18.

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen. Terima kasih!

*

Lia masih belum bisa berpikir jernih. Dia masih menertawakan situasi yang saat ini terjadi pada dirinya. Nathan menjauh darinya karena mengira dia dan Felix pacaran. Felix pun sebaliknya.

“Siapa yang bilang gitu, Kak? Aku nggak pacaran sama Felix. Astaga. Aku cuma pulang bareng karena dia ngajakin.”

Lia menjelaskannya seperti itu karena memang itu yang sebenarnya. Lia tidak bermaksud memberitahu kebenaran ini dengan tujuan agar Rosa memberitahu Nathan. Tapi karena memang yang diucapkan Rosa tidak benar.

Rosa tersenyum tipis. “Jelasin sama Nathan. Kayaknya emang salah paham. Makanya dia ngejauh.”

Lia mengerutkan alis bingung. “Nathan ngejauh karena aku ikut campur urusannya sama Eric. Dia sampai marah-marah sama aku karena itu, Kak.”

“Nathan pernah bilang, kalau dia bisa dapetin kamu, dia nggak akan pernah buat kamu sedih. Bahkan marah aja nggak akan walaupun kamu salah. Nathan bilang gitu dengan raut wajah serius,” ujar Rosa, sambil mengelus kecil punggung tangan Lia. “Kalau dia udah bilang sesuatu yang nggak pernah dia bilang sebelumnya, itu dia beneran suka sama kamu. Kamu tahu sendiri, kan, kalau Nathan nggak bisa diatur sama siapapun?”

“Terus, kenapa dia marah waktu aku bantu cari solusi buat dia supaya dia nggak dikeluarin dari sekolah? Dia ngejauh karena hal itu,” ujar Lia pelan sambil menunduk. Hampir saja dia menitikkan air mata. Mengingat bagaimana sakit hatinya saat Nathan memarahinya.

“Itu kayaknya cuma alasan. Sebenernya dia ngejauh karena dia pikir kamu sama Felix pacaran. Nathan sengaja marah sama kamu dengan alasan ikut campur. Katanya sih dia nggak mau ganggu hubungan kalian.” Rosa memberitahu Lia yang sebenarnya. “Sorenya, dia dateng ke aku. Terus, nyalahin dirinya sendiri karena udah marah sama kamu.”

Lia masih diam mendengarkan. Air matanya mulai mengenang dipelupuk mata.

“Nathan bilang, aku sama Lia cuma sebatas deket dan belum pacaran. Jadi, aku nggak punya hak apapun buat ngelarang dia untuk deket dan bahkan pacaran sama orang. Aku cuma orang yang suka sama dia, bukan orang yang punya hak atas dirinya. Dia yang punya hak penuh atas dirinya, dia bebas mau ngapain. Karena, aku juga belum berstatus sebagai pacarnya. Nathan bilang gitu dengan raut wajah sedih. Itu juga pertama kali aku liat Nathan sesedih itu karena masalah cinta.”

Lia menangis. Lia sudah tidak peduli dengan Rosa. Maksudnya, tadi Lia menahannya karena malu. Tapi sekarang Lia tidak kuat lagi. Jadi, dia menangis.

Lia kira masalah ikut campur adalah penyebab sebenarnya Nathan menjauh. Tapi ternyata karena Nathan mengira Lia dan Felix pacaran. Dalam situasi ini Lia tidak menyalahkan Felix karena Lia juga tidak tahu hal ini akan terjadi.

Thank you, Kak, udah ngasih tahu aku. Tapi, kan, Nathan udah punya pacar sekarang.”

“Aku malah nggak tahu Nathan beneran pacaran atau nggak sama dia. Soalnya dia nggak pernah ngasih tahu. Tapi, kalau kamu kasih tahu dia yang sebenarnya, aku jamin dia akan balik ke kamu.”

Tidak peduli apakah Nathan dan Elena pacaran atau tidak. Sepertinya lebih baik Lia tidak merusak hubungannya. Lagipula, Lia sudah merasa lebih baik setelah mengetahui kebenarannya.

Lino juga masih berstatus sebagai pacarnya. Jadi mungkin ini yang terbaik untuk mereka. Lia tidak mau melepas Lino yang sudah bersamanya sejak lama hanya karena cinta sesaat yang dia rasakan. Lia tidak menyangkal perasaannya pada Nathan. Lia akui, dia juga menyukainya. Tapi biarlah semua itu menjadi cerita yang akan Lia ingat saat dia tua nanti.

*

Sore itu, Nathan menemui Rosa sekalian Nathan ingin bertemu dengan ibunya Rosa yang pernah menjadi ibu tirinya sesaat. Untung saja Eric tidak ada di rumah. Kalau mereka bertemu bisa-bisa rumah menjadi arena gelut.

Rosa mengangkat sebelah alisnya ketika melihat wajah kusut Nathan. Seorang Nathan terlihat sedih? Haha, yang benar saja.

“Kamu kenapa? Ini pertama kalinya aku liat kamu ke sini dengan wajah kusut?” tanya Rosa saat Nathan beranjak duduk di dekatnya.

“Lia udah punya pacar, Kak. Aku terlambat.” Nathan bersuara tapi memejamkan matanya sambil bersandar di kursi.

Rosa tidak menanggapi. Dia beranjak dan melanjutkan kegiatannya menyirami tanaman ibunya.

“Padahal aku udah niat mau confess setelah urusanku selesai di ruang guru kemarin. Tapi, aku terlambat. Aku nggak tahu gimana mereka kenal. Tapi, ada orang yang kirimin aku foto mereka.” Nathan melanjutkan ucapannya.

“Terus?”

“Tadi kayaknya, aku nyakitin hatinya waktu di sekolah,” ujar Nathan. “ Kemarin, Lia pernah ngomong sama Eric, minta tolong biar nggak kelahi lagi. Aku jadiin itu alasan, aku bilang sama dia supaya nggak ikut campur urusanku. Aku bahkan bilang gitu tanpa ekspresi. Lia keliatan kecewa banget.”

“Aku mau tahu, alasan kenapa kamu pilih pakai alasan nggak masuk akal itu buat ngejauh dari Lia?” kini Rosa kembali duduk. Semua tanaman ibunya sudah tersiram penuh.

Sebenarnya, ibunya hendak keluar membawa minuman tapi Rosa mengirim sinyal agar ibunya jangan mengganggu dulu. Sepertinya Nathan ingin bercerita sesuatu.

“Pacar barunya Lia itu, Felix. Aku sama Felix udah banyak saling bantu, Kak. Aku nggak mau berseteru sama dia karena rebutin Lia. Lia bukan barang, Kak. Aku juga nggak mau bikin Lia berada dalam situasi rumit. Konyol kedengarannya. Tapi, ya ini yang sebenarnya.”

Rosa menepuk pelan pundak Nathan, berusaha memberi ketenangan.

“Aku sama Lia cuma sebatas dekat. Belum pacaran. Jadi, aku nggak punya hak apapun buat ngelarang dia untuk deket dan bahkan pacaran sama orang. Aku cuma orang yang suka sama dia, bukan orang yang punya hak atas dirinya. Dia yang punya hak penuh atas dirinya, dia bebas mau ngapain. Karena, aku juga belum berstatus sebagai pacarnya,” lanjut Nathan.

*

“Ini buku lo. Thanks!” ujar Haikal saat mengembalikan buku latihan Lia. Tak terasa, tinggal dua hari lagi ujian selesai dan libur semester sudah di depan mata.

“Gue nggak tahu mau seneng atau sedih karena mau liburan. Soalnya setelah itu, kita harus lebih rajin belajar,” keluh Lia dengan helaan napas lirih.

“Lo bener. Lebih baik seneng-seneng aja. Libur ya libur. Nanti kalau belajar, ya belajar.” Haikal menimpali.

Semakin hari, Lia dan Haikal semakin dekat sebagai seorang teman. Bahkan Lia jarang makan di rumah karena selalu diajak Haikal untuk makan di luar. Haikal banyak mengajaknya ke tempat-tempat indah di kota. Lia jadi ingat waktu Nathan mengajaknya ke sana kemari dan bertemu dengan teman-temannya. Mereka kerap dianggap sebagai pasangan padahal hanya sebatas teman yang saling menghibur.

Selama itu juga Lia tidak tahu bagaimana kabar terbaru dari Nathan. Lia hanya melihatnya sekilas di sekolah dan tentu saja masih bersama Elena. Tapi, Lia tidak apa-apa karena Lia sudah tahu kebenarannya. Lia tidak mau merusak hubungan yang sudah terjalin antara Nathan dan Elena. Nathan juga akhir-akhir ini tidak pernah terlibat masalah lagi. Syukurlah.

Lia juga pernah sekali, bertemu dengan mantan pacar Haikal, yaitu Freya. Freya lebih dulu menyapa Lia, kemudian bertanya..

“Lo sama Haikal pacaran?”

“Nggak. Temenan aja. Kenapa?”

“Nggak pacaran tapi ke mana-mana bareng terus.”

Sepertinya Freya masih punya perasaan pada Haikal. Tapi tidak berani mengungkapkannya lagi karena dia yang memutuskan hubungan dengan Haikal.

“Kalau nggak percaya, ya udah. Lagian, kalau masih suka kenapa dulu putus? Padahal dia sayang sama lo. Orang setulus itu dikhianati. Haikal kayaknya pantes dapet yang lebih baik.”

Lia kemudian pergi meninggalkannya. Dia berkata begitu bukan karena tidak suka dia kembali bersama Haikal. Tapi supaya dia sadar bahwa yang dilakukannya itu salah.

Kalau Yesha, dia berubah total. Dia selalu ada janji dengan Javier. Jadi tidak pernah ikut bersama Lia dan Haikal.

Guys!”

Saat Lia dan Haikal berjalan menuju kantin, Yesha tiba-tiba datang dan menggandeng pundak mereka. Tumben dia ikut, biasanya selalu bergabung dengan Javi dan teman-temannya.

Nathan and the gang tidak kelihatan di kantin hari ini. Mungkin itu sebabnya Yesha bergabung kembali bersama Lia dan Haikal.

“Gimana hubungan lo sama Nathan?” tanya Yesha ketika mereka mulai makan. “Waktu gue gabung sama mereka kemarin, nama lo nggak pernah muncul di topik pembicaraan. Javi juga ngelarang gue buat nanya. Jadi, gue diem aja.”

“Hubungan kayak apa yang lo tanyain? Hubungan gue sama dia cuma temen. Nggak lebih. Tapi, sekarang udah nggak temenan lagi.”

“Gue ragu, deh. Kayaknya Nathan nggak beneran pacaran sama Elena. Soalnya sikap Nathan beda sama Elena. Beda lagi waktu kemarin sama lo.”

“Udah, lebih baik makan. Jangan gosip terus.” Haikal menyela. Mereka kemudian makan dalam diam.

*

Lia melotot kaget saat melihat ponselnya. Karena nama Lino tertera sebagai penelepon. Lia buru-buru mengangkatnya. Bukan karena apa, tapi ini adalah panggilan Lino setelah sekian lama tidak ada kabar.

Setelah beberapa menit berbicara, Lia buru-buru menyetop taksi. “Pak, ke bandara, ya!” seru Lia setelah masuk. Karena, Lino mengabari kalau dia baru saja landing. Bagaimana Lia tidak panik dibuatnya.

Saat sampai di bandara, Lia segera mencarinya. Tidak butuh waktu lama untuk menemukannya. Lia mengulas senyum bahagia, dia segera berlari ke arahnya dan langsung memeluknya. Sudah hampir 7 bulan mereka tidak bertemu sejak pindah. Lia merindukannya.

“Kenapa nggak ngasih tahu kalau mau datang?” tanya Lia dengan mata yang berkaca-kaca karena sedih sekaligus senang.

“Surprise!” seru Lino sambil merangkul Lia.

Benar-benar surprise yang sangat berhasil. Lino jarang menghubunginya karena dia juga sedang mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi. Tapi tiba-tiba dia datang mengunjungi Lia.

Lia mengajaknya ke apartemen. Setelah terbang lama dia pasti lelah. Apa lagi yang akan Lia ragukan padanya jika tindakannya saja sudah begini? Tidak ada, kan. Jadi, yang perlu Lia lakukan adalah selalu ada untuknya. Lino memang tidak banyak bicara, tidak banyak menghubunginya. Tapi dia melakukannya dengan tindakan, dan Lia suka.

“Ibumu tahu kamu datang?” tanya Lia saat Lino baru keluar dari kamar mandi.

“Tahu. Aku di sini tiga hari aja. Soalnya harus balik karena ujian masuk universitas.”

“Kalau emang sibuk, kenapa harus datang? Aku nggak apa-apa. Jangan khawatir. Satu tahun lagi aku balik dan akan masuk ke universitas yang sama.”

Lino menghampiri Lia dan memeluknya. “Karena aku kangen, makanya aku datang. Ibu juga udah kasih izin. Belajarnya gampang, aku udah pinter,” ujarnya bercanda. Lia tertawa kecil dan membalas pelukannya.

“Ujian kenaikan kelas kamu udah selesai?” tanya Lino.

“Dua hari lagi selesai. Kamu datang di waktu yang nggak tepat. Harusnya kamu kabari aku biar kita bisa atur jadwal.”

“Nggak apa-apa. Satu hari kita jalan-jalan pun, nggak apa-apa. Yang penting udah ketemu sama kamu.”

Lia tersenyum kecil dan mengangguk. Mereka menonton televisi sambil menunggu malam. Karena katanya Lino mau makan malam di luar, sekalian mau jalan-jalan.

*

FIKSI GUYS. FIKSI.

©dear2jae
2020.11.30 — Senin.
2024.05.20 — Senin. (Revisi)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top