💞 Sweet Chapter 11 💞
Terlihat sejoli yang tengah duduk berhadapan di sebuah meja, mereka adalah Gavin dan Nabila. Keduanya tak berhenti menjadi sorotan seisi kantin. Yang satu terkenal dengan kepintaran dan kepopulerannya sebagai kapten tim basket. Sedangkan yang satunya memang selalu menjadi sorotan terutama untuk kaum adam.
Mereka tak menggubris bisikan-bisikan yang lain, hanya sibuk dengan dunia yang mereka buat sendiri. Di tengah obrolan mereka, Gavin mengeluarkan sebuah kotak kecil, berisikan sepasang anting cantik dengan ornamen buah stroberi.
“Ini buat kamu, semoga kamu suka, ya,” ucap Gavin menyodorkan kotak kecil transparan tersebut.
“Buat aku?” Nabila terlihat cuek dan biasa-biasa saja, tetapi gadis itu tetap menerimanya.
“Gimana? Suka, enggak? Kamu pasti tambah cantik kalau pakai ini.”
Nabila menatap anting-anting tersebut dengan cuek, ia tersenyum paksa kepada Gavin. Gadis itu sebenarnya tak begitu menyukai dengan apa yang Gavin berikan. Baginya, barang itu biasa saja, dan terlihat seperti barang murahan. Nabila memang terlihat seperti orang yang berkecukupan di sekolah. Akan tetapi banyak yang tidak tahu bagaimana kehidupannya di luar sekolah.
“Makasih, ya,” ucap Nabila yang masih berpura-pura memperlihatkan senyumnya.
Sedangkan Gavin, perasaan laki-laki itu sangat bahagia karena Nabila menerima barang pemberiannya. Usahanya membawa Audrey membuahkan hasil, tak salah ia meminta bantuan gadis itu.
Ya, anting itu hasil perdebatannya dengan Audrey semalam. Di tengah banyaknya barang yang kemungkinan kesukaan para gadis, Audrey memilihkan anting itu sebagai hadiah pertama Gavin untuk Nabila. Katanya ‘kalau baru jadian itu, kasih aja barang yang bisa dipakai, biar kalau ada apa-apa doi selalu ingat sama orang yang ngasih barang itu’.
Keduanya pun melanjutkan makan siang di kantin. Dari kejauhan, Audrey yang melihat Nabila menerima hadiah dari Gavin tersenyum tipis.
Semoga setelah ini lo selalu bahagia, Vin. Dan apa yang gue lihat beberapa hari lalu, semoga itu salah. Dan lo bener, kalau cowok kemarin itu sodaranya Nabila, batin Audrey yang kembali mengaduk baksonya.
“Kenapa lo? Cemburu, ya, Gavin ngasih hadiah buat Nabila?” tegur Lila yang duduk di samping Audrey.
“Ish, apaan, sih. Ya enggak, lah. Gue juga punya kali hadiah dari Gavin,” sahut Audrey dengan bangga.
Lila hanya menggeleng. Mereka pun melanjutkan makanan yang sedikit lagi akan tandas. Kebetulan sekali, saat makanan itu habis dan menyeruput segelas es jeruk. Bel tanda masuk berbunyi. Mengingat pelajaran selanjutnya adalah Matematika, tentu saja mereka bergerak cepat agar tidak terlambat ke kelas.
Sebelum benar-benar sampai di kelas, langkah Audrey terhenti di tengah jalan. Ternyata ia di hadang oleh Dimas. Audrey dan Lila yang merasa terburu-buru merasa sedikit kesal.
“Ada apa, Dim?”
“Enggak, emh, pulang sekolah ada waktu enggak?” tanya Dimas yang terlihat gugup.
“Mau apa? Cepetan, kita jamnya Pak Santo ini,” desak Lila.
Terlihat Dimas yang tengah mengembuskan napasnya. “Gu-gue ... gue ma-mau ... gue mau ....”
“Mau apa?”
“Re, itu Pak Santo. Ayo, buruan!” ajak Lila yang langsung menarik tangan Audrey pergi melewati Dimas.
“Re, tunggu, gue mau nga—”
“Sorry, ya, Dim. Nanti aja kita bahas.
Lila dan Audrey pun hilang setelah masuk ke kelas mereka. Dimas hanya bisa mendengkus pasrah. Tiba-tiba saja ia justru merasa gugup saat ingin berencana mengajak Audrey jalan-jalan sepulang sekolah.
“Ah, kenapa gue malah gugup sih tadi,” keluhnya yang mulai merasa frustrasi.
Laki-laki itu pun memilih kembali ke kelas. Tanpa disadari, Gavin sempat melihat apa yang Dimas lakukan pada Audrey. Kini dalam pikiran laki-laki itu penuh tanda tanya pada Dimas, teman satu tim basketnya itu.
Gavin pun berencana akan bertanya langsung pada Dimas. Karena mereka sekelas, Gavin memutuskan untuk menunggu temannya itu di sana.
Tak lama kemudian, saat Gavin baru duduk di bangkunya, bersamaan dengan Dimas yang juga baru masuk ke kelas. Akan tetapi detik kemudian guru yang mengajar selanjutnya juga sudah hadir. Gavin hanya bisa mengembuskan napas, tidak mungkin ia bertanya sekarang.
Nanti ajalah, gue tanyannya, ucapnya dalam hati.
Kelas Gavin pun dimulai, semua siswa menyimak materi yang diberikan.
***
Sedangkan di kelas Audrey, gadis itu sebenarnya penasaran dengan apa yang ingin Dimas katakan tadi. Lila yang melihat itu pun tak sungkan untuk menegur.
“Lo kenapa?”
“Gue jadi penasaran, tadi Dimas mau ngapain, ya?” tanya Audrey dengan wajah herannya.
Lila hanya mengedikkan bahu, “Mana gye tau.”
“Ya iyalah lo enggak tau, gue yang diajak ngomong aja enggak tau, apa lagi elo yang buru-buru narik gue ke kelas,” sahut Audrey. Sebisa mungkin gadis itu tak menaikkan nada suaranya.
“Ya lo tau sendiri tadi Pak santo datangnya cepet. Lo mau dihukum lagi?”
“Dahlah enggak penting. Gue mau ke kamar mandi, mau ikut enggak lo?” ajak Audrey yang tiba-tiba kebelet pipis.
“Enggak, ah. Lo aja.”
Tanpa mau merengek ingin ditemani, Audrey yang memang sudah tak tahan langsung saja meminta izin pada Pak Santo yang tengah mengajar. Untungnya mendapatkan izin karena kasihan yang melihat Audrey memang tak sanggup menahan untuk tidak buang air kecil.
Bergegas Audrey menuju toilet sekolah yang berjarak tiga kelas dari kelasnya. Terletak di sudut bangunan sekolah, persis di bawah tangga. Langsung saja ia masuk ke salah satu bilik dan menuntaskan kegiatannya. Ketika sudah selesai dan merasa lega, Audrey merapikan baju terlebih dahulu sebelum keluar.
“Itu dari Gavin, Bil?”
Terdengar suara orang mengobrol dari luar kamar mandi. Membuat Audrey mengurungkan niatnya untuk keluar. Apa lagi orang di luar sedang menyebut nama Gavin. Keningnya pun seketika berkerut.
“Iya, lah. Dari siapa lagi? Andreas mana pernah ngasih gue barang murahan kayak gini.”
Seketika urat-urat di mata Audrey mengencang. Tak salah dengan apa yang baru saja ia dengar. Berusaha tidak mengeluarkan suara apa pun Audrey memasang telinganya sebaik mungkin.
“Tapi, Bil. Lo kok terima cintanya Gavin, sih? Kan lo udah punya Andreas?”
Bola mata Audrey semakin membulat, ia mencoba merogoh saku bajunya, mencari benda tipis kesayangannya itu. Akan tetapi beda itu tak ia bawa, ketinggalan di kelas. Audrey hanya menepuk keningnya merasa bodoh kali ini.
“Bego banget, sih gue. Senggaknya kalau gue rekam ini bisa jadi bukti buat Gavin. Tolol lo, Re!” omelnya pada diri sendiri. Gadis itu pun kembali menguping dengan baik.
“Ya gimana, ya? Gavin itu cowok paling keren di sekolah kita, dia kapten tim basket, pinter, sering menang olimpiade, ganteng pula. Tapi sayang, ngasih kado pacar yang murahan kayak gini.”
Audrey berusaha menahan emosinya, ingin sekali dirinya memergoki Nabila yang berkata seperti itu. Namun, ia tak mau ambil risiko, takut kalau justru dirinya yang terjebak. Perlahan Audrey mengusap dadanya agar cepat tenang. Sabar, Re, sabar, hanya itu yang bisa ucapkan dalam hati.
“Terus lo mau aja terima?”
“Ya terpaksa gue terima. Kalau lo mau ambil aja, nih gue kasih."
“Beneran? Ini bagus loh, Bil. Cute gini, juga.”
“Tapi gue enggak suka, ambil aja.”
Terdengar tawa riang di luar sana. Tak lama kemudian suara riang itu menghilang. Audrey yang masih setia di dalam kamar mandi, mengembuskan napas. Tak habis pikir dengan apa yang baru saja ia dengar. Selama ini memang benar, kalau Nabila selingkuh dari Gavin.
Audrey masih ingat sekali saat mereka berdebat memilih hadiah untuk Nabila. Gadis itu bisa melihat ketulusan dari tatapan Gavin yang begitu bahagia, apa lagi saat di kantin tadi. Pasti perasaannya sangat senang bukan main Nabila mau menerima hadiah itu. Namun, yang ia tahu sekarang, Nabila sama sekali tak menghargai pemberian dari Gavin.
“Oke, kita lihat dulu sampai mana.”
Audrey berulang kali mengatur napas, jujur saja hatinya ikut merasa sakit. Apa lagi jika Gavin tahu nanti. Dirasa kamar mandi benar-benar sepi, ia pun keluar dan kembali ke kelas.
See you next chapter~~~~~
>>>>>Salam manis<<<<<
Mey :*
Balikpapan, 13 Januari 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top