💞 Sweet Chapter 3 💞
Kau menanam seribu kenangan di dalam hati. Melihatmu saja rasanya itu cukup mengobati. Aku tak tahu, kapan hati ini akan sampai kepadamu yang selalu di sisi. Tuhan memang memiliki caranya sendiri, tetapi ... harus sampai kapan aku menanti?
Mungkin aku masih harus bersabar, nyatanya keberanian itu masih tertutup dengan ego. Ya, katakanlah aku pengecut, mengatakannya saja aku tak sanggup. Dalam diam hanya bisa terpaut pada hati yang sembilu. Inilah caraku.
Suara berisik dari jendela kamar Audrey memecahkan kesunyian. Embusan napas berat terdengar dari gadis itu. Ia sudah tahu siapa yang melakukannya. Diliriknya jam yang sudah menunjukkan angka dua belas malam. Ditutupnya buku itu lalu beranjak mendekati jendela. Saat membuka gordennya, terlihat jelas siapa pelakunya yang tanpa rasa bersalah ia tersenyum lebar.
"Apaan, sih, lo. Udah jam segini juga, gedor-gedor jendela anak perawan!" gerutu Audrey saat membuka jendelanya.
Jarak rumah mereka yang terbilang sangat dekat hanya sekitar dua meter lebih dan di batasi tembok setinggi lantai dua rumah mereka. Jadi, kamar yang berada di lantai atas masih bisa terlihat. Dengan kayu yang dari dulu Gavin siapkan sebagai pengganti untuk mengetuk jendela kamar Audrey jika ia malas mendatangi rumah gadis tersebut.
Dari seberang sana terlihat Gavin yang santai duduk di jendela. Wajahnya masih terlihat segar, bahkan sepertinya terlihat sangat bahagia. Audrey yang melihat senyuman misterius Gavin hanya memutar bola matanya dengan malas. Berpikir tidak ada hal yang penting, gadis itu ingin menutup jendelanya kembali. Namun, Gavin dengan cepat mencegahnya.
"Eh, jangan dulu, dong. Gue mau cerita."
Audrey pun mengurungkan niatnya yang ingin menutup jendela. Gadis itu bertanya dengan wajah malasnya. Ia sudah tahu benar, pasti Gavin hanya ingin bicara hal yang tidak penting.
"Ada apa, sih? Awas aja kalau sampai enggak penting!" ancam Audrey.
"Gue jadian sama Nabila!" ucap Gavin dengan lantang, tetapi dengan suara yang masih bisa terkondisikan. Mengingat malam yang sudah terlalu larut.
"Terus hubungannya sama gue apa?"
"Ya lo masa enggak bahagia, sih? Gue pengin berbagi kebahagiaan ini sama lo."
Audrey mengembuskan napas dan memaksakan senyumannya.
"Selamet, ya. Gue ikutan seneng, kok. Udah malem, gue mau istirahat, bye!"
"Loh! Re bentar, gu-"
Belum sempat melanjutkan kata-katanya, Audrey langsung menutup jendela dan gorden. Tak lupa ia mematikan lampu kamar agar dirasa sudah tidur. Nyatanya ia terduduk di kursi meja belajar, sambil memegang erat buku yang baru saja tadi ia tulis. Sedangkan Gavin hanya berdecap kesal.
Entah mengapa jantung Audrey berdetak dengan cepat dan rasa nyeri tiba-tiba menerpa. Begitu konyol, ia harus mendengar berita itu langsung dari mulut Gavin. Dengan gusar ia pun merobek kertas buku tersebut dan melipatnya kemudian memasukkannya ke dalam kotak seperti biasa, seiring dengan napas yang mulai terasa sesak.
"Sial! Kenapa juga gue harus sakit hati! Enggak penting banget! Gavin ngeselin! Kurang kerjaan! Ngapain juga kabarin gue jam segini! Shit!"
Audrey pun teringat kejadian beberapa hari yang lalu, saat semuanya masih baik-baik saja. Gavin yang menepati janjinya untuk mentraktir. Namun saat itu, Audrey melihat sedikit perbedaan dengan tingkah Gavin yang senyum-senyum sendiri sambil menatap layar ponsel. Audrey yang mulai kepo pun berusaha melirik isi ponsel milik Gavi, dengan cepat laki-laki itu menjauhkannya.
"Kepo!"
"Ish! Apaan, sih! Lo balas chat-nya siapa emang? Dari tadi senyam-senyum! Kesambet lo?"
"Nanti juga lo bakal tau," kilah Gavin sambil tersenyum.
"Bilang mau quality time sama gue, nyatanya lo asyik main ponsel sendiri. Gue pulang aja, deh sama Lila!"
"Eits! Jangan dong, iya-iya gue enggak main ponsel lagi. Lo mau mau apa? Karoke?" bujuk Gavin.
"Emangnya siapa, sih, Vin? Tuh lihat gara-gara lo Audrey jadi bete! Gue juga bete!" imbuh Lila.
"Emh, itu ... emh ...."
"Siapa? Nabila!" sahut Audrey tepat sasaran.
"Iya, gue lagi PDKT sama dia, tadi selesai pertandingan tiba-tiba dia minta nomor gue," jawab Gavin sambil tersenyum.
Nabila lagi, lagi-lagi Nabila! Batin Audrey kesal.
Audrey mengembuskan napasnya. Nyatanya sejak saat itu mereka sudah melakukan pendekatan dan secepat ini pula mereka sudah jadian. Rasanya Audrey benar-benar kesal, tetapi ia harus berbuat apa? Terlihat jelas Gavin sangat bahagia. Tentu saja, siapa yang tidak bahagia jika perasaan kita terbalaskan oleh orang yang kita sukai.
Audrey pun membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, rasanya ia terlalu lelah. Hatinya juga lelah. Sekarang semua sudah terlambat, Gavin bahkan sudah berpacaran dengan Nabila. Gadis populer di sekolahnya yang terkenal sangat cantik, ditambah berpacaran dengan kapten tim basket sekolah. Mereka begitu serasi. Dengan menenggelamkan kepalanya ke bantal Audrey pun memaksakan diri untuk tertidur.
Tiba-tiba getaran ponselnya mengalihkan. Terlihat nama Gavin di sana. Audrey tak mau mengangkatnya, setelah panggilan tak terjawab itu berakhir, Audrey memilih mematikan ponselnya dan kembali memaksakan diri untuk segera tidur.
Sedangkan Gavin memikirkan sikap Audrey barusan. Tak seperti biasanya, Gavin merasa ada kekesalan yang Audrey perlihatkan terhadapnya tadi. Ia yakin jika Audrey belum tidur meski lampu kamarnya sudah dimatikan. Dengan keberaniannya, laki-laki itu mencoba menghubungi lewat sambungan telepon. Namun, tidak ada jawaban.
"Ck! Masa udah beneran tidur sih."
Gavin mencoba lagi, tetapi kali ini operator yang menjawab.
"Malah enggak aktip. Udahlah! Besok aja gue tanyain langsung."
Gavin pun merebahkan diri menatap langit kamar, senyum manis menghiasi bibirnya. Tak menyangka jika pernyataan cintanya pada Nabila diterima dan kini mereka resmi berpacaran. Ya, Gavin sedang dimabuk asmara di usia remajanya kini. Namun, ia tidak tahu jika di tempat lain ada hati yang terluka karena juga mengharapkan hatinya.
See you next chapter~~~
>>>>>Salam manis<<<<<
Mey :*
Balikpapan, 3 Januari 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top