah fokusku sesegera mungkin ke sumber suara.

Kutemukan Aulion di sana, yang baru keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit pinggul sampai ke lututnya. Kemudian aku mengubah posisiku menjadi duduk dengan tetap membiarkan kedua kakiku selonjoran di dalam selimut.

Pertanyaan Aulion hanya kubalas dengan anggukan kepala singkat. Sambil terus mempertahankan maniknya padaku, Aulion berjalan menuju sofa yang posisinya berada di bawah kaki ranjang, mengambil pakaiannya yang diletakkan di sana.

“Kamu nggak bawa baju ganti?” tanyaku saat melihat Aulion mulai melepaskan handuknya dan memakai pakaian yang sama dengan yang dia kenakan tadi malam.

“Nggak sempet, Ra. Aku buru-buru ke sini.”

Aku terus memerhatikan Aulion. Mulai dari dirinya yang telanjang bulat di depanku sampai tubuhnya yang kini sudah dibalut pakaian lengkap.

Dari jawabannya tadi, aku menyadari jika Aulion benar-benar panik dengan kejadian yang menimpaku kemarin sampai-sampai membuatnya rela datang ke sini di malam hari dengan menggunakan mobil. Syukurlah Aulion ditemani oleh sopir sehingga dia tidak terlalu letih sepanjang perjalanan.

“Maaf, Mas,” lirihku, yang tiba-tiba dipenuhi perasaan bersalah.

Kalau saja aku langsung mematikan panggilan video kami malam tadi, Aulion pasti tak perlu repot-repot menyusulku ke sini. Dia pasti bisa beristirahat dengan nyaman di rumahnya.

“Jangan minta maaf. Kamu nggak punya salah apa pun,” balas Aulion yang tengah menyugar rambutnya secara asal.

Aku menarik kedua kakiku, mengubahnya menjadi bersila bersamaan dengan kepalaku yang menunduk perlahan. Jemariku sudah bermain dengan selimut, sangat malu rasanya berhadapan langsung dengan Aulion dalam keadaan seperti ini.

“Hey.” Aulion tiba-tiba saja sudah berada di sisiku. Tangannya meraih daguku perlahan, membuatku mendongak hingga manik kami saling bertumbukan. “Jangan ngerasa kalau kamu itu salah, Sayang. Enggak, kamu nggak salah sama sekali. Seharusnya aku yang harus lebih ekstra jagain kamu,” tuturnya dengan penuh kelembutan di tiap katanya.

Bibirku bergetar dengan mata yang berkaca-kaca, merasa tersentuh dengan kalimat Aulion yang benar-benar tulus. Meskipun terkadang aku tidak merasa puas dengan hubungan kami, Aulion selalu bisa membuatku tersentuh dengan kata-kata manisnya yang bukan hanya sekadar omong kosong.

Sebelum tangisku pecah, segera kulingkarkan kedua lenganku di seputaran leher Aulion. Lantas, bibirku langsung kutempelkan di bibirnya. Aku hanya diam beberapa saat di sana, menyerap segala emosi yang datang silih berganti.

Kedua mataku memejam dengan erat dan pada saat itu pula air mataku menetes satu per satu. Lalu, kurasakan kedua lengan Aulion memeluk pinggangku dan menggeser tubuhnya semakin dekat denganku. Perlahan, bibirnya mulai bergerak, melumat bibirku dengan frustrasi, seperti menyalurkan segala kekalutannya padaku.

Ciuman itu hanya berlangsung selama beberapa detik saja sebelum Aulion menyudahinya. Dia menjauhkan wajahnya dariku dengan tatapan yang terus terpaku padaku. Satu tangannya kemudian berpindah ke wajahku, menyeka bekas air mata yang jatuh di sana.

“Kita pulang sekarang, ya?” tanyanya kemudian.

Sejujurnya aku masih ingin menghabiskan waktuku dengan bapak, tetapi kejadian tadi malam membuat fisik dan psikisku terasa penat luar biasa. Dan aku pun memutuskan untuk menerima ajakan Aulion.

Aku mengangguk sebanyak dua kali untuk menjawab ajakannya.

Seutas senyum serta-merta menyambangi bibir Aulion. Lagi-lagi tujuan tangannya pun berubah, kali ini jatuh di satu sisi kepalaku, membetulkan rambutku yang sedikit berantakan sebelum memberi usapan lembut di sana.

“Kalau kamu masih butuh istirahat, aku bisa ngajakin kamu liburan ke luar negeri. Atau ke mana pun yang kamu mau, asalkan aku boleh nemenin kamu.”

Gantian aku yang tersenyum, merasa gembira dengan cara Aulion yang selalu mengusahakan apa pun untuk memberikanku kebahagiaan.

Setelah kejadian ini, rasa cintaku pada Aulion semakin bertambah. Dia benar-benar sosok lelaki yang sangat kuidam-idamkan.

•••

Aku juga mengidam-idamkan lelaki kayak Aulion, sih, walaupun ada beberapa sifatnya yang kudu dibuang wkwk. Kalo kalian gimana?

50 komen yok bisa yok😘

11 Oktober, 2021


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top