25. Epilog
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Mikoto dengan telaten menyuapkan bubur pada sang suami yang telah terserang stroke itu. Meski pernah merasakan sakit hati karena perlakuan kasar sang suami, Mikoto tetaplah Mikoto ia tidak bisa mengabaikan sang suami yang sedang terbaring lemah di rumah sakit seperti ini.
Hampir satu minggu dia menemani sang suami di rumah sakit, bergantian dengan Sara. Ya, Fugaku sudah melupakan ketamakannya akan saham Sara, kesendiriannya beberapa waktu lalu membuatnya menyadari kesalahannya pada Mikoto, Itachi dan Sara.
Lalu bagaimana dengan Sasuke dan Sakura? Fugaku memang tidak pernah lagi mengungkit ngungkit soal cucu di hadapan Sasuke dan Sakura dia juga sudah tidak lagi menghina Sakura dengan kata-kata kasar.
Tapi sikap dinginnya pada Sakura, menunjukkan bahwa dia belum sepenuhnya menerima Sakura sebagai bagian dari keluarga Uchiha.
"Hari ini kita akan pulang, Anata." Ucap Mikoto sambil membersihkan sisa-sisa bubur yang menempel di bibir sang suami. Baru saja Mikoto akan menarik tangannya dari wajah sang suami, sebuah tarikan halus lemah sang suami menghalanginya.
"Ma...maa...maap.." Ucap Fugaku terbata-bata sambil mengelus bagian pipi istrinya yang pernah dia tampar.
"Daijoubu Anata." Jawab Mikoto halus, tangannya menumpu tangan Fugaku yang sedang mengelus pipinya.
"Ehemm..." Suara deheman Itachi menghentikan romansa sepasang kakek nenek satu cucu itu.
Mikoto dengan cepat meletakkan tangan suami kembali ke pangkuannya. Sementara Sara terkikik kecil melihat kemesraan mertuanya, tidak seperti orang tuanya yang suka mengumbar kemesraan dimana-mana. Melihat mertuanya bermesraan seperti ini merupakan moment langka baginya 'harusnya aku memotret mereka tadi.' Batin Sara.
Melihat kedatangan Itachi, bersama anak dan istrinya, membuat Fugaku mengukir senyum dibibirnya. Tangan rentanya terulur seolah mengajak seseorang mendekat padanya.
"Mendekatlah pada Tou-san." Bisik Itachi tepat di telinga Sara.
"Heh?" Sara kebingungan dengan perintah sang suami.
"Tou-san memintamu untuk mendekat." Itachi menjelaskan ulang pada Sara.
Dengan ragu-ragu Sara sambil menggendong Tobi mendekati sang mertua.
Tangan Fugaku, terulur dan mengusak surai merah Sara "Ma...maa...maap.." Fugaku meminta maaf pada Sara dengan kepala tertunduk.
Sara tersenyum tipis, kemudian menggenggam tangan mertuanya "Tou-san tidak salah, kamilah yang salah, tidak seharusnya kami meninggalkan Tou-san."
Mendengar ucapan tulus dari sang menantu seketika Fugaku memeluk menantunya. Fugaku melepaskan pelukannya pada Sara dan mengalihkan pandangannya pada kedua putranya. Sambil merentangkan tangannya Fugaku memanggil nama kedua putranya dengan terbata-bata "Su...suke, Tachi..."
Itachi yang langsung tersentuh dan langsung berhamburan kepelukan sang ayah. Sementara Sasuke yang baru datang bersama sang istri, tampak ragu, dan memandang emerald sang istri.
Sakura mengangguk pelan diiringi senyuman manisnya yang menjadi jawaban bagi kegundahan sang suami.
Sasuke melupakan semua ego dan gengsi yang selama ini dia perlihatkan pada sang ayah. Si bungsu itu segera berlari berhamburan kepelukan sang ayah. Banyak kata maaf yang diucapkan Fugaku dengan terbata-bata pada kedua putranya ini, dan di jawab dengan isakan oleh dua pria Uchiha yang ada di pelukannya ini.
...
Fugaku melepaskan pelukan pada kedua putranya dan mengecup kening mereka satu persatu. Itachi dan Sasuke seperti kembali kemasa kecil melihat perlakuan sang ayah saat ini.
Terutama bagi Sasuke, rasa benci dan dendam pada sang ayah musnah seketika ketika sang ayah memeluk mereka seperti yang sering dilakukan Fugaku saat masih kecil.
Tapi masih ada sedikit yang mengganjal Sasuke, walau tak sekasar dan terang-terangan seperti dulu, Sasuke masih dapat merasakan penolakan Fugaku atas Sakura. Sikap dingin yang masih ditunjukkan Fugaku pada istrinya itu masih jelas terlihat, walupun Fugaku sudah meminta maaf atas kesalahannya pada Sakura.
...
Hampir empat bulan Mikoto, Itachi, Sasuke, Sara dan Sakura, kembali ke Uchiha Mansion, sikap fugaku pun banyak berubah, dia tidak kasar lagi pada Mikoto, dan Sara. Ia juga sudah mulai menghargai Itachi yang kembali menjadi direkur di Uchiha corp
Bukan hanya itu, akibat penyakit yang menyerangnya beberapa bulan lalu. Fugaku bahkan sudah tidak pernah membahas tentang saham Sara lagi. Bahkan dengan senang hati dia mengizinkan Sara menempati posisi direktur produksi di NTV yang pernah di pegang oleh suaminya.
Tapi satu hal yang tak pernah berubah, Fugaku masih saja memandang rendah Sakura yang tak kunjung memberikannya cucu. Sampai saat ini meski bukan dengan kata kata-kasar seperti dulu. Fugaku yang sekarang sudah bisa duduk di kursi roda itu masih sering menyindir Sakura secara halus, karena belum juga memberikannya cucu.
"Sakura..." Panggil Mikoto pada menantunya yang sekarang sedang membantunya memasak di dapur, karena hari ini tidak ada jadwal praktek Sakura memutuskan untuk menemani sang ibu mertua untuk memasak di dapur.
"Ya, Kaa-san, ada apa?" Jawab Sakura halus sambil membersihkan tangannya pada apron yang melilit tubuhnya.
"Bisa tolong antarkan Tou-sanmu untuk Fisioterapi di rumah sakit? Kau tahu 'kan Itachi sedang berangkat ke Sapporo. Sementara Sasuke sedang menangani kasus Okinawa dan baru akan pulang siang nanti, sementara Sara hari ini membantu kepindahan Hinata dan Naruto ke Namikaze Mansion, dan Shisui-san istrinya sedang sakit, jadi tolong Kaa-san, ya. Kaa-san tidak bisa meninggalkan rumah ini dalam keadaan kosong, karena sebentar lagi Madara Jii-san akan datang dari Kyoto, kau tahu sendiri 'kan bagaimana dia?" Pinta Mikoto dengan lembut.
Sakura tahu bagaimana sifat paman dari ayah mertuanya itu, lebih baik dia menemani mertuanya kerumah sakit dari pada di tinggal dirumah sendirian bersama Madara, Madara jauh lebih memilki mulut yang lebih tajam dari pada Fugaku yang dulu. Ia mengangguk seraya tersenyum manis, menuruti perintah ibu mertuanya untuk menemani sang Ayah mertua yang sampai saat ini belum bisa menerima kehadirannya.
...
Saat tiba di rumah sakit, Fugaku yang kini sudah dapat mengendalikan kursi rodanya sendiri memilih untuk menjalankan sendiri kursi rodanya, daripada meminta bantuan Sakura yang mengantarkannya. Supir yang baru saja mengantarkan mereka telah pergi karena diperintahkan Fugaku menjemput sang paman Madara Uchiha harus segera dijemput di bandara. Hanya ada satu supir di bekerja di kediaman Uchiha saat ini, membuat Sakura kini hanya berdua dengan sang ayah mertua sampai terapi selesai dan suaminya menjemput.
Sakura tersenyum tipis melihat sang ayah mertua yang memilih menjalankan kursi rodanya sendiri, sementara dia hanya mengikuti dari belakang.
Setelah selesai dengan fisioterapinya Fugaku dan Sakura menunggu jemputan Sasuke yang baru tiba dari Okinawa di lobi rumah sakit. Karena merasa bosan karena Sasuke cukup lama menjemputnya akibat kemacetan dari bandara Narita ke Konoha Hospital . Fugaku yang tidak nyaman menunggu berdua saja dengan Sakura memutuskan untuk berjalan-jalan di area parkir Konoha Hospital.
"Tou-san mau kemana?" Panggil Sakura setengah berlari mengejar Fugaku yang mulai keluar menuju halaman parkir Konoha Hospital.
Panggilan Sakura sama sekali tidak diindahkan oleh Fugaku. Dia terus menggerakkan kursi rodanya menjauhi Sakura, hingga sebuah sepeda motor melaju dengan kencang, dan hampir menabrak Fugaku.
"TOU-SAN!" Sakura berlari menghapiri Fugaku, dan mendorong kursi rodanya agar terhindar dari jalur sepeda motor yang melaju kencang itu.
TEEEEENNNNNNNNN.
Beruntung sang pemilik sepeda motor segera menghentikan laju kendaraannya. Jika tidak mungkin Sakura lah yang sekarang tertabrak, karena berusaha menyelamatkan Fugaku.
...
Sasuke berlarian ketakutan di koridor rumah sakit, saat menelpon dan menanyakan keberadaan Sakura dan ayahnya, Sakura malah dengan tenangnya menjawab ia ada diruangan Shizune karena terluka akibat kecelakaan kecil.
Sasuke menatap tajam sang ayah, saat mendapati sang ayah duduk di kursi panjang di depan ruang praktek Shizune. Tidak mau membuang waktu lama dengan kecurigaannya pada sang ayah, Sasuke segera masuk ruang praktek Shizune.
.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya Sasuke sambil memeriksa tiap inci bagian tubuh sang istri, meskipun sudah mengetahui bahwa hanya dengkul dan siku Sakura saja yang terluka akibat terjatuh saat mendorong kursi roda Fugaku, tapi Sasuke tetap ingin memastikan keadaan istrinya dengan mata kepalanya sendiri.
"Dia ingin meyelamatkan Fugaku-sama yang hampir tertabrak motor." Jawab Shizune dengan polosnya, padahal sudah di beri kode berupa delikan mata oleh Sakura.
Sakura menepuk jidat lebarnya, karena kesal dengan Shizune yang terlalu polos itu, sementara Sasuke menatap penuh tuntutan pada sang istri.
"Dan oh ya satu lagi, mulai sekarang kau harus menjaga Sakura dengan sangat baik." Penuturan Shizune itu membuat Sasuke mengalihkan pandangannya, dan semakin membuat Sakura menunduk ketakutan dengan reaksi suaminya jika Shizune melanjutkan perkataannya.
"Sakura sedang mengandung dua minggu." Ucap Shizune tanpa dosa sambil meninggalkan ruangan.
Onix Sasuke menatap lekat emerlad Sakura yang ada dihadapannya, menuntut sebuah penjelasan atas perkataan Shizune yang baru dia dengar. "Kapan kau mengetahuinya?" Tanya Sasuke menuntut.
"Sehari setelah keberangkatanmu ke Okinawa." Cicit Sakura dengan takut takut, sungguh tenaga monster dan segala kegalakannya akan luntur jika dia harus berhadapan dengan para Uchiha, terutama suami dan ayah mertuanya.
"Kenapa tidak segera memberi tahu ku?" Lagi pertanyaan yang terdengar seperti tuntutan itu keluar dari mulut Sasuke.
"Aku ingin memberikan kejutan untukmu." Sakura kini benar-benar seperti berada dalam ruang introgasi.
"Dan kenapa kau membahayakan dirimu?" Sasuke kembali mengintrogasi istrinya.
"Aku hanya ingin menolong Tou-san." Jawab Sakura sambil mendongak dan menampakan emerladnya yang dipenuhi bulir-bulir air mata.
Sasuke luluh, melihat emerald Sakura yang berair, dan menarik sang wanita musim semi ini kepelukannya.
"Jangan seperti ini berjanjilah padaku." Sasuke menenggelamkan wajahnya pada rambut merah muda Sakura, sungguh dia benar-benar seperti orang gila saat mendengar Sakura terluka, dan mengumpat supir taksi yang dia tumpangi karena berjalan terlalu lamban, padahal kondisi lalu lintas saat itu memang sedang padat.
...
Sasuke turun dari taxi dan langsung memapah sang istri, tanpa mempedulikan Fugaku yang kesulitan turun karena menggunakan kursi roda, tapi dia bukanlah anak kurang ajar. Setelah mendudukkan Sakura di sofa ruang tamu, dia langsung membantu sang ayah masuk kedalam rumah.
"Sasuke..." Panggil Fugaku saat, sang putra akan menghampiri sang istri dan meninggalkannya di depan pintu rumah.
Sasuke menoleh dengan malas.
"Apa istrimu baik-baik saja?" Tanya Fugaku dengan suara perlahan tapi masih bisa di dengar sang putra.
Sebenarnya sikap dingin Fugaku pada Sakura selama ini bukan karena membenci sang menantu. Mungkin dia sedikit kecewa karena sampai sekarang belum juga menimang cucu dari Sasuke, tapi rasa bencinya pada Sakura sudah tidak seperti dulu saat sebelum dia terserang stroke. Bisa dikatakan sikap dingin nya pada Sakura selama ini adalah sebuah gengsi yang dia tunjukkan untuk menutupi rasa sayangnya pada menantu bungsunya ini yang mulai timbul.
"Kau hampir mencelakai istri dan anakku." Jawab Sasuke dingin sambil berlalu menuju sofa mendekati sang istri.
Mata Fugaku, membulat sempurna, dan sedikit tersentak, mendengar kata 'anakku' keluar dari mulut Sasuke. Fugaku tentu saja tidak bodoh, melalui perkataan putranya itu dia sudah bisa mengetahui, bahwa menantu bungsunya itu sedang mengandung.
...
Sakura berbaring di ranjang ukuran king size sambil mengotak atik ponsel pintarnya menunggu sang suami yang sedang mandi. Semua keluarga Uchiha malam ini akan makam malam diluar dan berkeliling kota Tokyo, untuk mengajak jalan-jalan sesepuh Uchiha yang selama ini menetap Kyoto.
Uchiha Madara memang dalam satu tahun sekali akan mengunjungi keluarganya yang menetap di Tokyo, dan untuk sikapnya pada Sakura, Madara tidak terlalu ambil pusing, dia tidak terlalu sayang dan juga tidak terlalu benci pada menantu Uchiha berambut pink ini.
"Kau baik-baik saja?" Sakura menegang seketika ketika medengar suara seseorang yang menanyakan keadaannya.
Ia sangat kenal suara ini. Suara ayah mertuanya, Uchiha Fugaku, yang baru saja menanyakan keadaannya. Tolong sadarkan Sakura bahwa yang dia dengar itu memang benar suara ayah mertuanya.
Perlahan dia berbalik menghadap si pemilik suara yang sekarang duduk di kursi roda tepat di samping ranjang yang dia duduki. "Tou-san?" Cicit Sakura sambil berusaha duduk.
"Tidak perlu, berbaringlah lagi." Larang Fugaku.
"Uhum..." Jawab Sakura pelan sambil merebahkan tubuhnya.
"Tidak ada yang terluka serius 'kan?" Tanya Fugaku sambil menatap sendu sang menantu.
Sakura memandang iba, pada raut wajah ayah mertuanya yang terlihat sendu, lalu menggeleng pelan.
"Maaf." Kata kata kramat yang keluar dari mulut sang ayah mertua membuat Sakura benar-benar duduk dari posisi berbaringnya.
Sakura menoleh ke kanan dan kekiri, kalau kalau ada orang lain selain dirinya yang di ajak bicara oleh Fugaku. Suara shower masih terdengar dari kamar mandi di kamarnya, yang menandakan sang suami masih asik dengan kegiatan mandinya. Benar saat ini Fugaku sedang meminta maaf pada dirinya.
"Maaf karena sikap kasar Tou-san selama ini padamu, maaf karena perkataan Tou-san yang sering menyakiti perasaanmu, maaf karena pernah menolakmu, mengabaikan, bahkan memperlakukanmu dengan hina. Hari ini Tou-san sadar bahwa setelah semua yang Tou-san lakukan padamu, tak pernah sekalipun kau menaruh dendam pada Tou-san. Padahal kau tadi bisa saja membiarkan orang cacat ini tertabrak..." Baru saja Fugaku akan melanjutkan perkataanya, tangannya digenggam oleh sang menantu.
"Aku tak pernah dendam pada Tou-san, tak pernah sedikit pun terbesit rasa benci di hatiku pada Tou-san, saat memutuskan untukku mencintai Sasuke-kun aku juga memutuskan untuk menyayangi semua keluarga Uchiha, tanpa terkecuali, termasuk Tou-san. Apapun yang Tou-san lakukan padaku, tak akan merubahku untuk berhenti menyayangi Tou-san."
Air mata turun dari mata Fugaku, saat mendengar penuturan sang menantu yang selama ini dia benci, dia rengkuh sang menantu kepelukannya dengan perlahan.
"Maafkan Tou-san, Sakura." Ucap Fugaku tulus sambil menepuk pelah punggung Sakura.
"Lepaskan istriku!" Perkataan sakratis Sasuke yang baru keluar dari kamar mandi merusak suasana haru yang tercipta antara menantu dan mertua ini.
"Sejak kapan kau disitu?" Tanya Sakura polos.
"Sejak kau menyatakan cinta pada ayahku." Jawab Sasuke sinis.
Sakura terkikik kecil mendengar kecemburan sang suami.
Fugaku mendengus kesal pada dengan tingkah putra bungsunya ini.
"Sudah... sudah," Sakura mengibas-ngibaskan tangannya untuk menghentikan suasana yang tidak nyaman dihadapannya "Ne, Tou-san bagaimana kalau kita sekarang turun, Madara Jii-san pasti sudah menunggu." Ajak Sakura seraya mendorong kursi roda sang Ayah.
"Hei, Sakura, kau belum menyiapkan bajuku!" Teriak Sasuke saat sang istri meninggalakannya bersama sang ayah.
"Kau tak usah manja pada menantuku Sasuke." Jawab Fugaku dari kejauhan sambil terkekeh.
...
Sejak kejadian di lift, saat Hinata melahirkan, Naruto memutuskan untuk menjual apartementnya dan kembali tinggal bersama keluarga Namikaze. Walaupun Hinata sempat merengek karena sangat menyukai pemandangan dari balkon apartementnya juga karena disana banyak terdapat kenangan masa-masa pernikahan mereka.
Tapi Naruto tidak mau mengambil resiko dengan mempertaruhkan keselamatan Hinata dan anak-anaknya. Terlebih lagi jika Hinata harus mengurus bayi kembar sendirian, di Namikaze Mansion ada Kaa-chan, dan Baa-channya yang dengan senang hati bersedia ikut merawat Boruto dan Himawari, belum lagi banyak maid yang bekerja di Namikaze Mansion membuat Hinata tidak perlu repot memikirkan mengurus rumah, terlebih lagi jika dia sedang berada di luar Jepang untuk mengemban misi dari PBB.
Ya, Naruto tidak bisa di lepaskan begitu saja dari tentara dewan keamanan PBB. Dewan keamanan PBB masih tetap memerlukannya sebagai kapten pimpinan misi dalam setiap misi perdamaian yang harus diselesaikan oleh PBB. Seperti saat ini, saat Boruto dan Himawari baru berusia lima bulan, Naruto kembali ditugaskan lagi ke Korea Selatan.
Bukan untuk, bertempur atau misi-misi di lapangan seperti yang dibayangkan, Naruto bersama para Jietai anggota tim Matahari, ditugaskan oleh PBB untuk menghadiri penanda tanganan perjanjian perdamaian antara Korea Utara dan Korea Selatan atas tragedi penyanderaan dan uji coba rudal yang dilakukan oleh Korea Utara.
Sementara untuk butiknya, Hinata mempercayakannya pada Yugao, selama dia masih mengurus kedua buah hatinya secara intensif.
"Hime kau tidak perlu memasang wajah cemberut seperti itu, aku kesana tidak untuk berperang." Naruto yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung mencubit gemas pipi gembul sang istri yang menggembung dengan bibir yang dikerucutkan.
Sebenarnya bukan tanpa alasan Hinata memasang ekspresi kesal nya pada sang suami. Mendengar sang suami akan bertandang lagi ke Korea Selatan seketika ingatannya tertuju pada dokter militer yang pernah datang ke Jepang saat suaminya sekarat.
Dokter militer yang memonopoli sang suami yang saat itu sedang meregang nyawa. Daidouji Tomoyo.
"Hmmm." Jawab Hinata singkat sambil melipat jas militer hijau Naruto dan memasukannya dengan hati-hati ke dalam koper. "Kenapa aku tidak boleh ikut? Padahal saat upacara peringatan kematian Jenderal Namiseom di pulau Nami kau mengajakku, bukankah ini bukan misi di medan perang." Hinata mendongakkan kepala indigonya dengan mata yang berkaca-kaca.
Naruto mendekatkan bibirnya pada kepala indigo sang istri dan mengecupnya lembut. "Kau masih harus memberikan ASI eksklusif pada Bolt dan Hima, dan kau juga tidak perlu meragukan cintaku Hime." Bisiknya di tepat di telinga sang istri.
Naruto mengambil amplop dari tas militernya. "Kemarin aku mendapatkan kiriman ini dari Tomoyo." Ucap Naruto santai.
Hinata langsung menautkan alisnya saat mendengar nama gadis yang membuat dirinya gelisah beberapa hari ini.
"Hei... hei, jangan cemburu dulu buka dulu amplopnya." Ujar Naruto buru-buru saat melihat tatapan tajam dari manik bulan sang istri.
Senyum manis terpajang di wajah Hinata saat membuka amplop berwarna merah muda, dan membaca kartu yang terdapat di dalamnya
oOoOoOoOoOoOoOoOoOo
WEDDING INVITATION
Lt. AKIMURA CHOJURO
&
Dr. DAIDOUJI TOMOYO
oOoOoOoOoOoOoOoOoOo
"Aku tidak tahu kapan dan bagaimana mereka menjalin hubungan, yang jelas aku terkejut, dan sekaligus bahagia, karena Tomoyo sudah menemukan pasangan yang tepat untuknya, mereka menikah bulan depan." Komentar Naruto sambil memeluk tubuh sang istri dari belakang dan menghirup aroma lavender sebanyak mungkin dari ceruk leher sang istri.
Hinata menyadarkan kepalanya pada kepala sang suami yang sedang tenggelam di lehernya. "Aishiteru Anata..." Ucapnya lirih, tapi masih cukup jelas di dengarkan sang suami.
"Aishiteru yo, Hime..." Jawab Naruto sambil tetap menikmati aroma lavender dari leher sang istri "Jadi aku boleh berangkat ke Korea Selatan?"
Hinata mengangguk pelan sambil menyembunyikan wajahnya yang merah padam akibat malu. Malu karena ia telah bersikap kekanak-kanakan pada sang suami.
...
Ten Years Later
Ballroom markas JSDF pagi itu di penuhi oleh para petinggi militer dan pejabat dari pemerintahan dan kekaisar Jepang.
Mereka berkumpul di ruangan ini untuk menyaksikan pelantiklan Jenderal baru Pimpinan Angkatan Bersenjata Jepang, hari ini Kolonel Namikaze Naruto, resmi dilantik menjadi Jenderal Pimpian JSDF. Usianya sangat dini, ia baru berusia tiga puluh tujuh tahun, namun karirnya sudah sangat melejit. Mondar-mandir dalam misi perdamaian PBB dalam kurun waktu sepuluh tahun, tak membuat usianya yang tergolong muda itu menjadi penghalang baginya menjadi orang nomor satu di JSDF itu.
Inilah cita-citanya, Naruto telah memperoleh apa yang ia impikan sejak kecil, menjadi Jenderal JSDF dengan usahanya sendiri. Terlalu cepat memang, tapi itu bukan masalah bagi Naruto, ia akan menempati posisi ini selama sepuluh tahun dan itu berarti dia akan pensiun dini di usia empat puluh tujuh tahun, usia yang ideal untuk menempati posisi sebagai presiden direktur stasiun televisi berita terbesar di Jepang.
Naruto memang tak ingin terlalu lama menghabiskan usianya berkarir di JSDF, masih ada stasiun televisi keluarga yang menunggu kepemimpinannya. Ia memang harus pensiun dini dan sebelum itu terjadi, cita-citanya untuk menjadi pemimpin tertinggi JSDF harus terwujud. Semua itu telah Naruto pikirkan matang-matang, dengan terjun ke dalam tentara PBB, membuat karir militernya melejit pesat hingga keposisi tertinggi saat ini.
...
Mata Minato yang duduk di kursi khusus Purnawirawan, berkaca-kaca, saat melihat Kakashi menyerahkan tongkat kepemimpinan JSDF yang merupakan lambang kepemimpinan kepada putranya. Ingatannya kembali menerawang saat pertama kali mengetahui Naruto berhasil lulus dari tes seleksi masuk Akademi Militer Shokasonjuku, akademi militer tertua di Jepang yang mendidik para calon calon Jietai sejak usia dini dibawah tujuh belas tahun.
Putranya itu bahkan mendaftar tes seleksi tanpa sepengetahuannya, yang kala itu menjabat sebagai Jenderal JSDF.
'Kenapa tidak memberi tahu Tou-chan, kau mendaftar seleksi di Shokasonjuku?'
'Aku mau jadi seorang Jietai dengan kemampuanku sendiri, suatu hari nanti, aku akan memimpin JSDF tanpa campur tangan Tou-chan, dan Tou-chan dengan bangga bisa berkata Putraku lebih hebat dariku, dia menjadi Jenderal tanpa campur tanganku sedikitpun.'
Kushina mengelus lembut lengan suaminya saat Minato hampir saja menitikan air matanya. "Dia mirip dengan mu saat dilantik, Anata."
Minato menggeleng pelan sambil menghapus setitik jejak air matanya. "Tidak putraku lebih hebat dariku."
.
Hinata menatap bahagia dengan mata yang berkaca-kaca, saat suaminya mengucapkan sumpah jabatan di depan podium ballroom markas JSDF.
"Kaa-chan kenapa menangis, ttebassa ?" Boruto putra sulungnya yang duduk disampingnya langsung khawatir saat melihat sang ibu yang hampir menangis.
"Daijoubu, Bolt. Kaa-chan hanya terharu," Hinata buru-buru menghapus air matanya, ia tersenyum untuk meyakinkan sang putera bahwa dia baik-baik saja. "Apa Bolt ingin seperti Tou-chan saat dewasa nanti?" Tanya Hinata lembut sambil mengusap surai pirang sang putra.
Boruto, melipat tangannya dan memasang pose berfikir menatap langit-langit. "Aku mungkin ingin jadi JSDF Angkatan udara saja Kaa-chan supaya bisa terbang dilangit, ttebassa.." Jawab Boruto semangat.
"Hima mau punya suami seperti Tou-chan." Sela Himawari, ucapan putri kecilnya itu tentang suami sontak membuat Hinata terkejut, dari mana putrinya yang baru berusia sepuluh tahun itu mengerti tentang pernikahan.
Belum selesai ketekejutannya tentang ucapan Himawari putri kecilnya, suara bocah dua belas tahun yang duduk disampingnya membuat jantung Hinata hampir lepas.
"Aku mau jadi Jietai seperti Papa dan Naruto Ji-san supaya aku bisa menjadi suami Hima, ma." Inoijin putra Sai, yang sekarang menjabat sebagai Komandan Strategi JSDF, mengutarakan dengan santai keinginannya pada sang ibu.
Sementara kedua orang tuanya, Sai dan Ino yang duduk di sebelah Hinata hanya bisa tersenyum kecil, membayangkan bisa berbesan dengan keluarga Namikaze.
Boruto, sudah mengepalkan tanggannya siap menonjok bocah yang dua tahun lebih tua dari usianya.
Sementara sang putri kecil Himawari, sudah tersenyum malu-malu tidak jelas, dengan wajah memerah.
...
"Kapten Namikaze Boruto bagaimana hasil pemeriksaan gerbang utama?"
"Lapor Jenderal, gerbang utama aman."
"Letnan Uchiha Obito bagaimana dengan gerbang selatan?"
"Aman Jenderal."
"Letnan Hyuuga Hitoshi kau sudah memastikan keselamatan putri Himawari?"
"Lapor Jenderal, putri Himawari aman dan terkendali, tidak ada tanda-tanda si pirang pucat berada di sekitarnya."
"Baiklah laporan kalian aku terima, sekarang pergi dan ikuti Putri Himawari, pastikan dia benar-benar pergi makan es krim dengan Sarada."
"Siap Jenderal!" Teriak tiga bocah itu bersamaan.
Tiga bocah itu segera naik kesepeda masing-masing dan melaksanakan perintah dari sang jendral.
"Hihihi, mau sampai kapan kau overprotektif seperti itu Naruto-kun?" Kikikan kecil sang istri membuat Naruto berbalik menoleh kearah sang istri dan berjalan masuk kedalam rumah mungilnya.
Naruto sedang lepas dinas hari ini, tadinya dia bermaksud, ingin bersantai bersama keluarga kecilnya di rumah yang baru dia beli semenjak menjabat menjadi Jenderal, rasanya tidak enak jika harus menumpang terus di mansion Namikaze, walaupun keluarga sama sekali tidak keberatan.
Tapi angan-angannya lenyap seketika ketika sang putri kecil Himawari mengatakan akan keluar pergi makan es krim bersama Sarada, putri Sasuke dan Sakura. Kecurigaan muncul di hatinya saat Ino menelpon sang istri untuk datang kerumah baru mereka dengan tujuan belajar memasak dari sang istri, karena sang suami yang dia kirim dinas ke Saporo, dan sang putra yang sudah janjian kencan.
Dan hasilnya Naruto mengumpulkan para Jietai kecilnya yang beranggotakan putra dan para keponakannya untuk menguntit Himawari.
"Dia terlalu cepat jatuh cinta Hinata, kau bahkan jatuh cinta padaku di usia dua belas tahun." Ujar Naruto sambil mendekatkan dirinya ke tubuh sang istri, dan mulai mendekap hangat tubuh sang istri.
"Berarti saat usia dua belas tahun dia sudah boleh berpacaran?" Cicit Hinata dalam dekapan suaminya.
Naruto menggeleng sambil menenggelamkan wajahnya di rambut tebal Hinata. "Aku akan selalu menjadi cinta pertama bagi Himawari...."
Hinata terkikik kecil sambil mengusap pundak sang suami.
"Hime, mumpung anak-anak sedang tidak di rumah, dan aku sedang lepas dinas, bagaimana jika kita 'menuntaskan kewajiban'?" Tangan Naruto yang sedari tadi memeluk pinggangnya kini menyusup kebali blouse abu-abu Hinata.
"Ta-ta-pi Naruto-kun bukankah Ino akan kesini?"
"Tinggal telepon saja apa susahnya." Naruto mulai mendorong pelan hingga tubuh mungil Hinata terduduk di sofa ruang keluarganya.
Dengan posisi berlutut di depan tubuh Hinata, Naruto mulai mengeliminasi jarak diantara mereka, menyatukan bibirnya dengan bibir sang istri, mengecup lembut dengan penuh rasa kasih dan sayang.
"Kau tahu, Hime? Teme itu sering sekali mengejekku karena belum memilik anak dari hasil kerja kerasku sendiri..." Rengek Naruto manja sambil tetap melepaskan kancing-kancing pakaian sang istri. "Bukannya aku tidak bersyukur dengan adanya Bolt dan Hima, tapi kau tahu, 'kan...?"
Ucapan Naruto terhenti, saat tangan putih Hinata berusaha melepaskan tangan Naruto yang memeluknya dan membawa telapak tangan tan itu ke bagian perutnya yang terbuka polos "Sudah tiga minggu." Bisik Hinata lembut.
Mata Naruto membulat, mencoba memahami ucapan ambigu sang istri, butuh beberapa detik untuk Naruto memahami maksud perkataan sang istri.
"Kau hamil lagi, Hime?" Tanya Naruto seolah tak percaya.
Hinata mengagguk pelan dengan wajah yang memerah.
Naruto mendekatkan wajahnya pada perut sang istri, tangannya mulai merengkuh memeluk perut rata yang berisi benihnya, menempelkan telinga dan pipinya pada pada tempat dimana anak-anaknya lahir.
"Aku mencintaimu Hime, sangat sangat mencintaimu, kau segalanya untukku." Sambil mengecup lembut perut rata Hinata, sambil terus mengucapkan kata kata cinta untuk wanita tercintanya.
Jenderal JSDF itu dengan sangat lembut merengkuh tubuh mungil istrinya dan membawa Hinata ke peraduan mereka, dia tidak akan melakukan hal-hal mesum yang bisa membahayakan buah hati ketiganya ini. Hanya ingin memeluk erat Hinata, sampai mereka berdua terbawa ke alam mimpi.
Finish
Sharing dong chapter yang mana yang jadi favorit kalian dan apa alasannya 😊
Terus bagaimana kesan-kesan kalian setelah membaca sweet malpractice....?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top