Sweet Lies 6

Antoni mengernyit memindai sang putra.

"Maksudmu?"

Reygan menarik napas dalam-dalam kemudian bersandar menatap lurus ke depan.

"Entahlah, tapi Reygan merasa fondasi hubungan Reygan dan Indira begitu rapuh, Pa. Sama sekali tidak kuat untuk menopang langkah kami berdua," terangnya kemudian menoleh ke Antoni.

"Reygan tahu, ada hal yang memang harus dijalani. Pesan terakhir Adrian memang cukup membuat serba salah. Bahkan Reygan sendiri nggak tahu mau berkata apa ke Indira. Karena apa? Ya karena memang kita menikah semua serba terburu-buru dan ... flat, Pa." Suara Reygan terdengar meninggi. Parasnya terlihat emosional. Ada sedih, sesal dan amarah yang dia tahan bercampur di sana.

"Kalau Mama bilang, cinta itu bisa ditumbuhkan seiring dengan berjalannya waktu, tapi bagaimana jika hati Reygan sekarang sudah ada yang memiliki, Pa? Secara nggak langsung sudah mengkhianati Sandra. Lalu apa yang harus Reyga katakan ke dia?"

Antoni terdiam. Sejauh ini dia sangat tahu apa yang dirasakan putranya, tetapi tentu saja dia juga punya alasan untuk menjawab kenapa semua harus dilakukan.

"Reygan, mungkin Papa terlihat terlalu ikut campur dan mengatur semua batang berkaitan dengan hubungan pribadimu, tapi Papa rasa tanpa Papa jelaskan kamu sudah paham."

Antoni menarik napas dalam-dalam.

"Untuk perempuan yang kamu cintai itu ... sebaiknya kamu segera bicara tentang apa yang sudah terjadi dan jelaskan kenapa. Papa tahu itu pasti sulit bagimu juga bagi dia, tapi percayalah apa yang diucapkan mamamu itu lambat laun akan terbukti."

Reygan tak menjawab, dia hanya mengusap tengkuk lalu membuang napas perlahan.

**

Indira bersama Bik Minah asisten rumah tangga keluarga Antoni sibuk menyiapkan sarapan di dapur. Semalam hingga matahari menyapa bumi, Indira sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Semua terasa mimpi. Mimpi yang sama sekali dia tidak pernah menyangka akan terjadi seperti ini. Mimpi yang tak pernah hadir dalam angannya.

"Mbak Indira itu seharusnya masih di kamar, loh, biasanya pengantin itu bangunnya siang!" celoteh Bik Minah sembari menggoreng ayam.

Perempuan yang menguncir rambutnya itu tersenyum tipis. Mungkin akan berbeda jika dia menikah dengan Adrian. Mungkin apa yang diucapkan Bik Minah benar-benar terjadi. Namun, tentu saja hal itu tidak terjadi padanya dan pada Reygan.

Mengingat Reygan, semalam pria itu sama sekali tidak kembali ke kamar mereka. Dia pun tak hendak bertanya atau sekadar mencari tahu. Indira berupaya untuk terus menyadarkan dirinya dan segala harap bahwa di antara mereka masih butuh banyak waktu untuk mengenal, masih butuh banyak kata untuk saling bicara.

Cinta? Terlebih lagi dengan lima huruf itu. Indira bahkan tidak berani menelisik hati Reygan. Pria itu begitu dingin dan datar.

"Mas Rey itu terlalu banyak memilih. Padahal sejak SMA dulu, banyak cewek yang cari perhatian ke dia, tapi dasar es batu aja dia."

"Es batu? Maksudnya?"

Adrian tergelak.

"Dingin! Lempeng, sulit untuk senyum, sok ganteng ... ya walaupun sebenarnya dia memang ganteng sih, meski lebih banyak aku," jelas Adrian masih dengan tawa. "Tapi sekarang sepertinya dia udah nemu pawangnya, tapi nggak tahu kapan diajak ke rumah."

"Udah deh! Kamu nggak usah mikirin Mas Rey. Dia juga udah kasi lampu ijo, kok. Dia mau dan mengizinkan aku duluan menikah!"

"Mbak Indira? Mbak? Airnya sudah mendidih. Mbak?" Suara Bik Minah membuyarkan ingatannya.

"Eh iya, Bik. Maaf, saya ...."

"Jangan melamun, Mbak. Apalagi di dapur, nanti ketumpahan air panas bahaya."

Menarik napas dalam-dalam, Indira mengangguk sembari mengucapkan terima kasih.

"Mbak Indira mau buatin minuman untuk Mas Reygan?"

"Iya, Bik. Eum ... Mas Rey biasanya kalau pagi minum apa ya, Bik?"

Perempuan yang sebagian rambutnya telah memutih itu tersenyum. Dia mengatakan jika anak pertama dari Antoni itu menyukai teh jahe.

"Mas Rey nggak seberapa suka yang terlalu manis, Mbak. Jadi gulanya cukup satu sendok teh aja dalam satu cangkir ini," paparnya.

"Iya, Bik. Makasih ya."

Minah mengangguk. Perempuan yang sudah bekerja sejak kedua anak Antoni kecil itu sangat tahu apa yang terjadi pada keluarga majikannya.

"Mbak Indira."

"Iya, Bik?"

"Saya sering mendengar cerita Mbak dari Mas Adrian."

Senyum Indira terbit. "Cerita apa dia, Bik?"

Minah tersenyum.

"Mas Andrian itu, kan memang orangnya rame. Beda sama Mas Reygan."

Indira mengangguk.

"Mas Adrian itu sering cerita kalau Mbak Indira itu orangnya sabar, baik dan suka banget bikin kue. Katanya kue buatan Mbak Indira selalu enak!"

Kembali bibirnya melebar.

"Adrian memang suka berlebihan kalau memuji, Bik. Saya nggak sesempurna yang dia ceritakan, kok."

Minah tersenyum.

"Kalau mas Reygan itu memang diem orangnya, Mbak. Tapi dia juga baik, kok. Hanya saja ya itu tadi, dia nggak banyak ngomong kayak Mas Adrian."

Indira mengangguk. Lagi-lagi terngiang ucapan Adrian tentang kisah kakaknya yang sudah memiliki kekasih. Pikirannya berkelana mencari jawaban bagaimana dan apa yang terjadi pada hubungan Reygan dengan kekasihnya jika tahu Reygan sudah menikah?

'Bagaimana mungkin kekasih Mas Reygan melepaskan begitu saja hubungan mereka? Dan rasanya juga tidak mungkin jika Mas Reygan dengan mudah melepaskan kekasihnya sebab menurut Adrian, kakaknya itu amat sangat pemilih dalam menjalani sebuah hubungan,' tutur  batinnya.

"Mbak? Lah, kok melamun lagi?" Baik Minah menepuk lembut bahunya.

"Eh, nggak, Bik. Cuma ... ini loh, apa susah kas ya takaran gulanya?" Dia menyorongkan cangkir teh jahe hangat mendekat ke perempuan paruh baya itu.

"Kalau takarannya tadi seperti yang saya bilang, itu berarti sudah pas, Mbak."

Mengangguk, Indira terdiam. Teh jahe ini dia buat untuk Reygan, tetapi dia sendiri tidak tahu di mana semalam suaminya itu tidur. Dia juga tidak memiliki nomor telepon sang suami. Sementara tidak mungkin baginya untuk bertanya keberadaan Reygan ke Minah.

"Oh iya, Mbak, saya tadi bersih-bersih rumah, kan? Itu saya kaget kok Mas Rey ada di ruang kerja Pak Antoni ya? Apa semalam ... Mbak sama Mas Rey nggak sekamar?" Indira bungkam mendengar rentetan pertanyaan Minah.

"Eum ... di ruang kerja Papa Antoni?" tanyanya berusaha keluar dari deret tanya asisten rumah tangga itu.

Perempuan di depannya itu mengangguk, meski matanya seolah ingin tahu lebih jauh.

"Kalau begitu, biar saya bawa ke sana minumannya, Bik."

Minah mengangguk membiarkan dirinya masih diliputi banyak pertanyaan.

**

Meski mentari sudah perlahan naik, rupanya Papa dan mama mertuanya masih belum keluar dari kamar. Hal itu wajar karena di kamar mereka sudah tersedia kamar mandi dan fasilitas gym pribadi. Mewah! Karena memang Antoni memiliki banyak perusahaan di berbagai bidang.

Pelan dia memutar kenop pintu, menarik napas dalam-dalam, Indira memasuki ruang besar yang hampir semuanya dipenuhi oleh pelbagai jenis buku yang diletakkan di rak yang menjulang. Dia ingat Adrian pernah bercerita bahwa sejak kecil dialah yang paling tidak betah jika harus berlama-lama di ruangan ayahnya. Menurut Adrian, dia suka membaca, tetapi tidak seperti sang kakak yang lebih memilih untuk tidak pergi hanya untuk menghabiskan bacaannya.

"Dia itu kutu buku banget! Tapi herannya justru aku yang berkacamata sementara dia nggak!" Terngiang lagi celoteh Adrian kala itu.

Tidak sulit mencari suaminya, karena sofa besar yang multi fungsi berada tepat di depan meja kerja yang juga lebar yang berada di tengah-tengah ruangan.

Pria yang sedikit bercambang itu terlihat nyenyak meski tidur di sofa. Meski gak serupa, tetapi ada sedikit garis wajah Adrian di sana. Di tangannya ada buku yang belum selesai dibaca. Buku yang tentu saja tidak jauh dari urusan bisnis dan pekerjaannya. Sementara di meja yang tak jauh dari sofa, ada laptop dan ponselnya.

Baru saja dia hendak menyentuh bahu Reygan, Indira melihat telepon genggam Reygan menyala dan bergetar. Ada muncul wallpaper seorang perempuan cantik bermata indah menghiasi layar ponselnya. Ragu dia mendekat, dalam hati Indira mulai bisa meraba siapa yang menelepon Reygan pagi itu. Tertera di sana nama pemanggil.

"Sandra," gumamnya lalu kembali menjauh dari meja dan mengurungkan niatnya untuk membangunkan Reygan. Indira hanya meletakkan cangkir berisi teh jahe yang dia buat lalu bergegas keluar meninggalkan ruangan itu.

**

Semoga suka yaa.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top