16. Sebuah Pilihan

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto

Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Hinata sedang asik memakan camilan-camilannya yang beraneka rupa sambil menonton siaran berita di chanel televisi milik mertuanya.

"Naruto-kun... kemarilah...." Hinata memanggil suaminya yang baru saja selesai dari aktivitas mandinya.

Sambil menggosok rambutnya dengan handuk Naruto mendekati istrinya yang sedang duduk nyaman bersandar disofa.

"Coba kau lihat," Hinata menunjuk pada layar datar televisinya. "Kasihan para sandera itu, bukan? Mengapa mereka tidak segera diselamatkan oleh tentara PBB,ya? Jika menunggu kesepakatan damai antara Korea Selatan dan Korea Utara kasihan sekali nasib mereka. Ku dengar PBB menunjuk tentara dari Jepang untuk memimpin misi penyelamatan mereka, tapi Jepang sampai sekarang belum memberi kepastian."

Naruto hanya tersenyum tipis mendengar celotehan istrinya. "Jangan terlalu memikirkan hal itu, sayang... Fokuslah pada kandunganmu...." Ia mendudukkan dirinya di sofa, duduk di samping sang istri, lalu mengelus lembut kandungan yang kian membesar itu. "Jangan bebani mereka dengan pikiran rumit semacam itu...."

Hinata tersenyum lembut seraya mengangguk, lalu dengan sangat manja ia menyandarkan kepalanya ke dada bidang sang suami. "Jika Naruto-kun masih berada dalam barisan tentara perdamaian PBB, pasti Naruto-kun yang akan terpilih...."

Naruto kembali tersenyum, lalu mengecup pucuk kepala harum sang istri. Hime, apa kau mengizinkan aku kembali ke medan perang?

...

Kelopak sayu nan putih itu perlahan terbuka dan menampakkan bola mata sewarna mutiara lavender, pandangannya mulai menyusuri kamar tidur yang di dominasi warna kayu cokelat ini. Ia tak kunjung menemukan sosok yang dicarinya, ya pria yang terbiasa terlelap disisinya dengan memeluk perut besarnya yang berisi buah hati mereka.

Menyadari tidak dapat menemukan keberadaan suaminya, wanita yang tengah hamil tujuh bulan itu, mencoba sendiri untuk bangkit dari tempat tidur king size itu, jangan ditanya betapa sulit usahanya untuk mendudukan dirinya sendiri. Jika bukan karena naluri alamnya untuk ke kamar kecil di tengah malam seperti ini, sungguh dia tidak mau melakukan hal sulit seperti ini saat sang suami tidak disampingnya.

"Anata...?" Hinata memanggil suaminya dengan suara sedikit kencang, sebenarnya ia tidak mau memanggil suaminya seperti itu, menurutnya memanggil suami dengan suara yang sedikit ditinggikan adalah hal yang kurang ajar.

...

Naruto's Pov

Aku beridiri di balkon penthhouse yang sudah ku tinggali bersama istriku selama tujuh bulan ini. Cahaya dari lampu-lampu yang berasal dari gedung-gedung tinggi di Tokyo dapat terlihat jelas disini.

Tengah malam seperti ini harusnya aku sudah terlelap di samping istriku sambil mendekap penuh cinta wanita yang sedang mengandung sepasang janin yang merupakan buah cinta kami. Tapi ucapan guru akademi militerku tadi siang masih terngiang jelas di telingaku.

Sejak duduk di tingkat akhir Junior High School aku di hujani tatapan sinis oleh beberapa teman di sekolahku, yang memandang remeh cita-citaku menjadi anggota JSDF. Mereka berkata aku bisa masuk ke akademi militer tertua di Jepang itu tidak lebih karena pengaruh ayahku yang saat itu menjabat sebagai pimpinan tertinggi JSDF.

...

'Lihat anak itu, mendaftar di Shokasonjuku, pasti dia lulus tanpa ujian, Tou-sannya seorang Jenderal.'

'Hah benar, sparing karate dengan Sasuke-kun saja dia juga kalah kalau pun lulus menjadi tentara pasti karena campur tangan Tou-san nya '

...

Mereka bahkan tidak tahu aku mendaftar di Shokasonjuku tanpa sepengatahuan keluargaku, kecuali perempuan manis yang sekarang tidur seranjang denganku.

...

'Ganbattekudasai Naruto-kun..., aku yakin Naruto-kun bisa lolos di ujian masuk Shokasonjuku dengan usaha Naruto-kun sendiri.'

Senyuman manis Hinata yang kala itu masih berambut pendek, senyuman dengan kedua kelopak matanya yang tertutup, senyuman yang tanpa ku sadari telah menjadi semangatku.

'Yosh! aku akan memimpin JSDF dengan kemampuanku sendiri, tanpa campur tangan Tou-chan...!!!'

...

'Aku akan melindungi dunia semampuku dengan seluruh usahaku, seorang Jenderal, tidak boleh mengorbankan kepentingan orang banyak untuk kepentingan pribadinya.'

Kata-kata itu yang ku ucapkan tepat di usia ku yang ke delapan belas tahun. Sebelum meluluskan pendidikan tinggiku di Shokasonjuku, menteri pertahanan Jepang memilihku sebagai salah satu tentara yang akan menempuh pendidikan di universitas militer Fort Leavenworth, Kansas.

Dengan itu aku resmi lulus menjadi anggota JSDF lebih cepat dibanding rekan satu angkatanku, dan resmi menjadi utusan Jepang sebagai pasukan perdamaian PBB. Bahkan prestasi ini belum pernah di raih Tou-chan selama karir militernya. Dua pilihan yang membuat kepalaku ingin pecah memikirkannya, nyawa para sandera yang tak bersalah atau istriku yang sedang berjuang membawa kehidupan baru di rahimnya. Buah cinta kami...

Aku akan menjadi suami yang brengsek jika langsung menandatangi kontrak perjanjian dengan PBB, demi karir militerku, dan aku akan menjadi tentara yang biadab jika membiarkan misi ini di pimpin oleh orang yang belum pernah bertempur di demiliterized zone Korea. Jika ini adalah pertempuran antara tentara aku akan langsung menolak mentah-mentah misi ini, tapi ini melibatkan banyak warga sipil yang tak bersalah.

Gaara seorang Kapten militer yang tangguh, tapi selama karir militernya dia belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di demiliterized zone Korea. Ini bukan simulasi perang dengan menempatkan orang yang belum berpengalaman di suatu zona sebagai uji coba, nyawa warga sipil di pertaruhkan disini.

"Anata..." Suara itu, Hinata, kenapa dia terbangun tengah malam seperti ini? Apa dia kesulitan bernafas lagi? Tanpa pikir panjang ku tinggalkan balkon yang menjadi tempat ku berfikir keras setiap malam sejak tiga hari yang lalu.

End Naruto's POV

...

"Hime?" Naruto segera membantu istrinya, yang sedang bersusah payah untuk duduk. "Kau merasa sesak nafas lagi, hm...?" Tanya Naruto lagi sambil membelai perut besar istrinya.

Hinata menggeleng lemah lalu menatap intens shapire suaminya, dilanjutkan dengan mengelus rahang tegas sang suami, "Naruto-kun dari mana saja.., kenapa tidak tidur?"

Pria pirang ini tersenyum tipis. "Yang hamil di sini sebenarnya siapa? Harusnya aku yang bertanya padamu, kenapa bangun tengah malam seperti ini, hm...?"

Hinata menurunkan kakinya dari ranjang, "Aku mau ke kamar mandi Naruto-kun- Kyaaaaa..." Suami pirangnya malah menggendongnya.

...

"Kau terlalu memanjakan ku Anata. Kalau kau jauh dari ku aku pasti akan kewalahan." Ujar Hinata setelah duduk kembali di ranjangnya bersama suami pirangnya.

"Kau begitu ingin aku pergi jauh Hime..?" Jawab Naruto sambil menatap mutiara lavender milik istrinya. "Kau lupa kalau aku ini tentara, kapanpun aku bisa ditugaskan di medan perang jauh dari mu?"

"Kau ini bicara apa, Anata?" Tanya Hinata ketakutan, ia mengelus rahang tegas sang suami.

"Aku akan berperang ke demiliterized zone Korea, Hime..."

Hinata langsung memeluk erat tubuh kekar di hadapannya isak tangis mulai terdengar dari bibir peach nan mungil itu.

"Pfffttttt, kau begitu takut kehilangan ku, Hime?ku bercanda, sayang..." Naruto berbohong, ia sebenarnya tidak bercanda, tadinya dia ingin membicarakan hal itu dengan istrinya, tapi isakan sang istri membuatnya berbohong atas kebenaran yang ingin diungkapnya.

"Kau jahat Naruto-kun kau sering sekali membodoh bodohiku..." Cicit Hinata sambil menghapus jejak air mata yang beranak-pinak di pipi chubynya

"Hei, kau bilang aku jahat..., kau akan ku hukum, Hime...." Naruto menampakkan seringai lebarnya.

...

...

Hinata berjalan santai menyusuri lorong-lorong gedung markas JSDF, sesekali dia membalas senyuman para staff sipil JSDF atau para jietai yang berpapasan dengannya.

Entah kenapa hari ini dia begitu ingin mengantarkan bekal makan siang untuk suami tercintanya, sebenarnya jarak antara penthhousenya dengan markas JSDF tidak terlalu jauh karena masih dalam satu distrik yang sama. Hal ini lah yang membuatnya berani membantah larangan suaminya, untuk tidak naik shinkansen, bus, taxi, atau sejenisnya.

...

"Anda bisa memanggil saya ke ruangan anda langsung Jenderal, tidak perlu sampai menyambangi ruangan saya." Komentar Naruto formal saat pimpinan tertinggi JSDF memasuki ruangannya.

"Jangan terlalu formal sekarang kita tinggal berdua di ruangan ini." Jawab Kakashi sambil memutar mutar globe yang ada di meja kerja muridnya.

"Tak bisakah yang memimpin misi ini Kapten dari Korea Selatan? Kau tahu Sensei aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja." Jawab Naruto dengan wajah memelas.

"Kau tentu tahu Korea Utara dan Korea Selatan pernah memiliki konflik, jika memilih kapten dari Korea Selatan, maka PBB akan dianggap memihak." Jelas Kakashi. "Kau tidak percaya pada keluargamu untuk mengurus istrimu, atau kau sekarang malah takut mati?" Tanya Kakashi sakratis.

"Aku tentara, Sensei. Rasa takut matiku sudah hilang." Jawab Naruto lantang.

"Lalu...?"

"Hinata sangat membutuhkanku."

"Kau tak yakin pada istrimu, hm...? Kau pikir Hinata selemah itu, kau ingat siapa yang menghalangi tembakan di jantungmu saat tragedi Yamaguchi? Masih tiga hari lagi pikirkanlah."

...

...

Penthhouse mewah itu tampak sunyi kala sang kepala keluarga memasuki ruang tamu. Pria bertubuh tegap itu menyusuri tiap ruangan mencari keberadaan sang istri yang sejak tadi siang tidak bisa di hubungi.

Hinata memang siang tadi sempat mengunjungi markas JSDF untuk mengantarkan bekal makan siang, tapi wanita hamil itu tidak menemui suaminya, dia hanya menitipkan kotak bekal itu kepada Sai.

"Hinata... Hinata...!!!" Dengan masih mengenakan seragam JSDF hijaunya, Naruto menyerukan nama sang istri berulang kali sambil menyusuri tiap ruangan di penthhouse miliknya, tapi usahanya tak mendapatkan hasil bahkan di kamar mereka yang menjadi tempat favorit Hinata untuk beristirahat pun tidak dapat dia temui istrinya tersebut. Naruto berjalan menuju satu tempat lagi yang belum mereka kunjungi, taman belakang penthhouse mewah ini.

Hinata, istrinya yang tengah hamil itu sedang duduk di ayunan besi bewarna perak, sambil menatap sendu pemandangan kota Tokyo dari taman belakang penthhouse ini.

"Hime...?" Naruto menyentuh pundak istrinya dari belakang.

Tak ada jawaban dari wanita yang mengenakan dress hamil berwarna hijau mint itu, tidak mendapat jawaban dari sang istri, Naruto berpindah posisi ke hadapan sang istri. Ia tersentak saat melihat buliran air mata merebes dari kelopak mata sayu sang istri.

Sambil berlutut ia genggam sepasang tangan putih sang istri. "Hime..., ada apa?" Tanya Naruto dengan penuh kekhawatiran.

Tak ada jawaban dari wanita itu.

"Hime...,bicara lah, sayang. Jangan diam seperti ini, apa aku melakukan kesalahan?" Tanya Naruto lembut sambil menyandarkan kepala kuningnya di pangkuan sang istri.

"Pembohong." Satu kata yang keluar dari bibir mungil istrinya, membuat dada Naruto sakit seperti mendapat pukulan telak.

"Ya... aku pasti melakukan kesalahan, karena kebodohanku ini, apapun kesalahanku itu aku minta maaf Hinata, kumohon berhentilah menangis..." Naruto terisak sambil menenggelamkan kepalanya di pangkuan sang istri.

"Kau tak tanya apa kesalahmu, Naruto-kun?"

Naruto menggeleng dalam pangkuan sang istri, biasanya tangan putih itu akan mengelus lembut surai pirangnya tapi kali ini belaian halus tak dia dapatkan.

"Apa aku menjadi beban dalam hidupmu, Naruto-kun?"

Tentara bersurai pirang itu menggeleng lagi.

"Kenapa kau tidak jujur...? Kenapa tidak bicara padaku kalau kau di tarik kembali menjadi tentara perdamaian PBB?"

Kepala Naruto terangkat menatap permata lavender yang di bingkai kelopak sayu milik istrinya.

...

Flashback

"Hinata...?" Tentara bersurai hitam dengan kulit pucat itu memanggil Hinata yang baru ingin memasuki ruangan suaminya.

"Sai-san, apa kabar?" Hinata membungkuk sopan memberi hormat.

"Ah..., tak perlu sungkan seperti itu, akulah yang harus memberi hormat, kau itu istri atasanku."

"Bagaimana kabar Ino-chan dan inoijin?" Tanya Hinata sopan.

"Mereka baik, hanya saja Ino sering murung sekarang, semenjak aku resmi ikut  dalam misi penyelamatan sandera di demiliterized zone Korea, kau juga pasti merasakan perasaan yang sama Hinata...."

"Maksud mu?"Hinata kebingungan mendengar ucapan Sai tadi.

"Bukankah Kapten Namikaze di tunjuk PBB sebagai kapten dari misi ini, kau tidak tahu Hinata, tapi sampai sekarang dia belum menjawab apakah dia bersedia atau tidak. Mengingat dia bukan lagi tentara perdamaian PBB, dia memiliki hak untuk memilih bergabung atau tidak."

Hinata terdiam, mencerna apa maksud pria yang bersurai hitam di hadapannya ini.

"Maaf Hinata sepertinya aku salah bicara." Seketika pria berkulit pucat itu menjauh dari hadapan Hinata.

.

Hinata dengan perlahan membuka pintu ruangan suaminya

"Tak bisakah yang memimpin misi ini Kapten dari Korea Selatan, kau tahu Sensei, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja..." Suara sang suami terdengar jelas di telinganya.

End Flash Back

...

Hinata masih berkutat dengan benang wol dan alat rajutnya, ia masih sibuk dengan kegiatan merajut sweeter berbeda warna untuk sepasang calon buah hatinya.

"Hime..?" Naruto yang baru saja menyelesaikan kegiatan mandinya menyerahkan handuk yang dipakainya untuk mengeringkan rambutnya, berharap sang istri mau melakukan kegiatan memanjakan dirinya, mengeringkan surai pirangnya.

Hinata hanya terdiam sambil terus merajut.

Naruto berlutut tepat di hadapan istrinya. "Hime bicaralah.., jangan hanya diam seperti ini... Kau boleh menamparku, atau mencaci maki, tapi kumohon bicaralah Hime...."

"Pergilah!" Satu kata yang terdengar sangat dingin dari bibir yang selalu dia kecupi itu, sangat menyakitkan bahkan melebihi tembakan dari pistol Delta Force buatan U.S yang menembus punggungnya saat di Afganistan.

"Kau mengusirku lagi, Hime?" Naruto masih ingat bagaimana dia di usir oleh Hinata saat baru kembali ke Jepang dari misinya sebangai Tentara perdamaian PBB. "Baiklah aku akan pergi..."

Pria pirang itu berdiri dari posisi berlututnya ia menuju pintu kamarnya bermaksud keluar untuk merealisasikan keinginan istrinya untuk pergi, tapi sebelum itu terjadi.

"Pergilah menyelesaikan tanggung jawabmu, kau seorang Jietai, Naruto-kun. Kami akan menunggumu disini. Anata..." Hinata menyelesaikan ucapannya.

Langkah Naruto, ia berbalik dan langsung berlari mendekati istrinya di tariknya wanita yang tengah mengandung buah hatinya kedalam dekapan hangatnya diciuminya puncak kepala indigo sang istri.

"Arigatou, hontou ni arigatou hime..."

...

Namikaze Mansion

"Kushina cepatlah turun kau terlalu lama berdandan!!!" Tsunade Nenek-nenek cantik yang sering melakukan perawatan kulit dan operasi plastik ini berteriak kencang dari lantai satu rumah megah milik keluarga Namikaze.

Menantu berambut merahnya ini sedang berdandan untuk menghadiri undangan di penthhouse milik putra bungsunya ini.

"Sebenarnya apa yang ingin di bicarakan Naruto sampai mengumpulkan semua keluarga di apartementnya?" Tanya Jiraiya yang kini sudah duduk di kursi kemudi belakang Alphard milik Minato.

"Aku juga tak tau Otou-san, kudengar dari Kakashi hari ini dia bahkan sengaja mengambil cuti untuk pertemuan ini." Ujar minato sambil melirik jam tangannya, "hmmmm mau sampai jam berapa lagi Kushina berdandan. Aku tak enak jika keluarga Hyuuga, sudah sampai terlebih dahulu."

Sementara Tsunade masih berdiri di luar mobil sambil berkacak pinggang menunggu menantu satu-satunya ini.

...

Hinata dengan perut besarnya masih sibuk mondar mandir memindahkan camilan dan es buah yang sudah dibuatnya untuk pertemuan hari ini.

Naruto hari ini sengaja mengumpulkan semua anggota keluarga Hyuuga dan Namikaze untuk mengabarkan tentang misi yang akan dia emban. Sekaligus menitipkan tanggung jawab mengurus Hinata selama dia berada di demiliterized zone Korea.

"Hime, apa yang kau lakukan?" Naruto yang baru kembali dari minimarket untuk membeli susu hamil Hinata yang habis stoknya, langsung tersentak saat melihat istrinya dengan perut besar, mondar-mandir sambil membawa nampan besar.

"Sudahlah Anata, aku harus latihan bergerak dengan perut besar ini, bukankah kau akan pergi jauh, aku tak akan bisa lagi bermanja-manja." Jawab Hinata dengan senyum manisnya.

"Aku masih disini, Hime... Selama aku masih di sampingmu kau tetap berada dalam jangkauan ku." Ucap Naruto sambil menatap intens Hinata.

Hinata terdiam, jika suaminya sudah mengeluarkan kharisma seperti ini, dia tidak berani mengeluarkan kata-kata untuk membantah.

Triingggggggg

Suara alarm penthhouse ini tiba-tiba berbunyi Hinata dengan sigap akan membuka pintu penthhouse tapi dihalangi oleh Naruto. "Duduklah biar aku saja yang buka pintu."

Naruto membuka pintu depan penthhouse itu, dan dari balik pintu nampaklah seorang pria dengan badan tegap rambut panjang cokelat dan mata sewarna mutiara lavender seperti milik Hinata.

"Neji kau datang sendirian? Dimana Tou-sama , Hanabi dan Tenten?" Tanya Naruto sambil menengok kekanan dan kiri, mencari keberadaan keluarga Hyuuga lainnya.

Tak ada jawaban dari Neji, pria berkulit putih sedari mengepalkan telapak tangannya dan dengan secepat kilat melayangkan tinjunya kewajah Naruto.

BUGHHHHHHHH

Naruto yang belum siap seketika jatuh tersungkur dengan Hidung dan bibir yang mengeluarkan darah.

Tanpa memberi kesempatan Naruto untuk bangun Neji menerjang adik iparnya sendiri dan menghujani Naruto dengan pukulan-pukulan mautnya.

"NEJI-NII!" Hinata berlari dari ruang makan menuju pintu depan tanpa memperhatikan kandungannya yang besar itu. Ia benar-benar terkejut melihat sang kakak yang baru datang langsung menghajar suaminya.

"MINGGIR HINATA BIAR KU HAJAR PECUNDANG INI!" Teriak Neji tanpa mempedulikan adiknya yang tengah hamil besar berusaha menghentikan pukulannya.

"NEJI!" Hiashi berteriak sambil berlari saat melihat putra sulungnya menghajar menantunya, sejak sampai di loby apartment Neji memang mempercepat langkahnya untuk sampai di kediaman adik tersayangnya ini. Ia bahkan meninggalkan sang ayah, istri, dan adik bungsunya di loby.

Dengan stamina yang masih prima Hiashi menyeret tubuh Neji menjauhi Naruto yang wajahnya sudah babak belur. Hinata membantu Naruto bangun dengan bersimbah air mata.

"Aku tak apa Hime perhatikan kandunganmu." Naruto masih sempat mengelus perut buncit Hinata walau wajahnya sudah babak belur.

Tak lama Hanabi, Tenten, dan para anggota keluarga besar Namikaze mulai berdatangan.

"Ada apa ini?" Tanya Minato saat melihat putranya yang sudah babak belur, dan Neji yang pergerakannya di tahan oleh Hiashi.

"CERAIKAN HINATA BRENGSEK!!!!" Teriakan Neji membuat semua orang yang berada disana sangat terkejut.

To be continued

Hayoooo siapa yang baru pertama kali baca sweet malpractice????

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top