2 - DREAM IN HALLOWEEN NIGHT (BAGIAN 2)

"--i, hei! Kau tidak apa-apa? Atch! Kenapa jadi seperti ini!?"

[Name] mengerjapkan matanya. Manik [E/C]nya mengamati sekeliling dan menemukan surai ruby yang yang indah di hadapannya. [Name] mengernyit. Bagaimana bisa--

"Ah, kau sudah sadar? Syukurlah. Untung saja kau tidak apa-apa. Kalau sampai kau kena apa-apa, Asano-kun dan yang lain akan membuatku sengsara seumur hidup."

Kernyitan di dahi [Name] semakin banyak. Dia masih tidak mengerti dimana posisinya saat ini. Mulut gadis itu terbuka untuk bertanya, tapi telunjuk laki-laki itu lebih cepat menutup bibirnya.

"Ssshh... Jangan dibahas lagi. Aku ingin kau melupakannya, oke? Kalau sampai yang lain tahu, bisa habis aku oleh mereka." Laki-laki itu menghela nafas dan menyunggingkan senyum manisnya. [Name] hanya mengangguk, masih dengan kelinglungannya. Tapi, ia akui senyum laki-laki itu cukup membuat pipinya merona. Sejenak ia lupa akan apa yang telah terjadi. Dan, tunggu. Apa [Name] mengenalnya?

"Ah, lebih baik ayo kita nikmati perayaan Halloween tahun ini. Jarang-jarang loh bisa menikmati hal semacam ini. Ayo, [Name]-chan~"

"Eh!"

Tangan si ruby langsung menggenggam pergelangan tangan [Name]. [Name] hampir saja tersungkur dari posisi duduknya kalau tidak hati-hati. [Name] hanya menghela nafas. Masih ada saja orang macam dia sekarang ini, pikir [Name].

"Hei, hei, [Name]-chan! Kau mau permen? Kita bisa beli permen di kios itu!"

Mendengar laki-laki itu, [Name] hendak menggeleng karena ia ingat pada permen yang baru diberikan Maehara. Bermaksud ingin menunjukkan permen yang ada dalam saku jasnya, tapi malah tidak ada apa-apa di sana. Gadis itu menjadi kebingungan.

"Kok tidak ada? Apa karena jatuh tadi, ya?" [Name] bergumam pelan lalu menatap laki-laki bersurai ruby yang masih menunggu jawaban pasti darinya dengan senyuman.

[Name] akhirnya menghela nafas dan meng-iya-kan kemauan laki-laki yang belum ia ketahui namanya ini. Laki-laki itu langsung menggandeng tangan [Name] dengan erat seakan tidak mau kehilangan sampai [Name] rasa ia akan jatuh.

"Eh, pelan-pelan," peringat [Name].

Laki-laki itu menoleh lalu menunjukkan cengiran khas tanpa berkata-kata apa-apa. [Name] sampai dibuat merona karenanya. Salahkan dia yang dari tadi tersenyum, runtuk [Name] dalam hati. Entah kenapa pipinya tidak berhenti merona melihat senyum itu.

"Oji-san, satu permen apel untuk gadis itu," ucap si ruby singkat pada pria tua dalam sebuah kios permen apel yang mereka datangi. Laki-laki itu menunjuk kecil ke arah [Name] yang sedang mengamati kios-kios lain.

"Ini."

[Name] menoleh dan mendapati sebuah permen apel tepat di depan wajahnya. Gadis itu mencicitkan kata 'terima kasih' lalu mengambil alih tongkat permen apel itu dari laki-laki yang belum diketahui asal-usulnya ini. Tangan mereka sempat bersentuhan dan itu membuat dada [Name] berdesir.

Tangannya dingin. Apa dia kedinginan? Tapi, untuk bulan Oktober, musim gugur jauh lebih bersahabat dibanding musim dingin. [Name] melamunkan hal yang bukan-bukan sekarang.

"Ara~ Apa hanya aku yang merasakan kalau hari berlalu begitu cepat? Padahal aku baru saja menghabiskan waktu bersama [Name]-chan..."

Lamunan [Name] buyar ketika mendengar gumaman yang tergolong keras itu. Gadis itu menatap manik mercury yang menatap langit yang berlukiskan merah, jingga, dan kuning dengan sayu. Entah kenapa ia merasa sedikit kasihan. Tangannya kembali ditarik, tapi kali ini dengan lembut oleh laki-laki ruby itu.

[Name] juga mulai memikirkan kata-kata laki-laki ini. Benar juga, kenapa hari berlalu begitu cepat saat kau melakukan sesuatu yang menyenangkan bersama seorang teman? [Name] menikmati permen apelnya di tengah perjalanannya dengan laki-laki itu.

"Eh, tunggu. Sejak kapan kita berteman? Aku bahkan belum tahu namanya..." gumam [Name] pelan nyaris tidak terdengar.

[Name] baru saja ingin melontarkan pertanyaan jati diri pada laki-laki itu, tapi dia sedikit tertegun dengan busana laki-laki itu. Kenapa aku tidak memperhatikannya dari tadi? [Name] baru menyadari kalau itu adalah jas almamater SMA Kunugigaoka. Dan, pin yang ada di lengan kanan laki-laki itu...

"Pin klub jurnalistik. Tidak salah lagi..."

Alis [Name] mulai menyatu karena ia sudah sadar dengan siapa ia berurusa. Memang ini hanya dugaan, tapi [Name] pasti kalau dugaannya benar-benar tidak meleset. Tidak mungkin yang sedang menggandeng tangannya menuju bioskop ini adalah Asano. Tidak juga Nagisa ataupun Maehara. Dan, tentu saja bukan Kayano atau Nakamura--karena tahu sendiri dia laki-laki. Gadis berambut [H/C] itu yakin kalau dalam festival Halloween di sini, yang mengenakan busana formal sepertinya adalah klub Jurnalistik SMA Kunugigaoka. Satu-satunya yang mungkin adalah--

"Kau mau nonton film apa, [Name]-chan?"

--si report--

Tunggu. Dimana mereka sekarang?

Lamunan [Name] buyar secara paksa, analisa peluangnya menguap entah kemana seketika itu juga. Manik [E/C] itu bergulir mengamati sekelilingnya. Tunggu, mereka sedang tidak ada di bioskop'kan?

"[Name]-chan~ Hei~"

[Name] langsung menatap pemuda ruby yang kini masih menggenggam tangannya layaknya sepasang kekasih dalam bioskop yang lumayan padat pengunjung. Karena ingat, ini malam Halloween. Hari paling ditunggu-tunggu kedua oleh masyarakat Jepang setelah Natal.

Apa-apaan dengan sepasang kekasih dalam bioskop!?

[Name] meruntuki dirinya beberapa kali karena terlalu sibuk menebak siapa laki-laki yang memiliki senyum menawan di sampingnya ini. Ah, coret kata menawan. [Name] bisa langsung merona kalau mengingatnya lagi.

"A-ah, maaf. Kau tadi bilang apa?"

Laki-laki itu langsung muram mukanya. Dia melepas genggamannya dan memilih bersidekap dada. Dagunya terangkat dan matanya melirik tajam ke arah gadis itu.

"Jadi, [Name]-chan tidak mendengarkanku dari tadi? Apa perlu kuberi hukuman, hm~?"

Si ruby langsung mendekatkan wajahnya ke arah [Name] dan tentu saja membuat gadis itu syok setengah mati. Jangan bilang kalau mereka akan melakukan itu di khalayak ramai!? Memikirkannya saja membuat tubuh [Name] melemas.

Sejak kapan aku jadi selemah ini dan rela diperlakukan seperti ini oleh orang lain!? Argh!

Wajah laki-laki itu hampir dekat dan mata [Name] seakan berputar mengingat betapa dekat jarak mereka. Dan, hal yang mungkin tak bisa ia lupakan adalah hembusan nafasnya yang terkesan terburu-buru dan... dingin.

Ctak.

"Auch! Hei!"

[Name] langsung protes ketika sebuah sentilan mendarat mulus di dahinya. Pelakunya tak lain tak bukan adalah laki-laki itu. Si ruby hanya cengengesan melihat wajah [Name] yang sudah memerah entah karena malu atau marah. Tapi, menurutnya setiap ekspresi itu lucu dan manis untuknya.

"Hihi... [Name]-chan! Lihat ekspresimu tadi! Yang benar saja, mana mungkin aku mau menciummu di tempat umum seperti ini. Dari pada itu, apa-apaan dengan wajah merah itu!? Kau mau menyamai rambutku?"

Mulut [Name] terbuka lebar dengan kernyitan di dahinya. Sungguh, dia tak mengerti jalan pikiran pemuda asing ini. Sikapnya seolah-olah laki-laki ini sudah mengenalnya begitu dekat. Tapi, tentu saja yang paling dekat dengannya adalah Maehara, sahabatnya dari kecil. Namun, satu hal yang menarik perhatiannya, senyuman yang membuat dadanya berdesir itu. Entah kenapa [Name] merasa pernah melihatnya di suatu tempat dan ia baru sadar sekarang.

"Ah, kurasa menonton bioskop tidak lagi seru karena aku bisa terus tertawa di dalam karena membayangkan wajah [Name]-chan tadi. Ayo kita pulang. Jam di sana sudah menunjukkan pukul 20.00 tepat."

[Name] yang sibuk melamun (lagi) terkesikap ketika melihat jam dinding di samping poster suatu anime. Kepalaku yang terbentur atau jamnya yang salah, ya? Rasanya semua berjalan dua kali lipat lebih cepat, pikir [Name] dalam hati. Dia tak sadar kalau mereka sudah keluar dari bioskop dan malah menelusuri jalan yang entah kenapa sudah sepi. Dia baru sadar ketika melihat adanya jack-o-lantern yang memberi cahaya remang di sepanjang jalan.

[Name] semakin tidak mengerti. Biasanya wilayah ini sangat ramai sampai pagi kalau ada festival semacam Halloween. Tapi, ini berbeda. Atau jangan-jangan ini bukan dunianya? Jangan-jangan ini adalah dunia cermin yang sering ia baca dalam buku?

"Berhenti berpikir bodoh, [Name]..." [Name] mendesis. Imajinasi bodoh dan terliarnya mulai menggeliat bebas di otaknya seperti cacing saja.

[Name] mengangkat wajahnya yang semula menunduk. Dia melirik tangannya yang sudah bebas dari borgol berjalan. Eh? Si ruby kemana? Gadis itu celingak-celinguk ke sana kemari, tapi tidak menemukan apa-apa. Tch! [Name] benci ini. Di tempat yang tidak kau ketahui dimana, sendirian, pencahayaan remang-remang, suara binatang malam semakin keras. Ah, [Name] rasanya mau pingsan saja.

"H-hei! Dimana kau?"

Oke, yang menyahut hanya binatang malam. Jadi, dia benar-benar meninggalkanku!? Terkutuklah laki-laki itu, [Name] mengumpat dalam hati. Mata gadis itu terus mengamati sekeliling. Hembusan angin malam yang tiba-tiba membelai kulit membuatnya gemetar dan berkeringat dingin. Takutkah?

"A-aku mau pulang..." Gadis itu bergumam dengan suara bergetar dan bendungan air mata yang hampir jebol.

Oke, bolehlah kalian sebut [Fullname] cengeng saat ini karena menangis dengan alasan takut gelap dan ditinggal. Tapi, hei, tidakkah kau juga merasa kasihan? Betapa menyedihkannya [Fullname] di malam Halloween ini. Harusnya dia sudah pulang dari tadi dan menikmati malamnya dengan bercanda di tengah kehangatan keluarganya atau memakai kostum seram untuk merayakan Halloween Night di Dotonbori.

"Heh~ [Name]-chan, kenapa menangis?"

[Name] segera berbalik dan menemukan laki-laki bersurai ruby itu sedang berdiri di belakangnya sambil membawa sebuah labu berukir dengan lampu di dalamnya--atau bisa kalian sebut jack-o-lantern. [Name] langsung menghampiri laki-laki itu dengan langkah lebar dan terkesan terburu-buru. Mata sembabnya menatap lurus ke dalam mata mercury lelaki misterius ini.

"Hiks... K-kau... hiks... jahat sekali!"

Tangan [Name] yang semula terangkat hendak menampar pipi laki-laki itu kini malah turun. Dengan refleks memeluk laki-laki asing yang baru dikenalnya tadi siang sampai jack-o-lantern yang dibawa laki-laki itu jatuh dan berhamburan ke tanah. Gadis itu langsung menangis pada dada bidang laki-laki itu. Seolah mengadu. Mengadu soal ketakutannya ketika sendirian, mengadu soal ketakutannya ketika... laki-laki itu meninggalkannya.

Laki-laki itu mengerjapkan matanya. Terkejut dengan respon [Name]. Padahal dia tak bermaksud apa-apa, dia hanya penasaran pada jack-o-lantern dan bermaksud menunjukkannya pada [Name]. Dia tak bermaksud meninggalkannya. Tapi, ternyata gara-gara dia, [Name] sampai menangis seperti ini. Sungguh, dia jadi benci pada dirinya sendiri sekarang. Matanya menerawang ke langit. Melihat langit berbintik putih terang yang kini seolah membuat sebuah tanda baginya. Sekarangkah saatnya? Cepat sekali... Laki-laki itu membatin.

"Maaf..."

Hanya kata itu yang keluar dan diikuti kecupan hangat pada puncak kepala [Name]. [Name] masih menangis dan mencengkram erat jas bagian punggungnya yang kotor entah karena apa. [Name] tidak mau ditinggal lagi. Entah kenapa berada di dekat laki-laki ini, semuanya begitu menyenangkan walau sesingkat apapun. [Name] bisa merasakan jantungnya berpacu dengan cepat, tapi dia tak merasakan apa-apa pada laki-laki itu. Tidak ada suara detak jantung namun yang menguar keluar justru aroma stroberi.

"Hhh... [Name]-chan..." panggil si surai ruby.

[Name] menengadahkan wajahnya yang sembab dengan bekas aliran air mata. Gadis itu terlihat menyedihkan sekarang sampai membuat laki-laki itu menjadi bimbang.

"Kenapa kau menangis?" Laki-laki itu mensejajarkan wajahnya dengan wajah [Name]. Menatap lurus ke matanya dengan tangan kanan yang membelai lembut rambut [Name]. [Name] masih sesenggukan, tapi tangisnya sudah reda. Dia membuang mukanya sambil menutupi mulutnya dengan punggung tangan kanan.

"A-aku tidak mau ditinggal sendiri..." Gadis itu menggantungkan perkataannya. Laki-laki itu pun masih setia menunggu jawaban.

"A-aku... E-entah kenapa... Pertama kali melihatmu... Baru beberapa jam... tidak mungkin aku suka... Senyum itu... Aku tidak bisa mengatakannya... Bisakah kau... tetap tinggal?"

Kosakata yang [Name] pakai benar-benar hancur, tapi laki-laki itu paham. Pupil mata laki-laki itu membesar dan gerakan belaian itu terhenti. Entah kenapa ia jadi semakin bimbang. Hanya tinggal dilepas, apa susahnya? Kebanyakan laki-laki juga bisa melepas dengan mudah. Tapi, ini berbeda.

Laki-laki itu menghela nafas. Ia tahu waktunya tak banyak. Si ruby hanya menumpang waktu. Ia juga ingin berlama-lama, tapi suatu keharusan dan kenyataan pahit yang harus ia terima. Ia harus pergi sekarang juga.

"Kau menyukai seseorang dengan sekali pandang, [Name]-chan? Kau jatuh cinta pada pandangan pertama?" kata laki-laki itu.

"A-aku tidak pernah bisa seperti itu ketika bertemu orang asing... M-mungkin hanya kau yang bisa membuat hal itu terjadi padaku..." ucap [Name] memulai penenangan diri.

Senyum laki-laki itu tersungging. Tapi, [Name] cukup tahu. Itu senyum pilu, bukan senyum seperti yang siang tadi ia lihat.

"Apapun yang terjadi hari ini..." Laki-laki itu menggantungkan kalimatnya lalu mendekatkan diri pada [Name]. Hembusan nafas dinginnya tak seperti orang kebanyakan. Unik. [Name] menikmati desir dalam dadanya, menikmati tatapan mata mercury itu, menikmati setiap hembusan nafasnya. [Name] bisa gila kalau begini caranya.

"Kumohon, [Name]-chan... Lupakan semuanya seperti yang sering kaulakukan."

Bagai dihempas ke dalam lautan es dari langit ketujuh. Entah kenapa dada [Name] merasa sesak. Ini bukan aku'kan? Berkali-kali [Name] mempertanyakan jati dirinya. Tapi, kenyatannya memang itulah diri yang sebenarnya.

Air mata mulai bergerombol lagi di pelupuknya. Bersiap pecah kapan saja. Hati laki-laki itu juga semakin teriris karenanya. Kejam? Ya, dia merasa laki-laki terkejam yang pernah ada. Laki-laki itu menangkup kedua pipi [Name]. Memperpendek jarak antara mereka dan menghilangkannya. Kedua benda lunak itu saling menempel dan beberapa detik kemudian terlepas. Sebuah kecupan biasa. Bibir laki-laki itu dingin sebenarnya, tapi [Name] merasakan kehangatan yang menguar dari laki-laki ini. Kehangatan dari sebuah ketulusan--mungkin.

"Jangan menangis lagi..." kata laki-laki itu pelan ketika melihat [Name] menundukkan wajahnya.

"[Name]-chan, akan kumulai dari awal..." panggilnya lagi.

[Name] menengadahkan wajahnya, kembali menatap laki-laki itu. Kedua manik [E/C] itu menatap lurus ke dalam manik mercury laki-laki itu. Laki-laki itu tersenyum khas yang membuat dada [Name] tidak lagi berdesir, tapi sesak. Laki-laki itu mulai menjauhkan tubuhnya. [Name] serasa mengalami deja vu.

"Namaku..."

[Name] membulatkan mata. Apa dia pernah mengalami ini sebelumnya?

"... Akabane Karma..."

Setelah itu [Name] merasa terhempas dan terlempar ke dimensi putih. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah pada gelombang yang akan membawanya kemanapun.

Dimensi putih ini menelanku. Dimensi hitam itu menggeroroti pikiranku.

Seperti yang dia katakan, aku... sering melupakan sesuatu. Termasuk sesuatu yang pernah membuat wajah ini merona dengan seutas senyum yang juga ikut ditelan oleh dimensi hitam.

--oOo--


To Be Continued...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top