23. Jagoan Kecil

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Sakura mulai menyingkap dress hamil Hinata yang berwarna abu-abu muda itu, lalu menutup selangkangan Hinata dengan jaket hoddie orange Naruto yang dijadikan sebagai selimut penutup, pelan-pelan dia buka celana dalam Hinata yang sudah basah akibat cairan bening ketuban yang bercampur darah. Lalu ia membantu Hinata membuka lebar selangkangannya, lalu kedua kaki Hinata dikaitkannya pada kaki Naruto yang juga ditekuk dan memagari tubuh Hinata.

"Hinata atur nafasmu seperti yang telah diajarkan di kelas senam hamil, Naruto bantu Hinata menyamankan sandarannya di dadamu." Perintah Sakura, "Sasuke-kun tolong bawakan tas dokterku." Kali ini Sakura bahkan berani memerintah suami yang dia segani ini.

Sasuke menautkan alisnya dengan posisi tubuh yang masih menghadap dinding lift, dia mencerna kembali apa yang dikatakan istrinya. 'Apa apaan ini kenapa Sakura berani memerintahku?' Batin Sasuke, dia tidak terima diperintah seperti itu oleh seorang perempuan apalagi perempuan itu adalah istrinya.

"Sekalian ambilkan juga saputangan Hinata di tas pinguin itu." Sekarang malah Naruto ikut-ikut memerintahnya.

'Apa-apaan si Dobe ini malah ikut memerintahku?' Batin Sasuke benar-benar tidak di terima diperintah apalagi oleh sahabat Dobenya ini. Tiba-tiba seringai licik terukir di bibirnya, 'Mungkin sedikit mengerjai si dobe ini tidak masalah.'

"Bukankah kau yang menyuruhku menghadap dinding, jika aku mendekat otomatis aku bisa melihat istrimu?" Balas Sasuke jahil.

"Tak masalah." Jawab Naruto santai sambil membelai poni istrinya yang sedang mengatur nafas untuk mengurangi rasa sakit. "Jaketku sudah menutup asset berharga Hinata sekarang tunggu apalagi, kau tidak dengar apa kata Sakura-chan cepat ambilkan tas kerjanya, dan saputangan Hinata juga!!!" Tambah Naruto lagi.

"Sasuke-kun tolonglah, tak apa membantu mereka, bukankah mereka juga sering membantu kita dari dulu?" Pinta Sakura setengah memelas.

Walaupun sedobe-dobenya sahabat pirangnya ini, tapi tidak dapat di pungkiri bahwa Naruto sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri, karena sejak kecil keluarga Narutolah yang membesarkannya bahkan hingga menjadi dokter sekarang ini.

Sasuke mendengus kesal, dia berbalik sambil membawa tas yang berisi peralatan dokter milik istrinya.

...

Sakura menepelkan stetoskop ke dada Hinata, untuk memastikan kondisi jantung si ibu baik-baik saja, lalu membuka kancing dress hamil Hinata tepat di bagian perutnya. Dia kemudian menempelkan Funduscope*) setiap sisi perut besar Hinata, setelah mendengar samar samar detak jantung janin yang sebentar lagi akan lahir. Sakura meraba perut besar itu dengan kedua tangannya, memastikan bahwa posisi kedua bayi ini tidak dalam posisi sunsang.

"Ngggghhhhhh...." Hinata mengerang kesakitan saat Sakura mulai meraba perut besarnya yang terasa keras.

Melihat istrinya bertambah kesakitan Naruto segera menggenggam tangan putih Hinata, seraya mengecup puncak kepala istrinya. Tangannya yang lain menghapus peluh di kening Hinata dengan menggunakan sapu tangan bergambar beruang lucu yang diambilkan Sasuke tadi.

"Bagaimana Sakura-chan?" Tanya Naruto dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

"Kepalanya sudah di bawah." Jawab Sakura, kemudian dokter dengan mata sewarna permata emerlad itu, beralih dan duduk kembali tepat di depan selangkangan Hinata. Kepala merah mudanya itu menyusup kebawa jaket orange Naruto yang dijadikan sebagai selimut penutup.

"Sasuke-kun bisa ambilkan hand sanitizer." Pinta Sakura sambil mengulurkan tangannya kearah sang suami, sementara kepalanya masih menengok ke dalam jaket Naruto.

'Kenapa sekarang Sakura malah memperlakukanku seperti asitennya?' Batin Sasuke yang tidak terima disuruh suruh oleh istrinya. Yang pertama dia disuruh mengambilkan stetoscope, lalu disuruh lagi mengambilkan funduscope sekarang sudah yang ketiga kalinya Sakura menyuruhnya, padahal selama ini istrinya itu tidak berani memerintahnya seperti ini.

"Teme! Kenapa kau diam saja? Cepat ambil yang diminta Sakura-chan!! Berbaik hatilah sedikit Teme, kau tidak akan tahu nanti Sakura melahirkan seperti apa?" Celoteh Naruto yang geram melihat Sasuke yang tak kunjung bergerak.

Sasuke tersenyum miring, dia menganggap apa yang dikatakan sahabat Dobenya adalah sebuah doa. Dengan cekatan dia mengambilkan sarung tangan karet dari dalam tas kerja Sakura.

Sakura memang selalu membawa beberapa peralatannya, ia selalu bersiaga kalau-kalau jika ada yang membutuhkan pertolongannya, ya seperti sekarang ini.

Kepala Sakura keluar dari balik jaket orange Naruto, dia mengambil botol hand sanitizer dari tangan suaminya, dan mulai melumuri tangannya dengan gel bening itu. "Sasuke-kun tolong sarung tangan karet." Sekarang Sakura sudah merasa bahwa suaminya ini adalah asistentnya.

Dengan cekatan menikmati perannya sebagai perawat, Sasuke memeriksa isi tas kerja Sakura, dan mencari apa yang istrinya inginkan. Sakura kemudian melapisi tangannya dengan sarung tangan karet kesehatan yang biasa di pakai oleh petugas medis.

Wanita musim semi itupun kembali menyusupkan kepalanya kebalik jaket orange itu dan memeriksa daerah kewanitaan Hinata "Sudah bukaan delapan." Ujarnya setelah menampakan kembali kepalanya.

Sasuke yang melihat peluh di jidat nan lebar milik istrinya, perlahan menghapusnya dengan ujung kemeja bagian tangannya, la kecup mesra jidat lebar istrinya. "Aku akan menemanimu lebih romantis lagi dari si Dobe saat kau melahirkan." Bisik Sasuke di telinga istrinya.

"Oi oi oi, kalian jangan sibuk bermesraan, lihat istriku sedang kesakitan." Teriak Naruto saat melihat Sasuke dan Sakura yang masih sempat-sempatnya beromantis ria di saat menegangkan seperti sekarang.

Sakura dan Sasuke segera melengos masing masing saat mendengarkan protes, dari sahabat pirangnya itu.

...

"Tarik nafas dari hidung dan hembuskan lewat mulut Hinata..." Instruksi Sakura sambil terus memeriksa jalan lahir Hinata.

"Uhum..." Jawab Hinata lemah, sementara Naruto yang menjadi sandaran Hinata terus mengelus perut Hinata yang kian mengeras akibat penebalan dinding rahim yang menyebabkan kontaksi menyakitkan dari dalam rahim Hinata.

"Naruto bantu Hinata melepaskan branya, ia akan sulit mengatur nafas jika branya tidak dilepas." Perintah Sakura sambil tetap memeriksa jalan lahir Hinata.

Tanpa melepaskan pakaian Hinata Naruto dengan cekatan melepaskan kaitan bra istrinya dari luar, dari leher baju Hinata ia keluarkan bra merah muda berenda itu.

Sasuke mengeguk ludahnya pelan saat melihat ukuran cup bra Hinata.

"Teme apa kau lihat-lihat?! Aku tahu dada istrimu tak sebesar punya istriku, tapi sopanlah sedikit, bagaimanapun Hinata adalah istri sahabatmu sendiri." Teriak Naruto tanpa sadar ucapannya itu membuat sang dokter merah muda menahan hasrat ingin menonjoknya.

"Kau sebaiknya cepat ambil selimut bayi di dalam tas pinguin itu." Perintah Naruto seenaknya.

Naruto menutup dada Hinata yang sudah tidak memakai bra dengan selimut bayi yang di berikan Sasuke dengan kasar, "nah kalau begini dadamu tak tercetak jelas, aku tau si Teme pasti sangat iri, karena dada Sakura-chan itu rata."

Sakura dan Sasuke semakin mengepalkan tangannya menahan amarah mendengar ucapan bodoh sahabat pirangnya ini.

...

Hinata menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit dari dalam rahimnya. Air mata Naruto mulai merembes saat melihat istrinya begitu kesakitan, sementara Sasuke sedikit melongo saat melihat Naruto mengeluarkan air matanya.

"Kau tahu 'kan sekarang bagaimana susahnya Kushina Ba-san melahirkanmu? Makanya kau jangan sering melawan Dobe." Ejek Sasuke.

Naruto mendengus kesal mendengar ejekan sahabatnya, dan kembali fokus pada istrinya yang sedang kesakitan.

"Kau kuat Hime, berjuanglah demi anak-anak kita, aku selau bersamamu..." Bisik Naruto tepat di telinga istrinya.

"Suminasen..., apa ada orang di dalam?" Tanya suara yang berasal dari luar lift.

Sasuke berdiri dan mendekat ke pintu lift yang tertutup "Bisa cepat buka pintunya, disini ada yang mau melahirkan." Jawab Sasuke dengan suara yang sedikit di tinggikan.

"Cepat buka pintunya, istriku akan melahirkan, bodoh!" Umpat Naruto, dengan tubuhnya yang siap bangkit untuk menerjang pintu lift tanpa sadar, kalau sang istri sedang bersandar lemah di dadanya

"AKHHHHHHHH!!!!" Hinata berteriak kesakitan saat tubuh Naruto yang dijadikannya sandaran bergerak.

"BAKA! Jangan bergerak, kau menyakiti Hinata bodoh!" Geram Sakura yang melihat Naruto yang tidak bisa mengendalikan emosinya.

Naruto kembali keposisinya, dan menyamankan tubuh Hinata di sandarannya.

"Maafkan aku Hime..." Ucapnya lirih sambil mengelus lembut pipi susu Hinata.

"Mungkin butuh waktu, tuan, lift yang anda tumpangi mengalami kerusakan saat terhempas saat terjadi gempa tadi, kami butuh waktu sekitar tiga jam lagi untuk membuka pintunya" Jawab petugas yang berada di luar lift.

Naruto menggertakkan giginya, menahan amarahnya sudah benar-benar di puncak, sudah hampir setengah jam menunggu petugas datang, sekarang malah setelah petugas datang harus menunggu lagi dia bersumpah dalam hati akan menjual penthhousenya disini.

...

Beruntung Tokyo hanya diguncang gempa menengah, karena semua bangunan di Jepang didesain anti gempa, tidak banyak kerusakan yang terjadi. Hanya saja beberapa instalasi penting di Tokyo sempat terhenti.

Kushina, Tsunade dan Sara yang menggendong Tobi berjalan tergopoh-gopoh memasuki lobi apartement tempat tinggal Naruto. Sesaat setelah gempa berhenti, bersama Sara yang sekarang tinggal di Namikaze Mansion. Mereka langsung tancap gas menuju kediaman si pirang, karena sangat khawatir dengan keadaan menantunya yang sedang hamil tua.

...

"Ada apa ini?" Tanya Kushina saat melihat banyak orang dengan pakaian bengkel mengerubuni lift.

"Liftnya rusak Nyonya dan ada wanita yang akan melahirkan di dalam." Jawab seorang Resepsionist.

Kushina berlari brutal, dan menghampiri lift itu diikuti Sara dan Tsunade. "Hinata, Naruto kalian di dalam, nak?" Tanya Kushina setengah berteriak.

"Di dalam ada aku dan Sakura, Ba-san." Jawab Sasuke yang berada di dekat pintu untuk mewakilkan Naruto yang sedang sibuk menenangkan Hinata.

"Sakura kau di dalam..?" Tsunade yang sedari tadi berada di belakang Kushina segera maju saat tau ada anak didiknya di dalam.

"Iya, Tsunade-sama ada aku, Hinata sudah tidak bisa menunggu lagi, ketubannya sudah pecah, dan sudah bukaan delapan." Jawab Sakura setengah berteriak.

"Sakura dengarkan aku, usahakan Hinata tidak kehabisan tenaga, dan jangan sampai terjadi pendarahan, Hinata memiliki anemia akut, jika dia kehilangan banyak darah sebelum bayinya lahir, maka dia tidak punya tenaga untuk mengejan, kau tahu bahayanya jika ibu kehabisan tenaga saat melahirkan normal ingat Hinata akan melahirkan dua bayi." Jelas Tsunade dari balik pintu lift.

...

Sakura terdiam menedengar penjelasan guru pembimbingnya itu. Resiko yang sangat besar ada di hadapannya, karena kelahiran ini tidak seharusnya terjadi di tempat darurat seperti ini. Dia sangat mengerti bagaimana menangani kelahiran dengan ibu yang memiliki riwayat penyakit anemia. Biasanya dia pasti akan menganjurkan operasi caesar dan jika ketuban sudah keburu pecah dan terpaksa harus melahirkan normal.

Sang ibu harus dibantu pernafasannya dengan tabung oksigen agar tidak terlalu banyak menghabiskan tenaga untuk mengatur nafas. Dan untuk menghindari resiko pendarahan, biasanya proses kelahiran akan dibantu dengan alat bantu vacuum tapi di tempat sepeti ini semua peralatan itu tidak tersedia. Sakura mengusap wajahnya kasar. "Kau bisa Sakura." Sasuke menyemangati sambil merangkul pelan bahu Sakura.

Wajah Naruto seketika pucat pasi, mendengar penjelasan sang nenek, ia ingat peringatan sang nenek kemarin kalau Hinata terlalu beresiko melahirkan normal. "Sakura-chan , tolong..." Pinta Naruto dengan memelas, dari wajah tannya sudah terpancar aura ketakutan yang besar. Bulir-bulir bakal air mata mulai memenuhi mata birunya.

"Sakura-chan, boleh aku mengejan sekarang.., rasanya sudah sakit..." Ucap Hinata lemah. Rasa ingin mengejan sangat terasa dari dalam perutnya, Hinata merasakan ada dorongan besar dari dalam perutnya ingin segera melesak keluar.

"Jangan dulu Hinata, pembukaanmu belum sempurna." Jawab Sakura lembut dengan tersenyum tipis.

Sasuke mengeluarkan botol air mineral dari tas kerjanya dan menyerahkan pada sahabat pirangnya dan juga pada istrinya.

"Terimakasih Sasuke-kun." Ujar Sakura lembut, sambil menyerahkan botol yang masih berisi setengah kepada suaminya

Sementara Naruto langsung membantu istrinya untuk minum. Dia sudah tidak peduli dengan keadaanya sendiri, baginya yang terpenting sekarang adalah istri dan anak-anaknya.

...

Minato datang bersama Itachi yang sekarang bergabung di NTV, mereka segera datang ke tempat ini, setelah mendapan telepon dari Tsunade, Hinata akan melahirkan dan terjebak di lift.

Dua pria ini benar-benar terkejut, melihat Sara dan Kushina dengan brutalnya menerjang pintu lift, padahal disana sudah ada petugas yang sedang memperbaiki lift dengan membongkar tombol lift.

"Bagaimana Okaa-san? " Tanya Minato pada Tsunade dengan tangan yang mengusap kasar peluhnya di kening.

"Sudah bukaan delapan dan ketubannya sudah pecah, Hinata harus melahirkan, jika tidak bayinya akan keracunan ketuban." Jawab Tsunade, sambil menghela nafas berat. Seketika dia merasa bahunya di rangkul, saat dia menoleh ternyata orang itu adalah suaminya Jiraiya yang baru saja datang.

"Semua akan baik-baik saja Tsutsu, ada Sakura di dalam, bukankah dia muridmu, ada Naruto juga, dia adalah sumber kekuatan Hinata." Ucap Jiraiya menenangkan istrinya.

Sementara itu Minato dan Itachi menghampiri istri mereka untuk menghentikan kebrutalan dua wanita berambut merah ini.

"Sachi, sudah..." Pinta Itachi sambil merangkul pinggang Sara menjauhkannya dengan lift itu.

"Kau itu laki-laki Tachi-kun kau tidak tahu sakitnya saat melahirkan! Aku tidak bisa bayangkan betapa sakitnya Hinata mengejan beralas lantai lift yang keras dan dingin." Ungkap Sara kesal dengan kaki yang masih sibuk menerjang pintu lift.

"Kau dengar itu Minato! Kau tak tahu apapun tentang melahirkan, kau bahkan sibuk berperang saat aku hampir mati melahirkan Naruto dan Menma." Ucapan Kushina yang penuh kemarahan itu membuat Minato sedih, dan berkecil hati sampai sampai Pensiunan Jenderal JSDF itu berjongkok pundung di pojokan loby.

Sementara Itachi dia memilih menjauh dan membiarkan mertuanya dengan sang istri melakukan aksi brutal, lebih baik mengalah dari pada nanti Sara menyuruhnya tidur di sofa.

Tak lama beselang keluarga Hyuuga pun datang, dengan keadaan yang lebih heboh, Neji, Hanabi, dan Tenten membawa linggis di tangan mereka.

Sementara Hiashi malu dan menutup wajahnya dengan tangannya, dia lebih memilih menyadarkan sahabat pirangnya yang tengah pundung di pojokan akibat ucapan pedas sang istri.

"Ba-san pakai ini." Ujar Neji dengan percaya diri.

Kushina mengambil linggis dari tangan Neji, sementara Sara mengambil linggis dari Tenten. Lima orang itu mengangkat linggis tersebut tinggi dan menyatukannya di udara layaknya sebuah pedang, mereka berlagak selayaknya seorang pendekar pedang yang siap berperang.

"Yosh! Mari kita selamatkan Hinata yang terperangkap di lift." Ucap Neji lantang dengan tangannya yang lain yang mengepal.

"YOSHHHHH!" Jawab Kushina, Sara, Tenten dan Hanabi serempak.

Tsunade, Itachi dan Hiashi hanya menggelengkan kepala melihat tinggakah lima orang itu yang sekarang sedang mencungkil celah pintu lift itu. Tidak kah mereka tahu kalau lift itu dirancang dengan sistem canggih, yang sedang di perbaiki para petugas melalui tombol-tombol yang berada di samping lift. Bahkan petugas itu pun sampai terkekeh geli melihat tingkah orang-orang itu.

Sementara Jiraiya lebih memilih mendekati putranya dengan iba yang sedah berjongkok di pojokan. "Memang berat menjadi seorang suami nak." Hibur Jiraiya sambil menepuk pundak Minato, Minato menoleh melihat ke arah ayahnya dengan mata berkaca-kaca. Seketika dia berhambur ke pelukan sang ayah.

"Otou-san Kushina sudah tidak mencintaiku lagi." Ujar Minato disela-sela tangisan penuh dramanya.

"Tabahkan hati mu, nak. Hidup memang kejam." Hibur Jiraiya sambil menepuk bahu pundaknya dengan dramatisir.

...

"Tarik nafas Hinata-chan lalu hembuskan perlahan." Instruksi Sakura lembut, sambil tetap memantau daerah kewanitaan Hinata.

Sasuke dengan setia mengusap keringat di jidat lebar Sakura dengan membuang mukanya, bukan karena dia enggan memandang jidat lebar sang istri yang sering dia kecupi, ia hanya menghindari jika tidak sengaja melirik selangkangan Hinata, karena sekarang posisinya berada di samping Sakura.

Dia ingin tetap menemani istri merah mudanya yang sedang berjuang membantu Hinata membawa kehidupan baru di dunia. Dan juga tetap harus menjaga emosi sahabat Dobenya itu agar tidak mengoceh, 'jangan sampai kau menatap selangkangan istriku!'

"Sudah pembukaan sepuluh Hinata, bersiaplah untuk mengejan." Ucap Sakura dengan ekspresi ceria, setelah menengok ke selangkangan Hinata.

Naruto mengeratkan genggamannya pada tangan istrinya, bibirnya mengecupi puncak kepala Hinata

"Hime jangan takut, aku disini...." Bisik Naruto tepat di telinga Hinata.

"Nggggggggg, hhhhhh..., NGGGNNGG..., HHHHHHH, NGGGGG... HHH..." Hinata mulai meneran dengan sepenuh tenaganya dengan nafas terputus-putus, berusaha membawa anak-anaknya untuk melihat kehidupan baru di dunia.

"Bagus Hinata seperti itu, sekarang hembuskan nafas perlahan Hinata." Perintah Sakura.

"Hhhhhhhh.." Dengan berucuran keringat Hinata menghembuskan nafasnya perlahan, rasa sakit masih sangat merajai perutnya, dan dorongan dari sang bayi yang ingin melesak keluar.

Disela-sela Hinata menghembuskan nafas, Naruto menyeka keringat di kening Hinata dengan saputangan bergambar beruang, dan jangan lupakan Sasuke yang sekarang juga ikut menyeka keringat di jidad lebar Sakura, dengan saputangan bergambar bunga matahari yang entah kapan diambilnya dari tas sahabat Dobenya.

"Tarik nafas dalam-dalam, dan saat kontrasinya datang lagi meneranlah tiga kali seperti tadi." Sakura kembali memberikan instruksi.

Hinata mulai menarik nafasnya dalam-dalam, mengumpulkan oksigen sebanyak mungkin untuk paru-parunya, sebelum dia berjuang lagi.

"Nggggggggg, hhhhhhhhh..., NGGGNGGGNGG..., HHHHH, NGGGG... HHH..." Hinata memulai lagi perjuangannya, peluh membanjiri sekujur tubuhnya.

"Hinata kepala kuning bayimu sudah mulai terlihat, Naruto anak kalian berambut pirang seperti mu, ku harap dia tidak Baka seperti mu, sedikit lagi Hinata." Teriak Sakura kegirangan.

Naruto menangis haru mendengar perkataan Sakura "Kau dengar itu, Hime? Salah satu anak kita berambut pirang seperti ku, hontou ni arigatou, Hime." Bisik Naruto sambil mencium kepala indigo istrinya.

Sasuke yang penasaran dengan ucapan istrinya, mencoba menengok selangkangan Hinata, dia hanya penasaran dengan kepala kuning si bayi.

"TEME, JAUHKAN PANDANGAN LIARMU DARI SELANGKANGAN ISTRIKU!" Teriak Naruto sambil menunjuk wajah sahabat temenya itu.

Hinata tersenyum di sela-sela rasa sakitnya, perkataan Sakura dan bisikan dari suaminya tadi seolah menjadii kekuatannya untuk berjuang lagi membawa anaknya melihat dunia.

"AKKKHHHHHHHHHHHHH...NGGGGGNGGGGGGNGGGGGGNGGGGNGNGNGNNGNGGGG..." Hinata meneran dengan tenaga yang cukup besar, dan usahanya itu tidak sia-sia, dengan mudah Sakura menarik tubuh mungil bekepala pirang seperti ayahnya itu, keluar dari rahim Hinata.

Oek...Oek... Oekkkk.

Tangis bayi pirang itu pun pecah dengan nyaringnya, kelopak matanya sedikti terbuka dan menampilkan mata biru shapire yang di wariskan oleh sang ayah dan kakeknya, pipi merahnya menampilkan dua goresan seperti kumis kucing persis seperti milik sang ayah.

"Laki-laki." Ucap Sakura di sela-sela tangis bahagianya "Aku seperti melihat Naruto di gendonganku." Sambung Sakura haru.

Hinata tersenyum bahagia saat mendengar penuturan Sakura.

"Sakura-chan berikan padaku aku ingin melihatnya, ttebayo..." Rengek Naruto, dia memang tidak bisa bergerak kemana-mana, karena Hinata bersandar lemah di dadanya.

"Sabar Dobe, tali pusarnya harus dipotong dulu." Ujar Sasuke sinis, dengan mata yang tetap memandang takjub bayi yang seperti fotocopy sahabat Dobenya ini

'Semoga sifatnya nanti menurun dari Hinata dan Minato Ji-san, jangan sampai kelakuan  konyol Naruto menurun padanya.' Batin Sasuke sambil terus menatap lekat bayi pirang ini.

..

Lima orang pahlawan linggis itu, menghentikan aksi liarnya selama setengah jam, saat mendengar suara tangis bayi menggema dari dalam lift, begitu pula denga Tsunade, Jiraiya, Hiashi, Itachi dan Minato yang sudah tidak pundung di pojokan lagi.

Tsunade maju paling depan agar bisa berbicara denga muridnya. "Sakura apa bayinya sudah lahir?" Tanya Tsunade sedikit berteriak.

"Sudah Tsunade-sama yang laki-laki sudah lahir, dia benar-benar fotocopy Naruto." Jawab Sakura setengah berteriak.

"Yokatta..." Teriak Kushina kegirangan, dia berhamburan kepelukan suami pirangnya.

Minato merentangkan tangannya saat Kushina menuju dirinya.

"Kau dengan Minato? Satu cucu kita sudah lahir." Ungkap Kushina semangat sambil mendongakan kepalanya kepada suaminya menampakan permata abu-abunya yang berkaca-kaca

Minato mengelus lembut surai merah istrinya. "Cucu kita sudah dua sekarang." Ucap Minato dengan menahan air mata dari mata birunya.

"Akan tiga sebentar lagi, jadi jangan gampang merajuk dan jongkok pundung di pojokan seperti tadi." Ucap Kushina gemas sambil mencubit pipi suaminya.

Sementara anggota keluarga yang lain mulai hanyut dalam kebahagiaan masing-masing

"Neji, Tenten kalian kapan menyusul Hinata dan Naruto, apa mau di inseminasi juga?" Sindir Hiashi yang sebenarnya hanya bercanda.

Sementara Neji dan Tenten hanya terdiam membatu.

...

Sasuke dengan reflek melepaskan jas bermereknya untuk dijadikan Sakura alas untuk meletakan bayi pirang yang baru lahir. Catat Sasuke dengan rela membiarkan jas mahalnya dibaringkan bayi merah yang baru lahir dengan lumuran darah.

Dengan hati-hati Sakura menggunting tali pusar yang masih menempel pada pusar sang bayi, lalu mulai mebersihkan darah dari tubuh si bayi pirang dengan menggunakan tissue basah yang berasal dari tas Hinata.

Sasuke dengan sigap menyerahkan selimut bayi yang diambilnya dari tas Hinata untuk membungkus bayi mungil yang baru di bersihkan Sakura

Sakura mendekatkan bayi kecil itu ke dada Hinata yang kancingnya sudah terbuka, dan bisa dipastikan Sasuke sedang berdiri menghadap dinding sekarang, karena tidak mau sahabat Dobenya mengoceh.

Hinata menatap lembut bayi pirang yang sedang bersandar lemah di dadanya, mulut sang bayi mencari cari dimana keberadaan puting sang ibu, dan setelah mendapatkan yang dicarinya sang bayi melumat-lumat kecil puting ibunya.

"Okaerinasai Namikaze Boruto." Suara bariton terdengar bergetar, Hinata mendongak menatap mata biru sang pemilik suara yang sekarang sudah di linangi air mata bahagia.

"Dia benar-benar mirip denganmu Naruto-kun. Aku bahkan tidak kebagian apapun pada dirinya...." Canda Hinata lirih.

Naruto mengelus pelan surai pirang di kepala mungil putranya, mendekap Hinata, beserta putranya yang bersandar pada dada istrinya, lalu membenamkan wajahnya di kepala indigo sang istri "Hinata, arigatou." Bisiknya lirih.

Sakura saat melihat pasangan yang berpelukan dengan bayinya yang baru lahir dia membayangkan kalau itu dia dengan Sasuke, dengan bayi mungil di pelukannya.

'Seandainya saat itu bayi ku tidak meninggal.' Batin Sakura pilu, mengingat kejadian beberapa bulan lalu saat bayinya harus meninggal dalam kandungan karena tidak berkembang akibat miom yang dideritanya.

Air mata pilu mulai membasahi emerald Sakura, ia sedikit mengasiani dirinya sendiri kali ini. Sasuke yang melihatkan Sakura menintikkan air mata saat melihat orang tua baru itu, berinisiatif mendekati istrinya, ia rangkul mesra tubuh mungil Sakura, dan menciumi sisi kepalanya.

"Tak lama lagi, aku yakin tak lama lagi, bayi mungil yang persis seperti ku akan mewarnai hidup kita." Hibur Sasuke sambil memeluk istri merah mudanya ini.

Sambil membelai lembut punggung mungil putranya yang bersandar manja pada dadanya, Hinata menggigit bibirnya menahan sakit pada perutnya yang masih membesar. Pertanda bayi keduanya akan lahir.

"Hime kenapa?" Tanya Naruto mengalihkan padangannya dari putra.

"Sakit..." Cicit Hinata sambil mengelus perut besarnya dengan tangannya yang lain.

"Sakura-chan." Panggilan Naruto membuyarkan lamuan Sakura, dokter merah muda itu lalu melepaskan diri dari rangkulan suaminya.

Sakura segara menyusup lagi ke balik jaket Naruto yang menutupi selangkangan Hinata. Lalu beralih ke perut besar Hinata, dan merabanya. Perut Hinata yang terasa keras menjadi pertanda bahwa kontraksi akan kembali datang.

"Bersiaplah Hinata, bayi perempuanmu akan segera lahir kepalanya sudah di bawah." Ucap Sakura menyemangati, sambil perlahan memindahkan Boruto ke gendongannya.

"Sasuke-kun tolong gendong Boruto sebentar, dan pakaikan dia selimut." Pinta Sakura lagi pada suaminya.

Sebelum Sasuke mendekat dengan sigap Naruto menutup dada istrinya yang tadi sempat terbuka karena keberadaan Boruto. Dengan senang Hati Sasuke bersingut mendekatkan tubuhnya dan mengambil bayi mungil itu dari gendongan Sakura.

"Berjuanglah Hime, untuk Himawari..." Bisik Naruto lembut di telinga istrinya, ia tarik sedikit dagu istrinya, dan mulai mengecupi bibir peach Hinata, sebelum Hinata kembali berjuang.

Sakura yang hampir saja melihat ciuman pasangan suami istri Namikaze itu, buru mengalihkan padangannya pada sang suami.

Sasuke dengan telaten membungkus tubuh mungil Boruto dengan selimut bayi yang diambilnya dari tas pinguin, setelah terbungkus hangat dengan hati-hati Sasuke membawa Boruto kedalam gendongannya. Sesekali jari putih Sasuke menoel pipi tembam Boruto, bahkan hingga mengecupi pipi yang dihiasi dua guratan itu.

Sakura tersenyum miris melihat suaminya begitu senang menggendong anak orang lain, pertanda kalau Sasuke sudah sangat merindukan kehadiran anak di tengah-tengah mereka.

'Maafkan aku Sasuke-kun, yang belum bisa membuatmu menjadi seorang ayah.' Batin Sakura pilu, tapi tiba-tiba fikirannya terpecah saat mendengar suara~

"AAAAAAAAKKKKKKKKHHHHHHHH..." Teriak Hinata nan memilukan.

"Sakura-chan apa yang terjadi?" Tanya Naruto ketakutan.

Sakura segera menyusup ke selangkangan Hinata. Wajahnya pucat seketika saat telah keluar dari Jaket orange itu

"Sakura-chan katakan ada apa!?" Tanya Naruto tidak sabaran.

Sasuke mendekat ke Sakura sambil menggendong Boruto.

"Sakura katakanlah.." Pinta Sasuke lembut.

"Hi-hi-Hinata pendarahan, dia terlalu keras mengejan saat Boruto mulai keluar tadi." Ucap Sakura gelagapan.

Sebenarnya jika sang ibu mengalami pendarahan setelah melahirkan itu biasa, tapi ini beda, Hinata adalah pengidap anemia akut, jika dia mengalami pendarahan maka otomatis Hemoglobinnya akan turun drastis, dan dia harus di transfusi darah, dengan posisi mereka yang terkurung di lift tidak mungkin untuk melakukan transfusi darah. Belum lagi jalan lahir Hinata yang sudah terbuka sempurna, dan masih ada satu bayi lagi di dalam rahimnya.

...

Semua orang yang berada di luar lift, sontak mendekat ke pintu lift. Tsunade yang berada paling depan segera bertanya dengan setengah berteriak.

"Sakura apa yang terjadi?" Tanya Tsunade dari luar lift

Tak ada jawaban dari dalam lift.

"Sakura, kenapa Hinata berteriak?" Tanya Tsunade dengan suara yang lebih ditinggikan lagi.

Semua orang keluarga yang berada di belakang Tsunade tampak ketakutan menanti jawaban dari Sakura.

...

Kediaman Sakura yang ketakutan, Naruto yang menangis sambil mengelus surai panjang sang istri, membuat Sasuke tidak tinggal diam, setidaknya jika dia bicara orang-orang diluar pasti berusaha membantu mereka.

"Hinata pendarahan dan satu bayi lagi masih ada di dalam perut Hinata." Teriak Sasuke.

Semua anggota keluarga, seketika memasang wajah cemas, Kushina bahkan menangis histeris di pelukan suaminya.

"Sakura kumohon tetap tenang." Instruksi Tsunade dari luar lift. "Sakura pelan-pelan minta Hinata jangan meneran jika dia akan kehabisan darah kita tidak bisa melakukan transfusi darah di saat seperti ini."

Sakura perlahan mulai berani mengeluarkan suaranya, "bagaimana dengan bayinya Tsunade-sama, jalan lahir Hinata sudah terbuka dan bayinya masih ada di dalam, bayi itu bisa-bisa keracunan ketuban jika tidak segera di keluarkan." Jawab Sakura setengah berteriak.

Tsunade terdiam dia tidak bisa memberikan jawaban apa-apa. Sementara para keluarga sudah cemas menunggu keputusan Tsunade.

"AKU BISA!" Teriak Hinata dari dalam lift, dan membuat semua orang semakin panik. "Sakura-chan bantu aku meneran, aku masih bisa, aku kuat..hhhhhhh.." Ucap Hinata terputus dengan nafas nya yang pendek. "Aku harus melahirkan Himawari, biar aku saja yang mati...hhhhh..." Ucapnya lagi sambi menggenggam erat tangan Sakura dengan satu tangannya.

"Hime kau ini bicara apa? Jangan lakukan apapun! Anak bisa dibuat lagi, Hime. Lagi pula kita sudah punya Boruto." Ucap Naruto tanpa pikir panjang lagi.

Hinata menepis kasar tangan Naruto yang menggenggam tangannya yang lain.

"H...HHHHH...HHHH...A...k...u seorang ibu Kapten Namikaze, sudah... tugasku... untuk... mempertaruhkan... nyawa ...untuk anakku, maaf Kapten... perintahmu... tidak beralaku ...saat ini... Hhhhhhh..." Jawab Hinata lemah tapi ada tegas di dalam ucapannya.

"Tidak Hinata-chan tidak, benar kata Naruto nyawamu lebih berharga." Jawab Sakura sekenanya.

Mata Hinata menatap tajam Sakura, dia mencoba, duduk dari sandaran suaminya, dan mulai mengejan sendiri dengan sekuat tenaga.

'Kaa-chan, akan berjuang untuk Hima, jangan takut nak, jika Tou-chan dan Sakura Ba-san tidak mau membantu, kita akan berjuang bersama nak...' Batin Hinata benar-benar teriris mendengar ucapan suami dan sahabatnya yang menyepelekan nyawa putri kecilnya yang masih terperangkap di dalam rahimnya.

"NGGGGGGGGGGGGGGG...HHH...NGGGGGGGGGGGG...HHHH...NGGGGGGGGGG..." Hinata mulai mengejan sekuat tenaganya.

Naruto merasa ngilu melihat Hinata mengejan sekuat tenaga tanpa sandaran, dan tanpa bantuan, ia tarik Hinata bersandar di dadanya lagi tapi Hinata berontak.

"Biarkan aku bisa sendiri Naruto-sama anda sudah puas, bukan? Karena sudah mendapatkan pewaris, biar aku berjuang sendiri untuk putriku sendiri."

"Maaf Hime maaf..., Hima maafkan Tou-chan ya, Hima anakku juga, Hime. Jangan berkata seperti itu, kau boleh memotong lidahku yang kejam ini dengan gunting Sakura-chan..." Bisik Naruto dengan suara bergetar, tangannya mengelus perut besar Hinata.

Hinata mulai terenyuh mendengar ucapan suaminya, ia sandarkan kembalii tubuhnya di dada suaminya.

"Hinata maafkan aku, aku memang egois, karena itu Kami-sama belum menitipkan anak padaku, aku... ,aku akan membantu mu Hinata." Ujar Sakura sambil mengenggam tangan putih sahabatnya,

"Maafkan Ba-chan ya Hima. Ba-chan akan membantu Hima melihat dunia ya..." Ujar Sakura sambil ikut mengelus perut Hinata.

Hinata mengagguk lemah dengan senyum kecilnya.

...

Neji dengan brutalnya langsung menonjok petugas yang masih berkutat dengan tombol lift sangat lama.

BUGGGHHHHHHHH.

"KALIAN MAU MEMBUNUH HAH! ADIKU DAN ANAKNYA HAMPIR MATI DI DALAM APA YANG KALIAN KERJAKAN DARI TADI HAH!"

Sampai-sampai Manager penanggung jawab harus turun untuk melerainya.

"Kalian benar-benar keterlaluan." Minato yang dari tadi bersabar akhirnya menunjukan taringnya.

"Dari tadi aku hanya diam, dan ingin melihat niat baik kalian, tapi kalian mempermainkan nyawa menantu dan cucuku." Aura gelap mulai menguar di sekeliling Minato, mata birunya menatap nyalang sang Manager, belum lagi tangannya yang menarik erat kerah si Manager.

"Sabar Namikaze-sama, kita bicara baik-baik, kalian kenapa lama sekali memperbaiki ?" Manager itu tampak ketakutan dengan gerakkan Minato.

"Ano tuan kami sudah memeriksa liftnya. Mesinnya rusak, kita harus benar-benar mengganti keseluruhannya." Seorang teknisi yang sejak tadi memperbaiki lift itu datang menghampiri Managernya memberikan informasi.

...

"NGGGGGGGGG...NGGGGGG...NGGGGG..." Hinata mencoba berkali-kali meneran tapi bahkan kepala putri kecil Namikaze itu bahkan belum terlihat. Darah malah semakin mengalir deras dari selangkangannya, dan tenaganya mulai lemah.

Sakura hanya bisa melihat haru perjuangan Hinata yang begitu keras untuk melahirkan putri kecilnya, sambil tetap memeriksa daerah kewanitaan Hinata.

Naruto sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi dia hanya bisa berdoa dengan mata yang berlinang air mata melihat istrinya kesakitan seperti itu.

Sementara Sasuke menitikkan sedikit air matanya sambil tetap menenangkan Boruto yang menangis kencang, mungkin karena ikatan batinya dengan saudara kembarnya yang masih terperangkap di dalam rahim.

...

"AKKKHHHHHHHHHHHHH...NGGGGGNGGGGGNGGGGGGNGNGNGNNGGGGG..." Hinata mencoba mengeran sangat kuat, tapi usahanya sia-sia, putrinya tak kunjung lahir.

Tubuhnya mulai lemas karena kekuarangan darah, dan pandangannya mulai gelap. Perlahan kakinya lepas dari pautan kaki sang suami, tangannya yang menggenggam erat tangan suaminya mulai lemah, kesadarannya mulai menipis.

"HINATA!" Panggil Naruto kencang saat merasa kaki dan tangan Hinata yang terpaut pada tubuhnya mulai melemah.

"HINATA!" Panggil Naruto lagi dengan panik.

Sakura segera keluar dari balik jaket Naruto dan mendekati Hinata.

"Hinata sadarlah, kau tidak boleh hilang kesadaran, nyawamu dan bayimu bisa bahaya jika kau tak sadar." Sakura menepuk nepuk pipi Hinata agar dia sadarkan diri.

Sakura segera memeriksa detak jantung Hinata dengan stetoscope 'Jantung Hinata berhenti berdetak' Sakura. Dia beralih memeriksa denyut jantung bayi dengan menggunakan funduscope 'Denyut jantung bayinya juga tidak ada'.

"Naruto baringkan Hinata" Perintah Sakura panik.

"Apa yang terjadi Sakura-chan?" Tanya Naruto tak kalah paniknya.

"Cepat baringkan Hinata Naruto!" Perintah Sakura yang tidak dapat dibantah.

"Ada apa Sakura?" Tanya Sasuke sambil mencoba mendiamkan Boruto.

Naruto berpindah posisi, ia membaringkan Hinata dengan berbantalkan pahanya.

Sakura menekan nekan dada Hinata dengan kedua tangannya, berharap bisa meransang detak jantung Hinata.

"Sakura-chan katakan Hinata kenapa?" Cecar Naruto.

Sakura tidak menjawab ia masih sibuk menekan dada Hinata, hingga akhirnya dia putus asa dan berhenti.

Sakura menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Maaf Naruto... Maafkan aku..., jantung Hinata dan Himawari sudah tidak berdetak lag.i" Ujar Sakura di tengah isakannya. Sasuke dengan sigap langsung membawa Sakura kepelukannya dengan tangannya yang lain yang tidak mengendong Boruto.

Naruto terdiam. Ia seperti tersambar petir di siang bolong. Perkataan Sakura tadi seperti katana yang menancap tepat di jantungnya, lebih sakit dari pada saat dia di tembak di perbatasan Korea.

"Hinata, Sakura-chan bohong 'kan? Hime, kau berjanji akan menemaniku selamanya kan, kau tidak berbohongkan Hime?" Rancau Naruto pilu suaranya terdengar bergetar menyayat hati.

"Hinata bangun sayang..., jangan tinggalkan aku dan Bolt begini Hinata, Hinata bangun sayang..., Hima bahkan bahkan belum bertemu Tou-chan kan sayang." Naruto kembali terisak pilu sambil mengelus perut Hinata yang masih membesar, yang berisi putri kecilnya.

Tanganya lalu beralih ke pipi pualam Hinata, mengelus pelan pipi yang memancarkan keletihan berjuang untuk buah hati mereka. "Hime kau kejam, kau membawa Hima bersama mu, dan meninggalkan aku dan Bolt."

Sakura dan Sasuke berpelukan melihat Naruto yang menangis pilu, sementara Bolt yang ada di gendongan Sasuke tidak henti-hentinya menangis.

To Be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top