22.
Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen. Terima kasih!
*
Ketika akhirnya semester baru tiba setelah kenaikan kelas. Lia, Yesha, dan Haikal berpisah kelas. Mereka tidak lagi berada di satu kelas yang sama dan itu membuat Lia sedikit merutuk. Sebab, dia harus kembali beradaptasi dengan teman kelas yang baru. Tapi, di samping itu, Lia juga senang karena mengenal lebih banyak orang.
Lia satu kelas dengan Hera, sahabat dekat Nathan. Yesha bertemu dengan cintanya, Javier. Lalu, ada Nathan dan Haikal serta Rendy yang bertemu di kelas yang sama.
Selain Hera, Lia juga satu kelas dengan Freya, mantan pacar Haikal. Mereka juga menjadi teman karena duduk berdekatan.
“Cepet banget baliknya? Nggak jadi makan apa gimana?” tanya Hera ketika melihat Freya kembali dari kantin sambil membawa tiga kotak susu.
“Males. Kantin lagi heboh sama Nathan. Gue nggak suka keributan soalnya banyak yang gosip katanya Nathan ganteng banget. Terus mereka mau minta no hpnya. Bilang suka dan segala macem. Pusing gue,” jelas Freya saat bercerita situasi kantin saat ini.
Lia dan Hera hanya tertawa kecil. Mereka dari awal memang tidak berniat makan siang di kantin karena siswa-siswi baru itu sangat ribut. Makanya Lia selalu bawa roti dan minuman dari rumah.
“Woah, pesona Nathan emang nggak main-main,” ujar Hera sambil terkekeh. “Kak Mark udah lulus. Geng itu sekarang sisa Nathan, Javi, sama Rendy. Ganteng semua emang.”
“Tapi, tetep aja cuma ada satu cewek di hati seorang Nathan Adinata,” sahut Freya.
Freya dan Hera menatap Lia dengan senyum kecil. Mengisyaratkan bahwa ucapan Freya ditujukan padanya. Lia membalasnya dengan senyum tipis. Tidak mau berbesar kepala dan menganggap itu dirinya. Walaupun memang benar itu dirinya.
“Iya, lah. Siapa lagi kalau bukan Grizellia.” Hera menepuk pelan pundak Lia.
“Jangan sok tahu!” Lia mengelak.
Hubungan mereka memang baik-baik saja. Kemarin pun masih sering jalan-jalan berdua setelah semua masalahnya selesai.
“Lo tahu nggak nama lo di kontaknya Nathan?” tanya Hera dan dijawab dengan gelengan kecil oleh Lia. “The first one. Gue tanya, kenapa dinamain gitu. Dia bilang, karena Lia yang pertama bikin gue jatuh sejatuh jatuhnya sama dia. Itu aja udah bisa jadi bukti kalau dia sayang banget sama lo.”
“Dulu waktu SMP, dia juga populer gini. Nathan nggak terlalu suka cewek yang agresif. Makanya dia nggak pernah ladenin kalau cewek-cewek centil deketin dia,” lanjut Hera.
Entah kenapa Lia ingin terus mendengar tentang Nathan. Ternyata banyak hal yang belum Lia tahu. Lia suka saat ada orang yang bercerita tentangnya.
“Siapa sangka sekarang ketemu sama lo. Kayaknya karena lo tolak dia pertama makanya sesuka itu sekarang.”
Lia tidak menganggap tindakan Nathan padanya itu agresif. Mungkin itu caranya karena ingin mengenal Lia lebih jauh.
Tapi ternyata Nathan bilang waktu itu jika Lia tidak memberinya nomor ponsel dipercobaan ketiganya maka dia akan terus mencoba. Dari situ saja Lia sudah melihat bagaimana Nathan berusaha ingin lebih dekat dengannya.
“Pinjam buku matematika, boleh?” sahut Nathan yang tiba-tiba bersuara di dekat Lia saat jam istirahat.
Lia mengangguk dan mengeluarkan buku matematikanya. Setidaknya Nathan berusaha meminjam walaupun niatnya mungkin menyalin.
“Belajar yang rajin makanya. Jangan pinjem terus,” sahut Hera.
Nathan hanya memeletkan lidahnya dan mengabaikan Hera. “Kamu udah makan?” tanyanya pada Lia.
Hal itu sontak menimbulkan perhatian dari Hera dan Freya. Mereka berdeham pelan dan tertawa kecil.
“Udah.”
“Makan apa? Kenapa nggak keliatan di kantin?”
“Makan roti sama minumnya susu. Males ke kantin soalnya karena fans-fans lo itu!” sahut Hera lagi.
“Emangnya kamu diapain sama mereka?” tanya Nathan sedikit panik.
Lia menggeleng dengan kekehan kecil. “Nggak ada. Aku cuma lagi bawa bekal aja. Makanya nggak ke kantin.”
“Ya udah, kamu mau makan apa? Aku beliin caranya biar nggak ke kantin.” Nathan menawarkan.
“Eh, nggak usah. Aku udah kenyang.” Lia menolak.
“Tadi kita sebenarnya mau beli mie ayam. Sama Lia pengen risol mayo!” sergah Hera langsung. Kesempatan, pikirnya. Kapan lagi Nathan mau disuruh begini.
“Nggak, nggak. Nggak usah!”
“Wait, ya.”
Nathan benar-benar pergi setelah mendengar Hera. Lia merutuk dalam hati. Dia tidak mau Nathan menganggap dirinya terlalu banyak mau. Tapi Hera malah memperkeruh keadaan.
Sekitar lima belas menit, Nathan kembali bersama pedagang mie ayamnya. Membawakan tiga mangkuk mie ayam dan satu piring penuh risol mayo.
Lia hanya bisa geleng-geleng kepala. Melihat pedagangnya langsung yang membawakan mereka. Tapi, apa yang membuat Lia tersentuh adalah, Nathan juga membawakan untuk Freya.
*
Lia benar-benar merasa tersentuh oleh tindakan Nathan. Laki-laki penuh effort sepertinya bisa membuat siapa saja luluh. Lia memikirkan hal itu sampai lupa mau meminjam buku apa di perpustakaan.
“Grizzz!” seru Haikal saat melihat Lia di perpustakaan.
Lia sedikit heboh melihat Haikal. “Kangen, woy! Lo apa kabar? Rasanya kayak nggak ketemu setahun.”
“Lebay!” Haikal tertawa. “Gue sebenarnya tadi ke toilet. Tapi males banget buat balik ke kelas soalnya Nathan gangguin gue terus.”
“Loh? Ganggu gimana?”
“Nanyain lo terus. Nanyain pacar lo orang mana. Berapa lama pacaran. Padahal nanya sama lo bisa, kan?” desis Haikal. Dia benar-benar tidak bisa tenang oleh Nathan.
“Lo jawab apa?”
“Gue jawab jujur aja. Blasteran dan sekarang tinggal di Inggris. Terus pacaran udah jalan enam tahun. Habis itu dia cuma ngangguk.”
Lia pernah curhat pada Haikal semua yang dia rasakan. Mulai dari awal Lia kenal Nathan sampai saat ini karena Haikal lebih bisa dipercaya dari pada Yesha. Lia bukan membandingkan mereka tapi dari yang dia lihat dan rasakan, sepertinya Haikal lebih bisa dipercaya.
Lia memberitahu Haikal kalau perasaannya pada Lino mulai berkurang. Haikal bilang padanya kalau itu hal yang wajar, mengingat bagaimana Nathan memperlakukannya. Tapi Haikal juga menasihati Lia agar bertahan dengan Lino. Karena biar bagaimanapun Lia sudah pacaran dengannya sejak SMP.
“Tapi, terserah lo aja. Gue nggak bisa maksain kehendak. Maksud gue, yang nyuruh lo bertahan. Karena hati orang bisa berubah kapan aja. Lo juga nggak tahu apa yang terjadi di sana sama Lino,” ujar Haikal saat Lia memberitahunya.
*
Lia ingat, ada satu hal yang membedakan antara Lino dan Nathan. Kalau Lino, dia tipe orang yang tidak peduli dengan pandangan orang lain pada Lia. Maksudnya jika Lia memakai pakaian yang agak terbuka dia iya iya saja. Mungkin karena budaya barat memang seperti itu. Sedangkan Nathan sangat peduli dengan pandangan orang lain pada Lia. Apalagi saat mereka nonton film dulu, waktu Lia memakai rok sekolah yang pendek, Nathan menyuruhnya menaruh tas di atas rok agar tidak terlalu terbuka.
Jelas saja Lia tersentuh dan merasa bangga akan perhatian itu walaupun hanya hal kecil.
Jika Lino cenderung melarangnya dekat dengan orang-orang tertentu maka Nathan tidak akan melakukannya. Karena menurutnya masing-masing orang punya hak untuk dekat dengan siapa saja.
Lino jarang mengenalkan temannya pada Lia. Karena menurutnya nanti Lia bisa berpaling darinya. Tapi Nathan tidak, dia bahkan membawa Lia untuk bertemu dengan teman-temannya.
Lino mengatakan pada Lia untuk jangan terlalu dekat dengan teman sekelas terutama yang laki-laki karena dia tidak suka. Tapi Nathan tidak, dia bahkan tidak keberatan melihat Lia bersama Haikal sepanjang hari.
Saat keluar kelas, Lia menunggu Nathan. Karena, mereka berjanji akan pulang bersama. Dia menunggu bersama Yesha.
Setiap siswi-siswi yang lewat, Lia selalu tersenyum kecil mendengar nama Nathan disebut. Kepopulerannya memang tidak main-main, seperti ucapan Hera.
Lia kemudian menatap Elena yang sedang berbincang-bincang dengan temannya saat akan pulang. Setelah Mira lulus, dia tidak punya taring. Maksudnya, ya, dia tidak songong lagi seperti dulu.
Tiba-tiba Elena menatap Lia dengan sorot matanya yang terlihat menyeramkan. Dia kemudian mendekati Lia dan berdiri di depan Lia.
“Kenapa lo harus sekolah di sini? Dari sekian banyak sekolah, kenapa harus di sini?” Elena membentak Lia. Dia meninggikan suaranya hingga semua pasang mata yang ada di koridor kelas menatap mereka. Para siswa baru juga ikut menatap mereka. Berpikir ada perkelahian mungkin.
Yesha yang geram hendak menimpali. Tapi, Lia menahan tangannya. Lia hendak bicara, tapi Nathan langsung muncul.
“Udah. Jangan bikin ribut. Lo akan dapat cowok yang lebih baik dari gue,” ujar Nathan pada Elena. Dia kemudian menarik tangan Lia agar menjauh dari kerumunan.
Semua pasang mata menatap dan Lia merasa malu. Nathan bahkan masih memegang tangan Lia sampai keluar area sekolah.
“Jangan ladenin, ya. Abaikan aja kalau dia ngomong lagi sama kamu,” ujar Nathan sambil menatap Lia.
Lia mengangguk kecil. “Tapi, kasian. Kamu jadi kayak mempermainkan dia.”
“Aku main aja sama dia kemarin. Maksudku, nggak ada omongan kalau aku mau deket sama dia atau mau serius. Aku beneran cuma aja main dan dia mau.”
“Tapi kayaknya dia berharap lebih sama kamu. Udah suka juga, kan, sama kamu dari dulu.”
Nathan berdecak sebal. “Udah, jangan ngomongin dia lagi. Urusanku sama dia udah selesai. Sekarang, kasih tahu aku, kamu mau makan apa?”
“Masih kenyang sama mie ayam dan risol mayo tadi,” jawab Lia. Karena memang, perutnya benar-benar full. Risol mayonya juga besar-besar dan Nathan membawa sepiring penuh. “Eh, tapi, gimana kamu ngomongnya sama abang penjual mie ayam itu? Maksudku, kenapa mau bawain ke kelas?”
“Aku bilang mau ngamuk di depan jualannya kalau dia nggak mau bawain.”
“Heh! Gilaaa!”
Nathan terkekeh melihat ekspresi Lia. Karena gemas, Nathan malah mencubit pipi kanan Lia. Dia tak pernah merasa sejatuh cinta ini sebelumnya.
Sayangnya, Lia saat ini punya pacar. Walaupun sempat bilang tidak peduli. Tapi, Nathan merasa sedikit ragu jika ingin mengajak Lia pacaran. Mengingat Lia dan Lino sudah pacaran enam tahun.
Berbincang-bincang selama perjalanan pulang membuat waktu terasa singkat. Hingga kini mereka sudah sampai di depan tempat tinggal Lia. Tadinya mau mengajak makan dulu karena hari juga sudah sore. Tapi katanya Lia masih kenyang. Jadi, Nathan memutuskan untuk langsung mengantar Lia pulang.
“Jalan-jalannya besok malam aja, ya.” Nathan tersenyum kecil. “Aku ada janji sama Javi dan Rendy.”
“Janji apa?”
“Main, kayak biasa.”
“Iya, nggak apa-apa. Aku juga ada PR hari ini. Jadi, mau selesein PR.”
Nathan mengangguk. “Aku pergi, ya.”
Lia mengangguk pelan. Saat Nathan hendak berbalik, Lia meraih lengan Nathan hingga membuat laki-laki itu menoleh lagi dengan tatapan penuh tanya.
“Kalau misalnya aku mau jalan-jalan sekarang. Gimana?”
Nathan sedikit bergumam. “Besok malam aja, ya? Aku janji besok malam bisa. Pulang sekolah kita langsung jalan. Lagian tadi kamu bilang ada PR, kan? Selesein aja dulu. Nanti aku kirim camilan.”
Hanya sekadar urusan bermain dengan Javi dan Rendy. Tapi, Nathan seperti tidak bisa membatalkannya. Aneh, pikir Lia.
Akhirnya, Lia kembali mengangguk. “Jangan kelahi, Nat. Luka-lukamu udah mulai kering dan sembuh. Jangan bikin tambah parah lagi. Kamu juga bilang, kan, kalau dipukul itu sakit. Aku juga khawatir kalau kamu kelahi.” Lia menatap Nathan dengan wajah serius. Tanpa senyum.
Tanpa menunggu jawaban Nathan, Lia lebih dulu berbalik dan masuk. Firasatnya tidak enak. Sedangkan Nathan juga menyunggingkan senyum tipis.
**
FIKSI GUYS. FIKSI.
©dear2jae
2020.12.22 — Selasa.
2024.05.29 — Rabu. (Revisi)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top