💞 Sweet Chapter 1 💞

Suara riuh tepuk tangan dan sorakan memenuhi gedung olahraga SMA Pelita. Kali ini sedang diadakan pertandingan basket antar sekolah, terlebih ada sosok laki-laki yang menjadi pusat perhatian semua orang terutama di kalangan para gadis. Teriakan histeris memberi dukungan dan ketika laki-laki itu membalas dengan lambaian tangan serta senyum maut yang begitu manis, suasana penonton semakin tak terkondisikan.



Tak lama suara peluit terdengar sebagai tanda permainan babak pertama selesai. Semua peserta dipersilakan untuk beristirahat sejenak. Dari kejauhan seorang gadis dengan wajah cerianya melambai ke arah laki-laki itu, tatapan mereka pun bertemu seakan memberikan syarat 'ayo, ke sini!'.



Dengan rasa bahagia, langkahnya ingin mendekat. Namun terhenti saat ada gadis lain yang lebih dulu menghampiri dan menutup pandangannya. Gadis itu bergeming sambil memegang erat botol minuman yang ia bawa. Terlihat jelas, laki-laki itu seketika berpaling pada gadis lain tersebut.



"Vin, nih, minuman buat lo. Semangat, ya, tandingnya," ucap gadis lain itu yang dikenal dengan nama Nabila. Ia lebih dulu memberikan laki-laki itu sebotol minuman.



"Thanks, ya."



Tentu saja, laki-laki yang bernama Gavin Mahendra, kapten basket SMA Pelita itu menerimanya dengan senang hati.



Sedangkan gadis yang berdiri tak jauh dari sana hanya bisa menatap sambil meremas botol minuman yang hampir remuk. Akhirnya gadis itu memilih pergi dari gedung olahraga dan pergi ke kelas. Tak lupa ia membuang minuman tersebut dengan kesal.



Audrey, gadis yang tadi masih setia dengan wajah bahagianya kini terlihat cemberut. Rasa kesal itu menghampirinya begitu saja. Namun, ia tak bisa berbuat banyak. Selama ini ia menyimpan begitu rapat perasaannya terhadap Gavin, sahabat kecilnya itu. Terlalu gengsi jika harus mengungkapkannya lebih dulu.



"Dasar, cowok enggak peka!" gerutunya.



Embusan napas berat pun terdengar. Seketika perasaan bersalah dalam hati itu datang. Kenapa dirinya selalu merasa kesal setiap Gavin dekat dengan gadis lain. Apa reaksinya tadi terlalu berlebihan? Bukan hanya soal kepekaan seseorang. Namun, ini juga masalah dari dalam dirinya sendiri.



"Ck! Buat apa, sih! Gue marah-marah enggak jelas kayak gini! Sadar, Re!" Sembari menepuk pelan kedua pipinya.



Helaan napas terdengar kembali. Ruang kelas ternyata amatlah sepi. Karena semua murid banyak yang lebih memilih menonton pertandingan atau sekadar nongkrong di kantin. Hal itu pun digunakan Audrey untuk menuliskan apa yang ia rasakan. Ya, hanya dengan cara itu perasaannya akan sedikit lega. Mungkin akan banyak yang mengira jika Audrey ingin menjadi seorang penulis.



Diambilnya sebuah buku pelajaran dan membuka bagian tengahnya. Jari-jarinya pun memegang pulpen dengan telaten dan menuliskan tiap kata di atas kertas putih tersebut.


Kamu itu seperti bulan. Indah dengan sinar yang selalu kau pancarkan. Ingin sekali rasanya kugapai, tapi sepertinya itu tidak memungkinkan. Ah, iya. Kali ini aku menyamakanmu dengan bulan. Benda langit yang teramat indah saat malam. Akan tetapi, tahukah kamu saat hari sudah berganti siang? Kaulah yang akan selalu ditunggu dan dirindukan.



Semakin sering aku bersamamu, semakin besar rasa yang kian bergejolak di hati. Mungkin aku terlalu banyak berharap yang tak pasti. Karena terkadang aku takut, jika gejolak itu ke permukaan, situasi mungkin tak akan sama lagi.


Dirasa sudah cukup, Audrey pun kembali menutup bukunya dan memasukkannya ke dalam tas. Bersamaan dengan itu, temannya yang bernama Lila datang menghampiri.



"Ternyata lo di sini!" gerutunya dengan kesal.



"Kenapa?" tanya Audrey tanpa rasa bersalah.



"Lo itu gue cariin. Bukannya tadi kata lo mau ngasih Gavin minuman? Kenapa yang gue lihat malah si cewek centil Nabila itu."



Audrey mengembuskan napasnya, memutar bola mata dengan malas.



"Enggak jadi, udah terlanjur badmood!" sahut Audrey dengan sewot. Ia pun kembali merangkul tas dan berdiri untuk pergi dari kelas.



"Eh tunggu, lo mau ke mana?"



"Mau pulang!"



Lila terkejut. Ada apa dengan sikap Audrey hari ini. Pikirannya pun berkelana, yang membuat Lila tiba-tiba tersenyum menggoda Audrey.



"Lo cemburu, ya?" Tebakan Lila tepat sasaran. Namun, dengan cepat Audrey menepis semuanya.



"Apaan, sih!"



Audrey pun berlalu melewati Lila. Lila yang sudah terlanjur kepo pun berusaha menahan Audrey.



"Udah enggak usah bohong. Gue tau, kok. Saran gue nih, ya, mending lo bilang, deh, sama Gavin kalau lo suka sama dia," ucap Lila memberi saran yang menurutnya bagus sambil menjentikkan jari.



"Gila!"



Audrey tak ingin menanggapi dan memilih melanjutkan langkahnya. Lila pun mengikutinya dengan pasrah. Padahal ia masih ingin menonton pertandingan basket. Akan tetapi, Lila tahu jika perasaan Audrey sedang tidak bersahabat. Terlebih ada Nabila dan teman-temannya yang suka menyoraki nama Gavin.



Entah mengapa Lila heran saat tahu kalau Gavin, cowok paling cool di sekolahnya justru menyukai Nabila. Padahal Lila tahu kalau Gavin sudah lebih lama berteman dengan Audrey. Bahkan terkadang, sikap keduanya yang begitu terbuka dan sangat akrab bisa membuat orang-orang salah paham dengan hubungan mereka.



Kedua gadis itu pun memilih meninggalkan sekolah lebih cepat. Tak akan ada masalah, karena hari ini semua murid dibebaskan untuk hadir atau tidaknya selama mereka bukan peserta yang mengikuti lomba.



Sedangkan Gavin yang kini sebentar lagi akan memasuki pertandingan babak kedua, sesekali pandangannya menyapu kursi penonton. Mencari sosok yang tadi tanpa sadar terabaikan. Ada rasa bersalah, tetapi ia frustrasi karena peluit sudah mulai terdengar. Mungkin nanti, saat pertandingan sudah selesai ia akan mencari gadis itu untuk meminta maaf.



"Gavin! Semangat!" teriak Nabila dari pinggir lapangan. Membuat fokusnya teralih. Gavin hanya membalas dengan senyuman.



Lo ke mana, sih, Re? Batin Gavin sedikit gelisah.



Pertandingan pun dimulai dengan perasaan gelisah dari Gavin Mahendra.







See you next chapter~~~~

>>>>>Salam manis<<<<<
Mey :*
Balikpapan, 1 Januari 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top