💞 Sweet Chapter 4 💞
Pagi-pagi buta, lagi-lagi jendela kamar Audrey begitu berisik. Membuat gadis itu semakin menenggelamkan tubuhnya dalam balutan selimut karena merasa terusik. Namun, suara berisik itu semakin menjadi-jadi. Membuat Audrey mau tak mau membuka mata sambil menggeram kesal. Ia pun bangkit dari singgasana ternyaman dan melangkah menuju jendela. Dengan kasar ia membuka gorden dan tak lupa tatapan nyalang diberikan pada laki-laki di seberang jendela.
“Apa!” bentaknya sambil berkacak pinggang.
Gavin memberi isyarat agar Audrey mau membuka jendela kamar. Karena diyakini suara apa pun tak akan kedengaran. Dengan gerakan malas gadis itu tetap mengikuti.
“Lo semalem kenapa? Marah sama gue?” tanya Gavin begitu Audrey membuka jendela.
“Enggak! Apaan, sih? Siapa yang marah?” kilahnya.
“Muka lo itu enggak bisa bohong sama gue.” Sambil melempar gumpalan kertas putih yang mengenai kepala Audrey.
“Resek!” Audrey melempar balik gumpalan kertas itu pada Gavin. Namun, kertasnya malah terjatuh. Gavin menjulurkan lidah mengejek Audrey.
“Udah sana mandi. Kita berangkat bareng.”
“Ogah!”
“Katanya enggak marah?”
“Siapa bilang?”
Kali ini Gavin yang berdesis kesal. Kenapa rasanya jadi ia yang serba salah. Tak kehabisan akal, Gavin mencoba membujuk Audrey lagi.
“Sarapan buburnya Mang Dadang, gue traktir!”
Audrey sedikit tampak tertarik dengan tawaran Gavin. Apa lagi bubur Mang Dadang yang ada di simpangan kompleks merupakan makanan favoritnya dari kecil. Bubur itu bahkan sudah ada sebelum mereka dilahirkan. Rasanya yang tak pernah berubah dari tahun ke tahun. Salah satu senjata yang Gavin lakukan jika ingin menaklukkan kekesalan Audrey.
“Bener, ya. Kita sarapan bubur Mang Dadang lo yang traktir?” tanya Audrey memastikan. Tak ingin jika Gavin menipunya lagi.
“Udah buruan sana mandi? Mau enggak? Yaudah kalau enggak ma—”
“Gue mau! Oke gue mandi, bye!”
Bergegas Audrey menuju kamar mandi. Sedangkan Gavin yang sedari tadi menahan tawanya melihat tingkah Audrey yang menggemaskan hanya bisa menggeleng.
“Dasar cewek,” gumamnya.
Tak perlu waktu lama, hanya dua puluh menit saja waktu yang diperlukan Audrey berkutat di kamar mandi. Kini ia sudah memakai seragam dengan rambut yang masih dibalut dengan handuk. Duduk di depan meja rias yang memantulkan dirinya di cermin. Alunan siulan pun terdengar dari bibir tipisnya. Sambil merias diri seadanya dan mengeringkan rambut.
Setelah selesai, ia kembali melihat Gavin dari jendela kamar dan memanggil laki-laki itu. Memberi kode kalau dirinya sudah siap untuk berangkat. Dengan sigap Gavin langsung memakai sepatu. Mereka bersamaan keluar kamar dan berpamitan pada orang tua masing-masing. Begitu sama-sama di luar pagar rumah, Gavin yang sudah siap dengan motornya segera menyuruh Audrey untuk naik.
Seperti janji Gavin. Mereka berhenti di simpangan kompleks, yang terdapat warung kecil Mang Dadang berjualan bubur. Cukup ramai meski masih terlalu pagi, dengan riang Audrey pun memesan bubur kesukaannya, begitu juga dengan Gavin. Pagi yang dingin memang enak jika menyantap makanan yang hangat dan lembut.
Sedang asyik menikmati bubur Mang Dadang. Suara ponsel milik Gavin terdengar. Segera laki-laki itu menerima panggilan tersebut.
“Halo.”
“Astaga! Iya gue lupa!” ucap Gavin tiba-tiba sambil menepuk kepalanya, “oke-oke, gue otw sekarang. Lo tunggu di sana, ya. Bye!” lanjutnya lagi.
Gavin pun melahap sisa buburnya dengan terburu-buru, sampai membuat Audrey tercengang. Dengan segera Audrey menyodorkan segelas air putih. Takut-takut kalau anak itu tersedak. Setelah melahap habis bubur dan segelas air putih, Gavin langsung beranjak hendak meninggalkan warung bubur Mang Dadang. Audrey dengan cepat menahan lengan laki-laki itu.
“Lo mau ke mana?”
Gavin berdesis, setelah ini ia akan merasa bersalah sekali dengan Audrey. Bisa-bisanya ia lupa kalau mau menjemput Nabila, terlebih hari ini adalah perdana bagi mereka berpacaran. Sialnya ia justru berangkat dengan Audrey.
“Gue mau jemput Nabila,” ucapnya dengan wajah sedikit bersalah.
“Terus gue gimana, dong?” Audrey pun seketika mulai kesal.
“Sorry, ya, Re. Gue lupa kalau hari ini perdana gue pergi sekolah bareng sama Nabila. Lo jangan marah ya ....”
Wajah Audrey semakin menunjukkan kekesalan. Gavin pun merogoh saku celananya dan mengambil dompet, memberikan selembar yang biru pada Audrey.
“Nih, uang buburnya, sisanya bisa lo pake naik taxi atau apa pun itu. Sorry banget ya, Re. Gue harus jemput Nabila.”
Audrey hanya menatap uang itu dan Gavin yang sudah bergegas ke motor. Belum lagi bibirnya yang cemberut saking kesalnya pada laki-laki tersebut. Sebelum benar-benar menancap gas, Gavin masih sempat mengatakan maaf dan hati-hati untuk Audrey. Setelah itu bayangan Gavin pun perlahan menghilang dari pandangan Audrey.
“Gavin sialan!” gerutunya.
Audrey pun melahap sisa buburnya dengan kesal. Mubazir jika tidak dihabiskan. Setidaknya bubur enak itu masih bisa membuat perasaannya sedikit tenang. Setelah habis, Audrey membayar makanannya. Tak lupa ia memesan ojek online sebelumnya. Audrey pun pergi ke sekolah dengan perasaan kesalnya terhadap Gavin.
Sesampainya di gerbang sekolah, Audrey melirik jam di pergelangan tangan. Masih ada sisa waktu sepuluh menit sebelum bel berbunyi. Langkahnya pun masuk menyusuri halaman sekolah dan koridor menuju kelas. Sepanjang jalan, mulutnya belum berhenti menggerutu saking kesalnya atas perlakuan Gavin.
“Bisa-bisanya tuh anak main tinggalin aja!”
Tiba-tiba kakinya juga ikut menendang botol bekas yang kebetulan tergeletak di lantai. Siapa sangka botol itu mengenai kepala botak salah satu guru yang terkenal galak. Mata dan mulut Audrey refleks membulat karena terkejut.
“Mampus! Sial banget gue pagi ini!”
***
Di tengah lapangan, berdiri seorang gadis dengan posisi hormat pada tiang bendera. Siapa lagi kalau bukan Audrey, kesialannya pagi ini tak ada habisnya. Ia dihukum oleh Pak Santo, guru matematika yang tadi pagi terkena tendangan botol bekas dari Audrey. Alhasil, di sinilah dirinya sekarang sampai jam pelajaran pertama berakhir. Sesekali Audrey menyeka keringat yang bercucuran di kening.
“Sabar, sebentar lagi selesai,” gumamnya sendiri.
Tak lama kemudian, Audrey melihat Nabila yang tengah membawa tumpukan buku. Seketika suasana hatinya kembali kesal, kalau saja pagi tadi Gavin tidak menjemput gadis itu, ia tidak akan tertimpa kesialan seperti ini.
Suara jatuhnya tumpukan buku yang dibawa Nabila terdengar sangat jelas. Audrey hanya memperhatikannya dari tengah lapangan. Terlihat pula dari kejauhan ada Gavin yang entah dari mana bisa ada di sana langsung bergegas membantu Nabila. Semakin bertambahlah ekspresi kesal di wajah Audrey.
“Cinta itu buta! Buta! Buta!” gerutunya sambil melotot ke arah Gavin dan Nabila, semakin kesal melihat pemandangan ala FTV di sana.
“Siapa yang buta? Hem?”
Suara lembut tiba-tiba menginterupsinya. Audrey pun sontak menoleh ke samping dan melihat sosok anak laki-laki sambil menyodorkan botol minuman. Ia adalah Dimas, kelas 2 IPS 2 teman sekelas Gavin sekaligus teman satu tim basket SMA Pelita.
“Ngapain lo di sini, masih ada jam pelajaran. Atau lo mau bolos, ya?” todong Audrey langsung.
“Jangan sembarang. Emangnya gue elo apa yang kadang suka bolos? Nih, buat lo,” ucap Dimas yang masih menyodorkan botol minum tersebut.
“Gue lagi dihukum, Dimas. Lo mau kalau hukuman dari Pak Santo buat gue ditambah?”
“Udah ambil aja, lo haus, ‘kan? Dari pada lo pingsan di sini. Pak Santo lagi ngajar di kelas 3. Aman.”
Audrey mengulas senyum tipis. Ia pun mengambil botol tersebut dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Dimas hanya membalas dengan anggukan dan senyuman.
“Kalau dah habis langsung dibuang pada tempatnya, jangan ke kepala Pak Santo lagi. Dah, gue balik ke kelas. Bye!”
Tak lupa Dimas mengacak rambut Audrey dengan gemas hingga membuat Audrey menggerutu kesal.
“Dimas sialan!” umpatnya, tetapi setelah itu ia tersenyum melihat botol minuman tersebut.
Audrey pun melanjutkan kembali hukumannya yang tinggal beberapa menit lagi. Ternyata, dari kejauhan tadi Gavin juga sempat memperhatikan keduanya. Namun, hanya sementara karena Nabila memintanya segera cepat untuk membawa buku-buku tersebut. Sepanjang koridor menuju ruang guru, Gavin memikirkan tingkah Dimas yang begitu perhatian pada Audrey.
Apa selama ini Dimas suka, ya, sama Audrey? Gumamnya dalam hati.
See you netx chapter~~~~
>>>>>Salam manis<<<<<
Mey :*
Balikpapan, 5 Januari 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top