Sweet Lies 4
Meski sebenarnya masih dalam situasi berduka, tetapi demi menjalankan pesan dari Adrian, tak pelak kedua keluarga sepakat melanjutkan apa yang diinginkan Adrian. Permintaan agar Reygan menjaga, melindungi, menyayangi dan menggantikan posisi Adrian sebagai pasangan Indira.
Hal yang berat tentu dirasakan oleh Indira, karena baru saja kehilangan Adrian, dia harus menikah dengan Reygan. Meski pada awalnya dia meminta kepada keluarganya untuk sedikit memberi jeda, tetapi karena aak pertama Antoni itu harus segera kembali ke Amerika, maka mau tidak mau pernikahan mereka harus segera dilaksanakan.
Sehari sebelum pernikahan berlangsung, Indira ditemani Pakde dan budenya mendatangi makan Adrian. Di sana Indira dibiarkan mencurahkan semua yang ada di hatinya pada nisan Adrian. Air mata yang sempat berhenti, terlihat kembali mengalir.
"Aku mengikuti apa yang sudah kamu pesankan kepadaku juga Mas Reygan. Percayalah, ini berat, Adrian."
Indira menaburkan bunga ke atas makam, lalu mengusap batu nisan.
"Mungkin akan lebih baik jika aku diberi jeda untuk memikirkan semuany. Memikirkan untuk menerima apa yang menjadi pesanmu, tapi ... Mas Reygan harus segera kembali ke Amerika, untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan di sana. Jadi, mau tidak mau, suka tidak suka ... aku besok harus menikah dengannya. Seperti yang kamu inginkan."
Sunyi. Semilir angin mengantarkan aroma bunga kamboja menyapa indra penciuman. Bude dan Pakde Indira sengaja berdiri agak jauh agar keponakan mereka leluasa untuk mengatakan apa pun yang dia inginkan.
"Semoga setelah apa yang aku lakukan, kamu akan lebih bahagia di sana ya." Perempuan yang mengenakan kerudung putih itu menarik napas dalam-dalam lalu mengusap air mata. "Aku di sini akan mencoba belajar untuk bahagia."
Matahari sudah mulai naik, sinarnya perlahan berubah terik. Sejenak dia mendongak kemudian menatap ke arah jam di pergelangan tangan.
"Adrian, aku pulang ya. Kasihan Bude sama Pakde kalau aku lama-lama di sini. Nanti akan ada waktunya aku datang. Aku nggak tahu apa yang akan terjadi nanti, tapi yang aku tahu, nggak akan pernah lagi kutemui orang yang mencintaiku seperti kamu selain Bude dan Pakde. Bahagia di sana ya. I love you!"
**
Indira tidak memakai gaun indah yang sudah dipersiapkan saat dirinya hendak menikah dengan Adrian. Bagi Indira, gaun itu penuh dengan sejarah akan cinta mereka. Tidak ada yang bisa menggantikan kisah keduanya pada gaun indah berwarna off white itu.
Perempuan berkaki jenjang itu mengenakan kebaya putih yang sebenarnya juga tidak bisa dikatakan sederhana, karena Julia sengaja membeli dari butik terbaik di kota itu. Dengan postur tubuh ideal Indira, tak butuh waktu untuk mencari kebaya yang pas dengan tubuhnya.
Pernikahan yang hanya dihadiri keluarga dekat dan kerabat itu berlangsung hikmat. Meski sama sekali tidak meninggalkan kesakralan arti pernikahan. Semua proses dilalui dengan lancar, meski terlihat kecanggungan di antara Indira dan Reygan. Terlebih saat sesi pemotretan berlangsung, kali pertama keduanya bersentuhan dan tentu saja menjadi momen yang membuat mereka menjadi semakin kikuk.
"Maaf, Indira. Mungkin kita memang masih harus saling tahu satu sama lain, jadi aku harap kamu bisa melewati semua prosesnya setidaknya untuk hari ini," ujar Reygan saat mereka berdiri bersisian menyambut tamu.
"Iya, Mas. aku paham. Maaf jika ternyata aku menjadi penghalang Mas untuk segera kembali ke Amerika," tuturnya menoleh sejenak kemudian kembali mengulas senyum untuk kerabat yang mengucapkan selamat.
"Nggak perlu minta maaf. Ini semua memang sudah menjadi tugasku. Walau bagaimanapun, pesan Adrian memang harus dilakukan," timpal Reygan tanpa menoleh.
Indira menarik napas dalam-dalam. Benar kata Adrian jika kakaknya memang selempeng itu. Lebih banyak diam dan tidak menyukai basa-basi.
Meski begitu, dia tahu jika Reygan baik. Karena dia mau melakukan apa yang menjadi wasiat adiknya meski dia mungkin bisa saja tidak sepakat akan hal itu.
"Lusa aku harus kembali ke Amerika. Mungkin dua atau tiga bulan aku di sana, lalu kembali. Aku harap kamu bisa mengerti."
Perempuan yang mengenakan sanggul kecil berhias melati itu mengangguk samar. Tentu saja Indira paham bahkan sangat paham. Selain dia masih belum tahu detail seperti apa Reygan, dia juga merasa jauh dari berhak untuk meminta apa pun dari pria yang sudah sah menjadi suaminya itu.
"Kamu bebas mau beraktivitas apa pun. Kata Mama kamu punya kafe. Betul itu?" Kali ini Reygan menoleh ke samping, karena undangan sudah terlihat menikmati hidangan pesta mereka.
Dia hanya mengangguk.
"Kamu juga kerja?" tanyanya lagi.
"Iya."
"Di mana?"
"Di Sekolah Internasional Cahaya."
"Sebagai?"
"Pengajar."
"Kamu bisa membagi waktu?"
"Sejauh ini bisa."
Reygan mengangguk, dan kemudian tidak ada lagi obrolan di antara mereka. Hanya sejenak terlihat melihat ponselnya yang bergetar untuk kemudian kembali memasukkan ke kantong celananya.
Sementara Indira berusaha mati-matian membuat Bude dan pakdenya juga kedua orang tua Reygan bahagia. Padahal jauh di dasar hati, semuanya terasa bertolak belakang. Hati dan pikirannya belum bisa menerima apa yang terjadi.
Semuanya terasa cepat dan begitu dipaksakan. Namun, kembali lagi pada pesan Adrian. Indira memang harus membuktikan dan percaya jika Adrian menginginkan yang terbaik untuknya.
"Indira!" Seseorang yang begitu dia inginkan kedatangannya akhirnya muncul.
"Irene!" pekiknya pelan lalu keduanya berpelukan.
"Sori, Ra. Aku baru datang sekarang. Sori."
"Nggak apa-apa, Ren. Aku tahu kesibukanmu."
Irene adalah sahabatnya sejak sekolah menengah atas. Meski tidak kuliah di kampus yang sama, karena Irene memilih jurusan kedokteran, sementara Indira lebih memilih untuk mendalami Bahasa Inggris.
Namun, persahabatan keduanya tetap terjalin erat. Perempuan berkacamata itu tahu seperti apa lika-liku kisah antara Indira dan Adrian, hingga kabar duka itu menyapa.
"Aku tahu dan percaya kamu akan bahagia, Ra. Mungkin nggak sepantasnya aku bercanda meski seharusnya kamu memang harus tersenyum, tapi ... abangnya Adrian kenapa bisa ganteng banget sih?" tanya Irene dengan mendekatkan bibirnya ke telinga Indira.
"Irene!"
"Sori. Oke, sepertinya aku harus mengucapkan selamat juga ke suamimu, Ra."
Irene tersenyum lebar lalu mengulurkan tangannya ke Reygan.
"Hai, Mas Reygan. Aku Irene sahabat Indira. Selamat ya. Semoga bahagia!"
"Thanks, Irene!"
"Ra, aku ke sana dulu ya." Dia menunjuk ke arah meja tempat hidangan disajikan. "Nanti kita ngobrol lagi!" Perempuan berambut sebahu itu melambaikan tangan kemudian melangkah menjauh setelah Indira mengangguk.
"Dia kenal Adrian?"
"Iya. Kenal."
Reygan mengangguk lalu kembali diam. Sementara Indira kembali bermonolog memberikan afirmasi positif dalam dirinya bahwa dia akan baik-baik saja, dan akan bahagia meski dia sadar jika tidak semudah itu bisa membuat Reygan menerimanya dan demikian pula sebaliknya.
**
"Mama lega, akhirnya kamu dan Indira bisa memenuhi apa yang jadi keinginan Adrian. Mungkin memang seperti itu yang sudah digariskan, percayalah, Reygan, meski saat ini kalian belum merasa saling mencintai, tapi seiring berjalannya waktu, rasa itu akan muncul dengan sendirinya." Julia tersenyum lebar menatap putranya.
Sore itu setelah pesta sederhana mereka usai, Indira diboyong oleh keluarga Reygan untuk tinggal di rumah mereka. Meski demikian, Indira boleh ke rumah budenya jika Reygan sudah berangkat kembali ke Amerika.
Meski pernikahan dibuat sesederhana mungkin, tetapi tetap saja kamar pengantin yang disediakan menggambarkan suasana romantis nan syahdu.
"Indira mana?"
"Di kamar mandi."
"Mama, kenapa kamarnya jadi berubah sih? Reygan, kan bilang nggak perlu dihias segala!" protes Reygan saat baru saja keluar dari kamarnya.
"Reygan, kamu dan Indira sudah sah menjadi suami istri, itu artinya kalian bisa bebas melakukan apa pun meski mungkin tidak untuk malam ini. Setidaknya biarkan hal ini terjadi seperti yang seharusnya," tangkis Julia memberi alasan.
"Ck! Mama. Reygan masih butuh waktu, dan Reygan rasa Indira juga begitu."
"Justru itu. Justru karena kalian butuh waktu, maka kamar dihias agar tidak monoton . Jadi kalian berdua bisa rileks berbagi cerita."
Reygan memijit pelipisnya. Apanyang terjadi seharian ini tentu akan menjadi rahasia dia. Rahasia yang entah kapan akan dia ungkap kepada Sandra. Kekasihnya.
**
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top