Chapter 5
Layla sedang menata mangkuk dan piring yang berisi makanan di atas meja dengan dibantu Eisha tentunya. Dari aromanya saja orang pasti akan yakin jika rasanya enak. Ya, Layla adalah gadis yang pandai di bidang memasak, bahkan ketika dia punya uang yang cukup nanti, Layla ingin membuka sebuah restoran sendiri. Bahkan dia sudah menyiapkan sebuah nama yang cantik untuk restorannya nanti.
Layla dan Eisha duduk di bangkunya masing-masing dengan nenek Jasmine berada di pangkal meja. Layla dan Eisha duduk berhadapan. Eisha mengambilkan makanan untuk neneknya seperti biasa.
Dari cara Eisha memperlakukan nenek Jasmine, gadis itu tahu kalau Layla adalah gadis yang perhatian walaupun terkadang mulutnya ceplas-ceplos. Eisha mengambil makanan setelah Layla mengambil makanan.
Tak sopan jika Eisha mendahului pemilik rumah mengambil makanan. Saat mengambil makanan pun Eisha mengambil secukupnya saja, tak berlebihan. Kebiasaan itu sudah dilakukan sudah sejak lama seingat Eisha.
"Selamat makan nenek dan Vaiva!" ujar Layla dengan ceria, lalu menyendokkan makanan ke dalam mulutnya. Seperti biasa makanan yang dia buat selalu enak. Layla di dalam hati merasa senang karena bertambah satu orang teman menemani dirinya dan nenek makan. Selama bertahun-tahun ini mereka hanya makan berdua, dengan adanya Vaiva jadi suasana lebih ramai. Ke depannya Layla punya teman bermain dan teman yang bisa diajak jalan-jalan ke pasar sambil beli sayur dan daging.
"Iya, selamat makan juga, Layla!" sapa Eisha balik sambil tersenyum.
"Makan yang banyak Layla dan Vaiva supaya sehat! Oh, ya, perbanyak makan daging agar tubuh tetap hangat," ujar nenek Jasmine sambil meletakkan satu potong daging kelinci beyaz ke dalam piring Eisha.
"Terima kasih, Nek," ujar Eisha, lalu memotong daging kelinci yang sudah dilumuri bumbu rempah-rempah dengan garpu. Dagingnya sangat empuk dan lembut, tak susah saat dipotong.
"Layla juga makan daging!" ujarnya, kemudian meletakkan satu potong daging kelinci beyaz ke dalam piring Layla. Nenek Jasmine di dalam hatinya tak membedakan antara Layla yang statusnya cucu kandungnya dan Vaiva yang statusnya tak ada hubungan darah dengannya. Walaupun dengan Vaiva baru kenal beberapa jam, namun dia tahu jika Vaiva adalah gadis yang baik dan polos. Dan satu hal lagi, cucunya tak akan merasa sepi lagi untuk beberapa hari ke depan.
"Nenek aku tidak mau makan daging terlalu banyak, nanti pipiku tambah tembam," komentar Layla menggeleng, kemudian tangannya terangkat menyentuh pipinya yang memang sedikit lebih berisi. Mirip seperti kelinci gemuk. Yang melihatnya gemas.
Nenek Jasmine menggeleng. "Hanya dengan satu potong daging, tak akan membuatnya bertambah," nasihatnya.
Melihat adegan antara nenek Jasmine dan cucunya membuat hati Eisha tiba-tiba menghangat. Samar-samar dia melihat adegan yang sama di dalam pikirannya yang hanya berlangsung beberapa detik saja. Adegan tersebut ada seorang wanita sedang meletakkan sepotong daging tipis ke dalam mangkuk seorang gadis.
Siapa mereka? pikir Eisha bertanya-tanya. Ah, sungguh menyebalkan dia tak bisa melihat adegan tersebut lebih lama, Eisha yakin kalau adegan barusan berkaitan dengan kehidupannya.
"Ada apa?" tanya Layla yang melihat Eisha makannya tiba-tiba terhenti.
Dipanggil Layla, Eisha kembali ke alam sadarnya. Dia melihat Layla yang menatap dengan tanda tanya. "Aku tak apa-apa," ujarnya sambil menarik sudut bibirnya membentuk senyuman. Tak mungkin dia mengatakan yang sejujurnya.
"Ya udah ayok lanjutin makannya!" ucap Nenek Jasmine yang dijawab anggukan Eisha dan Layla hampir secara bersamaan.
***
Malam datang dengan cepat. Dan cuaca semakin dingin saja. Nenek Jasmine sedang menambahkan kayu bakar ke dalam perapian dengan dibantu Layla tentunya. Api merah menyala dengan perlahan melahap kayu bakar. Rasa hangat bertambah di dalam pondok sederhana.
Eisha sudah mengganti pakaian dengan pakaian hangat yang terbuat dari wol. Rambut hitam panjangnya diuraikan dengan bebas. Tak lupa kaos kaki melapisi sepasang kakinya. Tangannya juga dilapisi sarung tangan.
"Jadi, lebih hangat 'kan udaranya?" tanya nenek Jasmine sambil duduk di hadapan Eisha. Gadis itu mengangguk mengiakan.
"Hm, Nek, berarti tiap hari kayu bakarnya harus dimasukkan ke dalam perapian?" tanya Eisha.
"Ya, benar, " jawab Nenek Jasmine.
"Vaiva, kau besok mau ikut aku cari kayu bakar tidur tidak?" tanya Layla yang baru saja mengambil segelas susu hangat dari ruangan dapur.
"Cari kayu bakarnya di mana? Di hutan?" tanya Eisha balik.
"Tentu di hutan karena di sana biasanya banyak ranting-ranting," jelas Layla.
"Oh, baiklah aku besok ikut. Jam berapa ke hutan?"
"Sekitar jam delapan pagi setelah makan pagi," sahut Layla.
"Baiklah, aku mengerti," jawab Eisha mengangguk.
Nenek Jasmine melihat ke arah jam dinding yang terpasang di salah satu dinding kayu. Jam menunjukkan pukul delapan malam. Lampu yang ada di luar ruangan menyala memberikan penerangan.
"Layla dan Eisha, ayo kalian ke kamar istirahat," ujarnya sambil tangannya menunjuk ke arah kamar. Di dalam pondok ada dua kamar kosong yang memang disiapkan untuk tamu yang datang.
Sebelumnya Eisha sudah diberitahu kalau dia bisa tinggal di kamar tamu selama yang dia inginkan tak ada batasan waktu. Walaupun begitu jika tinggal terlalu lama tidak enak juga, apalagi statusnya sebagai orang luar.
"Baik Nek, selamat malam," pamit Eisha dengan sopan.
"Ya, Nek, aku ke kamar. Oh, ya, besok nenek mau dibuatkan masakan apa?" tanya Layla, sementara itu Eisha berjalan menuju ke kamarnya yang letaknya berada di belakang dekat dengan dapur. Eisha sengaja memilih kamar yang letaknya jauh agar dia bisa melakukan kegiatan dengan lebih leluasa.
"Apapun yang Layla masak akan nenek makan," jawab nenek Jasmine.
"Kalau begitu Layla akan masak tahu busuk saja," ujar Layla dengan nada jahil.
"Bukan itu juga, Layla. Kau 'kan sudah tahu nenek tak suka dengan aromanya yang sangat menyengat menyakiti hidung,' sahut nenek Jasmine.
Layla tertawa atas respon nenek Jasmine. " Kan kata nenek apa saja dimakan, kenapa pas dibilang tahu busuk tak mau."
"Sudah, jangan menjahili nenek. Kualat baru tahu rasa," ujar Jasmine. Tak berselang lama Layla terjedot pintu kamarnya sendiri, dan gadis itu pun mengadu kesakitan. Layla sedang mengelus dahinya yang sakit.
"Hati-hati Layla kalau jalan," nasihat wanita tua tersebut.
"Iya, Nek." Setelah itu dia masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Eisha berjalan dan naik ke atas ranjang yang sebelumnya sudah dibersihkan oleh Layla sore tadi. Luas kamar berukuran empat meter dikali lima meter. Barang perabot ditata dengan rapi di sana.
Eisha menatap langit-langit kamar yang berwarna putih bersih yang dipadu cat dinding kuning. Dia merasa tubuhnya lelah dan letih, bersamaan dengan matanya yang mengantuk. Menarik selimut menutupi tubuhnya agar tak kedinginan. Tak lama kemudian alam mimpi merenggutnya dari alam sadar. Berharap hari besok dia sudah kembali ke tempat asalnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top