03.
Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Hari kedua masih tetap sama. Tidak berniat untuk mencari teman, mengerjakan tugas sendirian dan tidak berniat untuk ke kantin. Lia tidak sadar bahwa lingkungannya di sana sangat membentuk kepribadiannya.
“Lia, makan siang yuk!”
Kali ini Haikal yang bicara, dia berdiri di samping Lia, menunggu jawaban yang akan Lia ucapkan. Tapi, jawaban Lia masih sama yaitu tidak. Mereka kemudian pergi. Lia kira mereka tidak akan pernah menyapanya lagi karena kemarin mereka mendiami Lia sampai pulang sekolah. Kalau mereka melakukan ini karena kasihan, tidak usah, Lia baik-baik saja, sungguh.
Lia bukan orang yang mudah berteman. Maksudnya, tidak segampang ini untuk menjadi temannya. Apalagi ini lingkungan yang baru untuk Lia. Jujur, Lia masih sulit beradaptasi. Kebanyakan dari mereka bergaul bersama geng-gengnya. Tapi, bukan berarti Lia iri atau merasa terkucilkan, tidak.
Tahu apa yang lebih membuat Lia kaget? Setelah Yesha dan Haikal hilang dibalik pintu, mereka tiba-tiba muncul lagi dan menatap Lia dengan tatapan tajam seolah ingin memakannya. Apalagi mata Yesha sipit jadi dia semakin terlihat menyeramkan.
“Kalau lo mikir kita kasian sama lo, lo salah besar. Kita cuma pengen temenan sama lo!” sahut Haikal sambil berkacak pinggang di depan Lia.
Apa-apaan anak itu, apa dia cenayang? Kenapa bisa membaca pikiran Lia.
“Nggak gitu. Gue..”
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Yesha menarik tangan Lia, menyeretnya keluar. Haikal bahkan mendukung sepenuhnya tindakan tidak etis Yesha. Dia mendorong pelan pundak Lia dari belakang seperti bermain permainan kereta api. Mereka menyeret Lia menuju kantin sekolah.
“Kenapa lo sesulit ini diajak temenan. Kita nggak gigit, kok. Astaga.” Yesha bergumam sepanjang perjalanan menuju kantin. “Sejak lo pindah, lo nggak pernah keluar kelas. Lo harus tahu suasana di luar kelas juga.”
Ok, mau tidak mau Lia hanya pasrah mengikuti mereka. Setelah mengambil makanan, mereka duduk di pojok sambil berbincang-bincang tentang sekolah. Sumpah, yang Lia lakukan hanya diam mendengarkan. Selain karena tidak punya topik untuk dibicarakan, ya karena Lia memang enggan untuk bicara. Yang dia lakukan hanya menyantap makanannya dalam diam.
Lia jadi tahu kepribadian mereka. Yesha anaknya ceria, cerewet. Sedangkan Haikal cenderung bersikap biasa saja. Mereka banyak bercerita tentang kehidupan sekolah, bagaimana persaingan peringkat hingga persaingan cinta. Saat dia bilang persaingan cinta, awalnya Lia tidak mengerti. Tapi Yesha kemudian mengatakan kalau ada beberapa siswa popluer yang cintanya diperebutkan oleh siswi-siswi. Seperti di drama saja.
“Siswa populer satu, namanya Nathan Adinata. Itu anak yang kemarin bawa buku sama Pak Surya. Woah, gue akui dia ganteng. Tapi, dia itu orangnya dingin, misterius, tertutup. Pernah ya, dia dateng ke sekolah tapi mukanya penuh plester. Terus ada luka lebam ditangannya. Dia dipanggil ke ruang guru terus ditanyain, dan lo tahu dia jawab apa?” ujar Yesha.
“Apa?”
“Saya berkelahi di luar jam sekolah. Saya juga nggak pakai seragam waktu berkelahi. Jadi tolong, jangan urusi kehidupan pribadi saya. Dia bilang gitu, cuy!” ujar Yesha. Dia mempraktikkannya dengan ekspresi yang bagus.
Haikal tidak pernah berkomentar, dia malah asik menyantap makan siangnya. Katanya dia sudah bosan mendengar cerita itu. Lia tidak tahu kenapa Haikal berkata seperti itu. Apa mungkin dia cemburu karena Yesha membicarakan laki-laki lain ataukah dia hanya tidak suka karena dia juga laki-laki yang merasa keren? Entahlah.
“Siswa populer dua, namanya Felix. Tapi, dia udah pindah sekolah karena ketahuan berantem. Bedanya, dia ketahuan pihak sekolah sedangkan Nathan nggak ada bukti. Makanya siswi yang lain lebih gila sama Nathan. Tapi, Felix juga ganteng. Sama ganteng kayak Nathan. Keren deh, mereka.” Yesha bercerita lagi.
“Lo suka siapa?” Lia bertanya. Karena Yesha terlihat antusias saat bercerita.
“Nggak ada. Dia itu suka sama temennya Felix dan juga temennya Nathan.” Haikal menjawab pertanyaan Lia untuk Yesha.
Apa mungkin Haikal menyukai Yesha tapi tidak berani diungkapkan? Karena dari gerak-geriknya Lia bisa melihat dengan jelas kalau Haikal menaruh perhatian lebih pada Yesha. Tapi Lia tidak bertanya macam-macam, biarkan saja mereka memberitahu dengan sendirinya. Lia tidak mau terlalu akrab, nanti kalau berpisah jadi kepikiran, karena setelah lulus Lia akan kembali.
Lia juga tidak penasaran siapa orang yang dimaksud Haikal. Dia tidak mau tahu kehidupan pribadi mereka, itu urusan mereka. Karena Lia tidak berniat berbagi cerita apapun mengenai kehidupannya.
Kalau di Inggris kemarin, memang ada satu dua anak yang populer dan memang menjadi primadona sekolah. Tapi Lia heran pada dirinya sendiri kenapa dia tidak termasuk dalam barisan para penggemar mereka. Maksudnya, Lia sering melihat teman-temannya berteriak histeris ketika mendapat notice dari mereka dan Lia menganggapnya biasa saja. Lia bahkan tidak menyukai mereka walaupun mereka semua tampan. Begitupun sekarang, Yesha sangat antusias bercerita tentang bagaimana sosok Nathan yang membuat para siswi memperebutkan hatinya tapi tetap saja ekspresi Lia biasa saja. Ok, Nathan memang tampan tapi untuk ikut ke dalam barisan penggemarnya sepertinya tidak akan Lia lakukan.
“Ayo balik kelas. Bel udah bunyi.” Haikal beranjak.
*
“Nggak bisa apa kita selesein semua ini? Kita bukan bocah lagi!”
Nathan menatap Eric yang ada di depannya, sorot matanya terlihat tenang dan juga mengintimidasi dalam satu waktu. Eric tersenyum sinis, mengambil langkah pelan dan mengikis jarak antara dirinya dengan Nathan. Menatap Nathan dengan tatapan tajam, mungkin dia pikir Nathan akan terintimidasi atau semacamnya. Namun sayang, seorang Nathan bahkan tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya menapakkan kaki.
“Nggak bisa! Gue benci sama lo. Kalau gue belum puas, gue nggak akan berenti.” Eric menyeringai.
Nathan menghela napas pelan, dia berusaha untuk tidak terpancing emosi. Nathan menatap beberapa orang yang ada di belakang Eric, tidak sebanyak kemarin-kemarin.
Bukannya takut, hanya saja Nathan sudah muak dengan semua ini. Dia tidak habis pikir, Eric masih saja berperilaku seperti anak kecil. Setiap hal ini terjadi, Nathan berusaha mencari jalan tengah agar perkelahian tidak terjadi, tapi tetap saja selalu gagal. Eric dengan segala emosi yang menguasi dirinya selalu menyerang Nathan lebih dulu.
Pada akhirnya, Nathan lah yang masih bertahan. Seperti itu, setiap saat, tapi Eric tidak jera. Anak itu masih saja mendatangi Nathan dengan teman-temannya.
“Soal Hera, dia..”
Belum sempat menyelesikan kalimatnya, Nathan mendapat pukulan dari Eric yang mendarat sempurna di wajah tampannya. Napas Eric menggebu, Nathan tidak langsung membalas, dia menyeka darah yang keluar dari wajahnya. Terasa perih karena terkena embusan angin malam.
“Jangan berani sebut namanya atau lo habis malem ini,” sarkas Eric, tangannya masih mengepal kuat.
Nathan tersenyum sinis sambil menatap Eric. Tidak salah ucapannya barusan? Dari hasil baku hantam yang kemarin-kemarin memangnya siapa yang selalu tumbang duluan? Bukankah itu Eric, tapi anak itu dengan kepercayaan dirinya yang tinggi masih berani menemui Nathan.
Persetan dengan hati yang menyuruhnya untuk sabar, Nathan mengedepankan logikanya dan memilih membalas pukulan Eric. Dia memukul Eric brutal, dengan sigap teman-teman Eric membantu, menyerang Nathan yang hanya seorang diri.
*
Nathan melangkah pelan memasuki rumahnya. Saat sampai di ruang tengah, dia melihat ada teman-temannya yang sedang menonton televisi bersama ayahnya. Nathan menggelengkan kepalanya dan mengambil duduk di dekat Rendy.
Tanpa pikir panjang, Mark segera meraih kotak obat yang ada di samping televisi dan menyerahkannya pada Nathan.
“Pasti lupa,” ujar Agung pada anak semata wayangnya. “Eric lagi?”
Bahkan Agung sudah hapal dengan siapa anaknya berkelahi. Nathan mengangguk pelan sambil menempelkan plester kecil pada tulang pipinya dan juga rahang kemudian tangannya pada bagian siku, tadi terbentur tembok.
Nathan mendapat titah dari ayahnya untuk membeli minuman untuk teman-temannya yang mau datang. Tapi anak itu tak kunjung kembali hingga Mark, Javi dan Rendy datang.
“Nanti Ayah ngomong sama dia,” ujar Agung dan beranjak untuk ke kamarnya. Memberikan ruang pada anak-anak remaja ini untuk berbincang-bincang.
“Nggak usah, dia otak batu. Nasihat apapun nggak akan mempan,” sergah Nathan.
“Terserah kamu aja. Yang penting kamu bisa jaga diri,” nasihat Agung pada anaknya.
Agung tidak pernah memarahi Nathan, apapun yang diperbuat anak itu. Dia adalah tipe ayah yang mendukung penuh keputusan anaknya. Tapi bukan berarti Agung akan mendukung Nathan dalam hal baku hantam. Sesekali, Agung akan menegur Nathan. Memberi nasihat kalau yang dilakukan itu tidak baik untuk diri sendiri. Apalagi Nathan masih anak SMA.
“Kenapa nggak hubungin kita?” tanya Javi. Maksudnya menghubungi untuk meminta bantuan. “Pasti Eric nggak sendirian.”
Nathan menggeleng dan menutup kotak obat. “Gue masih bisa atasi. Jadi buat apa minta bantuan. Urusin aja hati lo yang belum bisa move on dari Yesha.”
Javi mencibir. “Gue udah move on, ya! Emangnya Karin mau gue kemanain, hah!” seru Javi. “Lagian Yesha udah ada Heru.”
Kadang hati dan pikiran memang tidak sejalan. Seperti Javi yang masih bimbang dengan perasaannya pada Yesha padahal sudah pacaran dengan Karin. Ucapannya memang ini tapi hatinya berkata itu.
Nathan melirik Rendy dan Mark yang tidak bergeming sama sekali. Kedua anak laki-laki itu masih fokus pada layar persegi empat berwarna hitam yang menampilkan game playstation.
“Ren, gaimana?” tanya Nathan. “Anaknya gaimana?”
“Arghhhh!” jerit Rendy saat dirinya baru saja kalah dari Mark. Dia melempar konsol game itu ke atas sofa. Untung mendarat tepat di atas sofa karena jika tidak maka Nathan akan melakukan baku hantam keduanya malam ini bersama Rendy.
Mark merasa puas saat dia berhasil mengalahkan Rendy. Dua orang yang tidak pandai bermain game online tersebut jika sudah bertanding maka Mark bisa lebih unggul dari Rendy. Dan itulah sebabnya Mark lebih suka bertanding dengan Rendy karena mereka sama-sama tidak mahir.
Rendy terlihat berpikir. “Gue nggak tahu. Sumpah, dia terlalu pendiem jadi gue nggak tahu gaimana kepribadiannya. Kalau mau, tanya Yesha atau Haikal. Lia kemarin ke kantin sama mereka.”
**
FIKSI GUYS. FIKSI.
Thanks.
©dear2jae
2020.08.20 — Kamis.
2024.01.11 — Minggu. (Revisi)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top