08. Ujian Cinta
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
...
"Kaa-chan jangan bercanda pagi-pagi buta seperti ini." Cuek Naruto sambil mengunyah rotinya.
"Kau pikir aku bercanda Naruto?" Raut wajah Kushina tiba tiba menyendu. "Hinata belum siap punya bayi sekarang, apalagi dengan proses yang tidak biasa, belum lagi masalah kalian berdua, Hinata sepertinya belum mau bedekatan dengan mu, makanya mumpung belum berbentuk janin maka dia memutuskan untuk meluruhkan benih kalian, ah sebenarnya kami juga sangat kecewa, tapi karena itu masih berupa benih jadi kami semua berpikir tak apalah di luruhkan, nanti jika kalian menikah kalian bisa punya anak dengan cara yang wajar."
"Kenapa kalian tidak memberitahu ku?" Suara Naruto bergetar. "Kenapa kalian mengambil keputusan tentang anak-anakku tanpa memberitahuku?"
"Kami pikir kau akan setuju, karena ini terjadi secara tiba-tiba kami pikir kau juga belum siap punya anak." Jawab Kushina dengan raut kebingungan.
"Pukul berapa prosesnya berlangsung?" Ujar Naruto sambil mengusap kasar wajahnya ia benar-benar ingin mengamuk sekarang, tapi tak mungkin dia membentak orang yang telah susah payah melahirkannya, dan lagi bisa dipastikan ayahnya yang masih terlelap di kamar sekarang pasti akan bangun dan seketika menghajarnya jika tau istri tercintanya ini di bentak.
'Apa mereka tidak melihat betapa bahagianya aku kemarin.?' Batin Naruto
"Pukul tujuh pagi." Jawab Kushina masih dengan wajah kebingungan.
Naruto melirik jam besar yang ada di ruang keluarga rumahnya, saat ini sudah menunjukan pukul enam pagi.
"Kusso..!!!" Umpat Naruto ia berlari kelantai dua tempat kamarnya berada, memakai jaket hoodie orangenya tanpa di kancing sehingga sehingga perut tannya yang atletis sedikit tampak, di sambarnya kunci Jaguar yang tergeletak di nakas kamarnya, segera ia berlari keluar, bahkan saat keluar kamar Minato yang bertabrakkan dengannya pun tidak dia pedulikan.
.
.
Jaguar T 3.0 Convertible hitam milik Naruto melesat dengan kecepatan diatas 110/km jam. Namikaze Mansion terletak di kawasan elit bernuansa Eropa yang terletak di distik Chidoya yang berjarak 50km dari pusat kota Tokyo yang terdiri dari terdiri dari empat distrik terpadat, yaitu distrik Shibuya, Shinjuku, Adachi, dan Arakawa, dan Konoha Hospital terletak di distrik Adachi distrik di pusat kota Tokyo yang jaraknya paling jauh dengan distrik Chidoya, jika Naruto menggunakan kecepatan normal di tambah dengan kemacetan bisa dipastikan butuh dua jam dia sampai di Konoha Hospital.
Setelah memaki-maki penjaga pintu tol akhirnya Naruto berhasil memasuki distrik Adachi dengan kecepatan brutal, sepuluh menit lagi ia akan sampai di Konoha Hospital.
"Sial...!!! Kenapa klan senju membangung rumah sakit sejauh ini?" Seumur hidupnya selama dua puluh enam tahun ia hidup baru kali ini Naruto mengeluh tentang jarak rumah sakit yang dibangun oleh klan yang disandang Neneknya sebelum menikah.
Salahkan saja Kakekmu Naruto yang membangun rumah yang luas, dengan luas tanah yang tidak bisa didapatkan di pusat kota Tokyo.
Berlari-lari di koridor rumah sakit dengan jaket yang tidak terkancing, celana training yang dia pakai semalaman untuk tidur, oh jangan lupakan kakinya yang hanya berlapis sandal jepit, berantakan, atau mungkin terkesan urakan bisa dikatakan untuk mencerminkan penampilan Naruto saat ini. Tapi dengan kharismanya yang terkesan bad boy tetap masih bisa membuat para perawat rumah sakit yang sedang rolling shift meneriakinya.
"Wah... itu Naruto-sama, bukan? Cucunya Tsunade-sama, sexi sekali dengan penampilan berantakan seperti itu." Demi apapun Naruto sudah tidak peduli lagi teriakan para perawat-perawat centil itu, yang ada dipikirannya sekarang hanya Hinata dan anak-anaknya. Sekarang yang menjadi tujuannya ada poli maternitas rumah sakit swasta terbaik di Jepang ini, ruangan Shizune adalah ruangan yang pasti di gunakan Tsunade untuk meluruhkan benih-benihnya
.
.
BRUUUKKKKK
Pintu ruangan Shizune terbuka kasar oleh dobrakkan Naruto, di sana tampak Tsunade dan Hinata yang duduk berhadapan, tampak Shizune juga sedang membersihkan sesuatu di tempat tidur pasien.
Semua orang di ruangan itu menoleh saat merasakan kehadiran Naruto tapi kembali lagi ke dalam obrolan mereka seolah tidak melihat apapun sedangkan Shizune melanjutkan kegiatannya membersihkan sesuatu di tempat tidur pasien bersama dengan seorang perawat.
Naruto masuk dengan tatapan kosong yang menjadi perhatiannya saat ini adalah ranjang pasien yang sedang di bersihkan oleh Shizune.
"Ne, Hinata-chan tidak terasa terlalu sakit 'kan rasanya seperti nyeri saat menstruasi karena masih berupa zigot kita tidak melakukan kuretase? Hanya menggunakan obat peluruh." Tsunade seolah tak menyadari bahwa perkataannya membuat jantung cucunya seperti berhenti berdetak.
"Benar Tsunade Baa-chan, rasanya seperti nyeri saat menstruasi saat darahnya keluar tapi sedikit lebih nyeri." Jawaban gadis berambut indigo itu membuat darah Naruto berdesir sangat cepat.
Naruto mempercepat langkahnya ke ranjang perawatan itu, "minggir...!" Ujar Naruto menggeser perawat yang menghalangi pandangannya, ia ingin melihat apa yang sedang di bersihkan perawat itu di tempat tidur pasien.
Perawat itu pun minggir, di ranjang pemeriksaan itu Naruto melihat ada perlak yang terhampar di atasnya, dan yang paling membuat Naruto begitu tersentak ada sebercak darah yang masih segar yang mengotori perlak itu.
Dengan ujung-ujung jarinya Naruto menggapai sedikit darah yang masih segar itu. "Apa ini anak-anak ku?" Ucap Naruto parau sambil menunjukan ujung-ujung jarinya yang sedikit di kotori darah.
Tak ada jawaban dari Tsunade, Shizune, apa lagi Hinata.
"AKU TANYA SEKALI LAGI APA INI ANAK-ANAKKU?!!!" Naruto berteriak sambil menunjukkan darah yang mengotori tangannya.
Sejak beberapa hari yang lalu ia terima keberadaannya diabaikan oleh Hinata, ia tahu diri akan kesalahannya beberapa tahun yang lalu yang mengabaikan dan mengusir Hinata dari hidupnya.
Tapi kali ini, ia benar-benar tidak terima, jika yang harus menanggung kesalahannya atas sakit hati Hinata adalah anak-anaknya.
"Kenapa tak sekalian saja kau bunuh aku Hime? Jika kau benar-benar membenciku." Ucap Naruto dengan suara paraunya, Tsunade yang bahkan biasanya menjitak kepala Naruto saat membuat keributan di rumah sakitnya, kali ini hanya diam saja.
"Jika kau benar-benar tidak mau melihat ku di hidupmu lagi kenapa tak sekalian kau bunuh saja aku, Hinata...? Aku tak bisa hidup dengan menerima kebencian dari mu, daripada kau menyuruhku menjauh dari hidupmu atau kau melampiaskan rasa benci mu pada anak-anak kita yang tak berdosa. Lebih baik kau bunuh aku saja Hinata!!!" Naruto terduduk, air mata mulai keluar dari ekor matanya.
Naruto yang selalu percaya diri, Naruto yang selalu kelihatan kuat di medan perang, Naruto yang selalu menampilkan cengirannya. Biasanya dia hanya menangis dalam kesendirian saat menyadari penyesalan atas kebodohannya dulu, menangis di tengah sepi saat dia merindukan Hinata. Tapi hari ini seorang Kapten Namikaze Naruto menampakan air matanya di hadapan para wanita.
Tsunade merasakan ngilu saat melihat Naruto menangis, terakhir kali Naruto menangis adalah saat kematian Menma, tapi tangisnya tak sepilu ini, sebegitu cintanyakah ia pada gadis bersurai panjang ini.
"Apa ini cara Kami-sama menghukumku? Karena menyakiti wanita sebaik bidadari seperti mu Hinata, atau ini hukuman ku saat aku mengakui mencintai dan merindukanmu tapi aku masih mempernainkan wanita-wanita lain di luar sana..." Naruto menggenggam jarinya yang dikotori darah yang ia yakini adalah darah dari sel anak-anaknya. Diletakkan genggaman tangannya itu di dadanya.
Air mata Hinata mengalir begitu saja tanpa ia sadari, ia dekati Naruto yang terduduk di lantai, Tsunade, Shizune, dan perawat lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Hountou ni gomennasai Naruto-kun." Hinata memanggil Naruto dengan suffix lamanya.
Naruto tersentak, didongakkan kepalanya saat melihat Hinata ada dihadapannya, antara senang dan sedih yang dia rasakan saat ini. Senang karena mendengar Hinata memanggilnya lagi dengan suffiix kun sedih karena anak-anak yang sangat ia harapkan untuk menyatukannya dengan Hinata, kini sudah terurai menjadi genangan darah.
"Hontou ni gomennasai Naruto kun, aku memang wanita kejih, yang mementingkan egoku, aku berfikir kalau Naruto-kun tidak pernah mencintaiku, Naruto-kun hanya ingin menikahiku karena benih yang ada di rahimku, maaf Naruto-kun maaf karena sudah membuatmu sedih seperti ini, maaf karena sudah membuat air mata Naruto-kun yang berharga ini keluar..." Ujar Hinata seraya mengusap air mata yang jatuh di pipi Naruto.
"Aku tak pantas untukmu Naruto-kun, aku wanita kejih yang egois." Tambah Hinata.
"Tidak Hinata ini bukanlah salah mu aku lah yang brengsek disini, kau seharusnya menghukumku bukan anak-anak kita." Naruto menarik Hinata kedalam dekapannya, diciuminya pucak kepala Hinata dengan sayang.
Naruto mendongakkan kepala Hinata dan dengan menangkup kedua pipi gembul Hinata dengan telapak tangan kekarnya, didekatkannya wajahnya dengan Hinata. Perlahan, ia kecup lembut sepasang kelopak mata putih yang lembab karena air mata itu, dengan penuh kasih sayang.
"Maaf Naruto-kun aku wanita yang kejih, kau tak pantas bersamaku." Ujar Hinata sambil hendak berdiri pergi.
Naruto menggenggam tangan Hinata untuk menahannya
"Bicara apa kau Hime? Apa kau mau meninggalkan ku lagi? Lupakan kejadian tadi aku maafkan kesalahanmu tapi jangan pernah meninggalkan ku lagi Hime." Naruto menarik lagi Hinata dalam dekapannya.
Hinata membalas lagi pelukan Naruto dan mengusap punggung kekar pria itu, ia ajak Naruto untuk duduk di kursi, setelah Naruto duduk di kursi dan mulai lengah secepat kilat Hinata berlari meninggalkan Naruto.
"HINATA!" Panggil Naruto mencoba mengejar Hinata, tapi terlambat Hinata sudah menjauh.
Hinata menghilang, tanpa Naruto sadari sebenarnya Hinata sedang bersembunyi darinya di salah satu lorong rumah sakit.
.
.
Naruto menjambak kasar surai pirang cepaknya, sudah satu jam ia menjelajahi rumah sakit luas ini, tapi hasilnya nihil, Hinata tak terlihat di tempat ini.
"Hah kenapa tidak menelpon Hiashi-sama saja?" Naruto sekarang sudah berada dalam Jaguarnya yang terpakir di Konoha Hospital.
"Moshi-moshi Hiasi-sama, apa Anda bersama Hinata?"
'Kau tidak tahu Naruto? Hinata semalam sudah memesan tiket pesawat ke Paris, keberangkatannya ke Paris sudah di perpecepat oleh Studio Bercot. Hinata mendapat beasiswa disana, ini mendadak setelah keluargamu pulang Hinata mendapat telepon dari kampus Studio Bercot. Kau tau 'kan perbedaan waktu Jepang dan Prancis? Kupikir keluargamu sudah memberi tahu.' Jelas Hiashi
Detak jantung Naruto seperti berhenti, baru saja dia mendapat kabar buruk tentang calon anak-anaknya, dan sekarang apa lagi? Hinata akan pergi lagi dari hidupnya.
'Neji mengantarnya bandara Narita setelah menjemputnya dari rumah sakit tadi, Hinata akan terbang dengan penerbangang pukul sebelas siang ini kejarlah sekarang mungkin ini belum terlambat.' Lanjut Hiashi, Naruto melihat jam pada navigator mobil nya sekarang sudah menunjukan pukul sepuluh lewat lima belas menit.
Naruto's Pov
Kenapa tidak ada yang memberi tahuku tentang beasiswa Hinata? Tentang keberangkatannya hari ini, tentang nasib anak-anak ku?
Aku sudah tidak sadar lagi dengan kecepatan mobil yang sekarang ku kendarai, jarak tempuh antara distrik Adachi ke Chiba sama dengan jarak yang ku tempuh tadi pagi dari Chidoya ke Adachi , tadi aku sudah terlambat menyelamatkan anak-anakku tidak kali ini aku tidak mau kehilangan Hinata untuk kedua kalinya.
End Naruto's Pov
.
Memarkirkan sembarangan Jaguarnya berlari menuju terminal keberangkatan satu Bandara Narita, Naruto tidak peduli lagi dengan umpatan orang-orang yang ia tabrak saat berlari. Dipikirannya saat ini hanya bagaimana mencegah Hinata pergi, tidak, Hinata tidak boleh pergi lagi darinya.
Ia berlari menuju ruang keberangkatan pesawat milik Air France dengan nafas terengah-engah, dilihatnya gadis berambut panjang indigo berjalan keluar menuju pesawat, saat akan mengikuti Hinata tapi dua petugas bandara menahannya.
"Maaf tiket dan passport anda tuan?"
"Biarkan aku kesana kalian tidak tahu siapa aku HAH!" Bentak Naruto.
"Kami tau siapa anda Kapten Namikaze Naruto, tapi siapapun anda tidak boleh menyalahi aturan."
Petugas bandara itu menahan tubuh Narut dengan kuat bahkan mencoba menyeretnya.
BUGH!!!
Jangan ragukan kemampuan Naruto menghajar orang, dengan sangat menyesal terpaksa ia meninju dua orang petugas bandara yang menghalanginya, ia berlari mendekati lagi pintu keluar yang menuju ke arah pesawat yang akan membawa Hinata.
Terlambat bunyi pesawat lepas landas terdengar, perlahan roda-roda pesawat itu mulai begerak, Naruto belum mau menyerah sambil berlari mengejar pesawat yang akan terbang ia berteriakteriak
"HINATA KEMBALI HINATA!!!! HINATA, JANGAN PERGI HINATA!!! AKU MENCINTAI MU HINATA KEMBALILAH!!! JANGAN TINGGALKAN AKU HINATA, HINATA KEMBALILAH..! JANGAN HUKUM AKU SEPERTI INI HINATA! HINATA!!!! BERTANGGUNG JAWABLAH HINATA!!! KAU SUDAH MEMBUATKU JATUH CINTA PADAMu!!! HINATA KUMOHON KEMBALILAH!!!"
Tak ada jawaban, roda pesawat itu semakin cepat bergerak dan mulai terbang membawa Hinatanya. Naruto jatuh berlutut di remasnya dada kirinya yang tertutupi jaket.
"Beginikah cara Kami-sama menghukumku, sakit..." Rintih Naruto, kepalanya terasa berdenyut hebat dan perlahan pandangannya menjadi gelap.
.
.
Tersadar dalam keadaan kepala masih berdenyut di pengang keningnya, ia yakin benda basah di atas keningnya itu adalah kain kompres. Ia lempar sembarangan kai kompres itu.
"Naruto kau sudah sadar?" Suara sang ibu menyadarkannya kalau saat ini sudah berada di rumah.
"Neji mengantarmu pulang dia bilang kau pingsan di bandara, kau bahkan meninggalkan sembarangan mobilmu di parkiran bandara, dan kata Baa-chanmu vertigomu kambuh, kau sangat stress, ya? Sampai vertigomu kambuh..." Tanya Kushina sambil duduk di pinggir ranjang Naruto.
"Kaa-chan masih bertanya apa aku sangat stress? Kaa-chan tahu 'kan apa penyebabnya? Kenapa kalian semua tidak ada yang memberi tahuku soal beasiswa Hinata? Tentang anak-anak ku? Jika aku tahu tentang beasiswa Hinata, aku akan langsung menikahinya, setidaknya anak-anakku punya kesempatan lahir ke dunia, dan Hinata sudah menjadi istriku walaupun dia tetap akan berangkat." Naruto lalu membalik arah berbaring ya dengan memunggungi ibunya.
"Gommenasai... Naruto." Jawab Kushina lirih.
To Be Continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top