12. Istirahat Total
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
"Naruto-kun..." Cicit Hinata dengan lemahnya, tubuhnya sekarang sudah merosot terduduk di lantai kamar mandi. Kedua tangan lemahnya memeluk perutnya yang membuncit.
"Hime?" Naruto terbangun dari tidurnya, mendengar samar-samar suara istrinya, di rabanya sisi tempat istrinya biasa tertidur disampingnya. Tentara berambut kuning itu lansung terlonjak dari tempat tidurnya mencari dimana asal suara liirh itu.
"HINATA!" Mata Naruto membulat sempurna melihat istrinya duduk terkapar di bawah wastafel sambil memeluk perutnya dengan darah yang mengalir di betisnya, dengan sigap diangkatnya tubuh mungil sang istri.
Ia dudukan Hinata di sofa kamarnya, disambarnya ponsel dan kunci mobil. Ia pakaikan sweater di tubuh istrinya, mengingat Hinata hanya memakai gaun tidur tipis warna putih, dan menutup tubuhnya sendiri yang topless dengan jaket armynya.
***
Accident and Emergency Department Konoha Hospital
"Sensei, dimana Baa-chan?" Tanya Naruto panik dengan Hinata yang terkulai lemah di dalam gendongannya, beruntung di pagi buta seperti ini Sizune di telepon oleh pihak rumah sakit karena ada pasien darurat yang melahirkan prematur.
Shizune menghampiri Naruto dengan tangan memakai sarung tangan karet yang masih berlumur darah, karena Shizune baru saja membantu proses persalinan darurat. "Ada apa ini? Naruto, ada apa dengan Hinata?"
"Aku tidak tahu saat aku sudah bangun dia sudah terduduk dengan darah di kakinya." Suara Naruto bergetar ia benar-benar panik sekarang. Bahkan dia lupa jika hari ini dia harus datang ke Markas JSDF untuk rapat persiapan pertemuan dengan Petinggi Militer Korea Selatan dan Korea Utara yang akan dilaksanakan di Tokyo.
"Baringkan dulu dia Naruto, kita akan lakukan pertolongan pertama." Ujar Shizune sigap. "Mabui-san, tolong hubungi Tsunade-sama katakan padanya Hinata pendarahan." Ujar Shizune pada salah satu perawat.
Sejak Hinata dinyatakan hamil, Tsunade sendirilah yang mengawasi perkembangan janin cicitnya tersebut, sebenarnya sudah lama Tsunade tidak lagi menerima pasien. Terakhir kali dia memantau kehamilan Saara, cucu pertamanya, setelah itu, karena tugasnya sebagai Direktur Rumah Sakit, tanggung jawabnya hanya mengawasi kinerja para dokter di rumah sakit ini saja. Tapi karena yang sedang hamil kali ini adalah cucu menantunya yang kedua, maka dokter paling terkemuka di Jepang ini kembali turun tangan.
.
"Hinata berada dibawah pengawasan Tsunade-sama Naruto, dia yang tahu riwayat kehamilan Hinata dari awal. Aku belum bisa bicara apa penyebab Hinata bisa pendarahan, yang penting sekarang pedarahannya sudah berhenti, aku sudah memeriksa detak jantung janinnya dan anak-anak kalian saja kau datang tepat waktu." Jelas Shizune saat keluar dari tirai yang menutupi salah satu ranjang di Accident and Emergency Department Konoha Hospital.
Tsunade datang terburu-buru, setelah menerima telepon bahwa cucu menantu kesayangannya ini pendarahan. "Kenapa bisa begini bocah?!" Tanya Tsunade sambil menekan lembut bagian bawah perut Hinata.
Tak ada jawaban apapun dari Naruto, dia merasa benar-benar tidak berguna karena tidak tahu bagaimana istrinya bisa sampai pendarahan seperti sekarang.
"Kau sudah memeriksa detak jantung janin Shizune?" Tanya Tsunade lagi.
Dijawab anggukkan oleh Shizune.
Tsunade lalu menempelkan stetoskop diperut Hinata. "Shizune tolong bawa catatan riwayat kesehatan Hinata, Mabui kau siapkan peralatan tes darah, kita akan melakukan tes hemoglobin."
"Sebenarnya Hinata kenapa Baa-chan?" Tanya Naruto pelan, sejujurnya dia sudah ketakutan setengah mati saat melihat istrinya pendarahan.
"Aku yang harusnya bertanya pada mu bocah. Kau tahu, Hinata punya riwayat anemia, produksi sel darah merah Hinata sangat terbatas. Itulah kenapa saat sebelum hamil, ia dipaksa Hiashi untuk suntik zat besi, dan vitamin b12, saat hamil sel-sel darah merah Hinata harus mengantarkan banyak nutrisi ke janin yang dikandungnya. Proses diantarnya nutrisi itu menyebabkan berkurangnya folat pada tubuh Hinata. Kekurangan folat juga bisa menjadi pemicu anemia, jika pada ibu hamil yang lain hanya mengalami anemia karena kekurangan folat. Hinata kekurangan zat besi, vitamin b12 dan folat dalam waktu bersamaan, belum lagi Hinata mengandung dua janin sekaligus, semakin banyak sel darah merah yang dia butuhkan, sedangkan tubuhnya hanya menghasilkan sedikit. Aku lihat hasil tes hemoglobin Hinata dulu, baru bisa menyimpulkan. Hinata akan dipindahkan ke ruang perawatan sambil menunggu hasil lab."
Naruto mengusap wajahnya kasar, sepeninggal sang nenek.
"Sebenarnya apa yang membuat Hinata bisa seperti itu?" Tanyanya pada dirinya sendiri.
Tib- tiba ponsel di kantongnya berbunyi.
'Moshi-moshi Kapten, ini Sersan Jugo anggota divisi anda, ano... Jenderal menanyakan kehadiran anda, hari ini kita akan memeriksa lokasi yang akan dijadikan tempat pertemuan para Jendral Besar besok.'
"Berikan telponnya pada letnan Shimura Sai-. Sai..."
'Siap kapten...'
"Sai, tolong gantikan aku memimpin pemeriksaan di kantor perdana menteri untuk pertemuan para Jenderal, ajak Darui dan Chojuro juga. Tolong periksa setiap sudut gedung, apakah terpasang bom, alat penyadap atau sejenisnya. Pastikan lagi pasukan yang akan mengawal Jendral dari Korea Selatan dan Korea Utara, jangan lupa hubungi kepala divisi keamanan pemerintah di Kepolisian, tanyakan lagi tentang pasukan mereka yang akan ikut dalam pengaman gabungan nanti."
'Naruto kau kenapa?' Tanya Sai setengah berbisik, jika di markas Sai tidak bisa seenaknya memanggil nama teman satu akademi militernya.
Jika ditanya kenapa Sai masih berpangkat satu tingkat di bawah Naruto itu karena Ino yang saat itu masih berstatus pacarnya tidak mengizinkannya masuk ke pasukan khusus utusan PBB, jadilah karir militer Sai sedikit merangkak.
"Hinata pendarahan tadi pagi, aku tidak bisa ke markas dulu sekarang, tolong gantikan aku hari ini Sai."
'Siap kapten, nanti sore aku dan ino-chan akan membesuk ke rumah sakit.'
"Terimakasih Sai, tapi tidak perlu repot, kemungkinan Hinata tidak perlu menginap, kondisi anak kami sudah stabil. aku mohon bantuanmu."
***
Naruto menggenggaam erat tangan istrinya yang terasa dingin dikecupinya punggung tangan Hinata, sesekali dia usap perut yang mulai menggembung milik Hinata. Tangan Hinata kini dipasangi selang infus, dia masih terlelap akibat pengaruh obat pengurang rasa sakit yang di masukan lewat infusnya.
"Naruto, kau di panggil Tsunade-sama, hasil laboratorium Hinata sudah keluar." Ujar Shizune ketika masuk ke kamar VVIV dimana Hinata dirawat. "Biar aku yang menjaganya."
***
Tsunade menghela nafas setelah membaca hasil pemeriksaan lab. Hinata, tak lama cucu laki-lakinya menampakan kehadirannya.
"Duduklah Naruto."
"Bagaimana keadaan Hinata, Baa-chan?"
"Hemoglobin Hinata turun drastis, ia kekurangan folat, apa Hinata tidak meminum susu hamilnya teratur? Vitamin B dan zat besinya juga sangat rendah, dia tidak makan dengan baik Naruto, dan satu lagi apa dia melakukan aktivitas fisik sampai kelelahan dan pendarahan seperti tadi?"
Naruto terdiam, sudah dua minggu ini Hinata sangat sering mengunjungi butiknya, dan puncaknya seminggu belakangan ini, belum lagi seminggu ini Naruto di sibukan persiapan kedatangan dua Jenderal dari Korea, membuat pengawasannya pada Hinata menjadi lengah.
'Hinata tetap pergi saat aku tak mengantarnya.' Batin Naruto.
"Orang tuamu bisa sangat sedih jika tau hal ini. Nasib baik sekarang mereka sedang berada di Macau. Hinata harus bed rest selama satu minggu ku harap kau menjaganya dengan baik."
.
"Naruto, Hinata sudah sadar, kalau begitu aku pergi dulu." Pamit Shizune, begitu Naruto kembali kekamar perawatan Hinata.
Naruto duduk dipinggir ranjang, ia tatap lekat-lekat istrinya sekarang, Hinata yang mendapatkan tatapan lekat dari suaminya hanya bisa menunduk dan meremas selimutnya.
Hinata tak mampu membalas tatapan lekat sang suami yang sekarang berada di hadapanNya, ia tak perlu di ceritakan apa yang terjadi pada dirinya dan apa yang menjadi penyebab tatapan pria bermata biru ini. Air mata mulai turun ke pipi pualam Hinata, saat suaminya hanya menatap lekat dirinya tanpa berbicara. "Hontou ni gomenasai Naruto-kun, hiks.., hiks, aku janji tidak akan mengulanginya lagi."
Naruto masih menatap lekat-lekat istrinya tanpa bersuara. Isakan Hinata semakin terdengar jelas. Dengan perlahan ia tarik istri mungilnya itu kedalam pelukannya.
Hinata bukanlah penjahat perang, teroris atau pemberontak yang harus ia introgasi, tak sanggup ia menatap wanita yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya itu dengan tatapan tajam seperti tadi lebih lama lagi. Ia memang marah pada tindakan Hinata yang membahayakan nyawa calon buah hatinya, tapi dia juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan istrinya sepenuhnya.
Dalam hal ini dia juga bersalah karena sering mengabaikan keinginan Hinata untuk mengunjungi butiknya tanpa memberi pilihan lain istrinya selain menetap dirumah. Harusnya ia memikirkan bagaimana Hinata bisa mengunjungi butiknya tanpa harus kelelahan, harusnya dia lebih memperhatikan makanan istrinya, harusnya dialah yang selalu mengingatkan Hinata untuk menjaga kesehatannya.
Bukankah Hinata selalu mengingatkan untuk menjaga kesehatannya saat dia disibukan tugas kemiliterannya? "Jangan seperti ini lagi Hime..." Bisik Naruto dengan suara parau tepat di telinga istrinya. Naruto membuat jarak antara dirinya dengan istrinya.
Ia tangkup sepasang pipi porselen istrinya kecupnya kening yang tertutup poni rata itu, menyusul sepasang kelopak makata yang mengalirkan air mata, di geseknya hidung tannya dengan hidung putih sang istri. Kedua pipi tembam Hinata yang memerah dikecupinya cukup lama, di usapnya pelan bibir peach Hinata, perlahan ia cium bibir mungil itu dengan cukup lama tanpa nafsu, hanya ciuman manis.
"Aku pulang sebentar untuk ganti pakaian lalu ke markas, aku akan minta cuti pada Kakashi sensei. Kau akan bed rest total selama satu minggu. Kau berada dalam pengawasan penuhku, Hime, selama satu minggu penuh."
"Cepat jemput aku Naruto-kun." Pinta Hinata dengan manjanya.
***
"Mau cuti lagi hmmm?" Kakashi Jenderal JSDF bersurai perak yang menyembunyikan bekas luka wajah yang ia dapat saat berperang di garis depan perang Yugoslavia dengan masker, bertanya sakratis pada bawahannya yang berpangkat Kapten yang merupakan anak didiknya saat di akademi militer. Saat ini Naruto sedang merayunya untuk mendapatkan cuti.
"Sensei yang kemarin itu bukan cuti menikah 'kan? Kali ini aku akan mengambil cuti menikahku sensei. Kau tidak kasihan padaku, sensei? Istriku sedang hamil dan sakit, tak ada yang mengurusnya, sensei. Orang tuaku pergi berbulan mau ke Macau. Keluarga istriku semuanya pergi ke Cina untuk melamar kekasih Neji, kalau bukan aku siapa lagi sensei?"
Bahkan Jenderal seperti Hatake Kakashi pun luluh saat mendengar cerita Naruto yang sengaja di dramatisirnya. "Inputlah permintaan cuti mu di sistem, nanti akan ku approve." Jawab Kakashi.
"Terimakasih sensei..." Ucap Naruto sambil menampilkan senyum lima jarinya dan berjalan menuju pintu keluar ruangan.
"Akan ada saatnya kau harus mendahulukan tugas mu sebagai seorang prajurit, dan meninggalkan yang kau cintai." Kakashi berujar saat Naruto sudah keluar dari ruangannya.
***
**
*
Hinata merasakan elusan di pipinya ketika matanya belum terbuka sempurna.
"Ohayo Hime sama." Suara lembut dan elusan dari tangan hangat suaminya mampu membuat netranya terbuka sempurna.
"Naruto-kun pukul berapa sekarang?" Tanya Hinata sambil mengucek matanya.
"Pukul enam pagi sayang." Jawab Naruto lembut.
"Naruto-kun aku kesiangan, bukankah kau harus apel?" Buru Hinata mencoba duduk dari posisi tidur nya.
"Akkkkhhhhhh...!!!" Ringis Hinata karena merasakan nyeri di perutnya.
"Hime hati-hati, perutmu masih terasa keram, bukan?" Naruto begitu khawatir dan mengelus perut istrinya yang sedikit menggelembung itu.
"Uhum..., Naruto-kun tidak ke markas?" Tanya Hinata sambil memiringkan kepalanya.
'Kawaiii...' Batin Naruto.
Dengan kecepatan kilat ia kecul bibir mungil istrinya.
"Maaf Hime kau imut sekali saat bangun tidur aku jadi tidak kuat, ttebayo."
"Hmmmmkkkkkkk." Hinata menutup mulutnya menahan isi perutnya yang ingin dia keluarkan.
Tiba-tiba di tangan Naruto sekarang sudah ada baskom berisi air.
"Muntahkan disini Hime kau tidak boleh berjalan kekamar mandi."
"Hoeeekkkk... Hoeeekkkk... Hoeekkkkk..." Hinata memuntahkan semua yang ia makan tadi malam tanpa sisa.
Naruto memijat lembut tengkuk Hinata.
"Sudah lega, sayang?"
Hinata mengangguk lemah.
"Kau berbaring dulu ya aku akan membuang isi baskom ini dulu."
Hinata memandangi suaminya yang berjalan kekamar mandi, Naruto hanya mengenakan kaos dalaman putih, dan celana pendek armynya di bahunya tersampir handuk kecil.
"Kau habis bersih-bersih rumah, Naruto-kun?" Tanya Hinata saat suaminya sudah berada di dekatnya.
"Oh handuk kecil ini, aku tadi membuatkan mu susu hamil, tapi tidak sengaja menumpahkan air di termos jadi aku lap dengan handuk ini." Ujar Naruto dengan menampilkan cengirannya.
"Naruto-kun sudah mandi?" Tanya Hinata lagi.
"Minum dulu." Naruto menyodorkan susu hamil yang sudah di buatnya dan membantu Hinata minum.
Kini semua susu itu sudah berpindah keperut Hinata yang buncit.
"Naruto-kun mandi air dingin?"
"Tak usah kau pikirkan Hime, aku ini tentara, jika di medan perang aku mandi air danau yang dingin pun sudah biasa."
"Tapi kau di rumah Naruto-kun, aku yang harus mengurusmu." Hinata menyingkap selimutnya ingin turun dari ranjang tapi tangan kekar Naruto menghalanginya.
"Kakimu tak akan ku ijinkan menyentuh lantai selama seminggu ini."
"Tapi Naruto-kun..."
"Kau tidak kasihan pada anak-anak kita, ya, Hime? Kalau kau banyak bergerak kau akan pendarahan lagi seperti kemarin dan itu mebahayakan hidup mereka Hinata."
Hinata terdiam, tangannya mulai bergerak menuju perutnya sendiri, di elusnya perlahan tempat kedua buah hatinya sedang tumbuh. "Maafkan Kaa-chan ya sayang." Lirih Hinata.
...
"Hime-sama sarapannya sudah siap." Teriak Naruto sambil membawa nampan yang berisi bubur dan sup misso.
"Kau memasaknya sendiri, Naruto-kun?"
"Tsunade Baa-chan mengantarkannya."
"Untukmu ada Naruto-kun?"
"Ada tak perlu mengkhawatirkan ku sekarang aaaaaa... buka mulutmu."
Tiga sendok bubur yang berhasil di telan Hinata dengan susah payah.
"Naruto-kun sudah ya, aku mual." Hinata menggeleng, menolak sendok yang berisi bubur, yang di sodorkan Naruto.
"Kau makan sedikit sekali, Hime." Naruto tetap menyodorkan sendok itu.
Hinata menggeleng kembali, tiba-tiba rasa mual kembali menyerangnya. "Hmmkkkk...."
"Ayolah Hime...." Naruto masih tetap memaksa Hinata memakan buburnya.
"Hoeeekkkkkk....!!" Hinata memuntahkan bubur yang barusan dia telan tepat di wajah Naruto.
Naruto menatap istrinya tajam, ia kesal karena Hinata wanita yang menghargainya sejak berusia tiga belas tahun sekarang malah muntah di wajahnya.
"Gomenasai Naruto-kun." Ujar Hinata takut-takut sambil meremas selimutnya bakal-bakal air mata sudah tampak di kelopak mata bawah milik istrinya.
Naruto dengan cepat membelai rambut istrinya, mana tega dia marah pada istrinya yang imut ini.
"Aku bersihkan wajah ku dulu ya Hime, setelah ini aku akan memandikanmu." Ujar Naruto dengan senyuman lima jarinya.
Seketika wajah Hinata menjadi merah. Mendengar sang suami akan memandikannya.
***
Naruto's Pov
Hari sudah menunjukan pukul tujuh malam, Sejak tadi pagi Hinata selalu memuntahkan makanan yang dimakannya, dan dia selalu memuntahkannya di wajahku, dan sejak pagi pula perutku belum terisi sama sekali. Bagaimana bisa makan? Saat Hinata makan dia akan memuntahkan kembali makannya, tepat di wajahku, aku harus membersihkan wajahku, menggendongnya ke sofa, mengganti bed cover, membantu mengganti pakaian Hinata yang kotor karena muntahannya, menggendongnya kembali ke ranjang.
Baru setelah itu dia merasa lapar lagi dan baru ingin makan, aku harus menyuapinya lagi. Hinata sarapan 2 kali, yang pertama untuk dimuntahkannya, dan kedua barulah dia benar-benar makan, begitu juga dengan makan siangnya.
Dan saat waktu senggang dia akan meminta ku untuk mengelus perutnya, aku memang menyukai kegiatan mengelus buah hatiku ini, tapi Hinata tak ingin aku berhenti mengelus perutnya, dia akan menangis bila tanganku tiba-tiba merhenti mengelus perutnya ketika aku ketiduran. Hinata menjadi sangat manja sekali, ttebayo.
.
.
"Hime-sama makan malam dulu ya..." Aku kembali membujuk Hinata untuk menyantap makan malamnya. Aku suapkan pelan-pelan bubur ini ke mulut mungilnya. Syukurlah Hinata menghabiskan makan malamnya Kami-sama semoga dia tidak muntah lagi.
"Hoeeeekkkkkkk" Dia kembali muntah tepat di wajahku.
"Hufffttt, aku bersihkan wajah ku dulu, ya." Aku ingin marah, tapi melihat wajahnya yang pucat karena sering muntah, aku tidak tega.
"Naruto-kun, gomenasai..." Aku tersenyum menanggapi permintaan maafnya.
"Ini kewajibanku Hime." Jawabku tulus, aku sangat mencintainya....
.
"Hinata ganti baju dulu ya?" Setelah selesai membersihkan wajahku dari sisa muntahan Hinata, aku melanjutkan kembali tugasku.
"Hinata kita ganti bed covernya..,ya?" Aku membawa istri tercintaku ini kedalam gendonganku, mendudukannya di sofa, dan mengganti bed cover tempat tidur kami.
.
Istriku yang cantik ini sedang tertidur pulas sekarang setelah aku mengelus perutnya, sekarang aku pergi kedapur untuk makan. Dari tadi pagi aku belum makan, ttebayo. Aku buka rantang yang di berikan oleh Tsunade Baa-chan. Hatiku benar-benar mencelos karena rantang itu benar-benar kosong, aku baru ingat Hinata menghambur-hamburkan makanan hari ini dan porsi yang menjadi makan malam kedua Hinata barusan adalah porsi terakhir dari makanan yang di bawa Tsunade Baa-chan.
Hmmmm.., tak apalah yang penting Hinata dan anak-anaku tidak kelaparan. Aku periksa lemari dapur dan yokatta, masih ada ramen cup disini, kulihat tanggal kadarluasanya mengingat sejak menikah dengan Hinata aku hampir tidak pernah di izinkannya mengkonsumsi makanan favoritku ini lagi. Kalau makan cup ramen seperti ini jadi mengingatkan ku saat masih menjadi pasuka perdamaian PBB. Berada di wilayah konflik mau tidak mau aku harus memakan ini, karena makanan inilah yang paling mudah dibawa dan disiapkan.
Setelah makan aku tidak bisa langsung tidur, aku harus mengumpulkan semua bed cover dan pakaian kotor Hinata yang berserakan di kamar mandi dan meletakkannya di keranjang agar besok petugas loundry bisa langsung membawanya.
Sepertinya seminggu kedepan kehidupanku akan berlangsung seperti ini.
Yosh Ganbatte, ttebayo!
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top