Chaos 28: Imperfectly Perfect
Kesempurnaan memang tak pernah diciptakan untuk manusia. Tak perlu berkecil hati, karena orang yang tepat, tak akan bertanya dua kali untuk melengkapi hidupmu.
.
.
Imperfectly Perfect jadi tajuk album terbaru Sixth Sense yang akan meluncur sebulan mendatang. Ketika Brian menjabarkan idenya mengenai tema album baru, keempat temannya langsung menyetujui tanpa bertanya banyak. Anggota Sixth Sense sepakat mendedikasikan album ini untuk Lia, wanita kuat yang jadi bagian mereka.
"Jadi, Lia rencananya juga mau reveal herself ke pendengar-pendengar dia di Podcast. Kita barengin aja, sama event itu, biar berurutan jadi satu acara," tutur Brian pada teman-temannya. Mereka sedang rapat membahas lebih lanjut konsep dan alur album Imperfectly Perfect.
"Gue setuju, sih. Tapi, kita harus pastiin Lia, setuju dan nggak keberatan sama rencana kita. Kita harus follow jadwal Lia. Dia mau reveal-nya kapan. Kita yang ikutin kapan dia siap," tukas Rayyan.
"Kalau kata gue sih, enaknya album kita rilis dulu, baru Lia reveal dia di podcast. Jadi, biar fans-fans Lia ini, dengerin lagu kita," usul Jay.
"Actually, gue udah ngobrol sama Lia. Dia siap ikut andil di album kita," Brian menyahuti, "Lia bahkan siap buat hubungin majalah Alexandria, untuk minta dokumentasi dari awal dia ke Indonesia setelah balik dari Filipina."
"Nice! Kita tinggal minta sama agensi buat hubungi Alexandria langsung. Biar formal gitu," pungkas Dion menjentikkan jari.
"Gue udah bayangin konsep ini bakal epik, sih. Sebelum album dan musik video rilis, kita upload video penjelasan gitu, kayak interview kenapa kita pilih konsep ini, arti album ini apa, dan kita bisa jelasin sejarah kita sama Lia dulu. Kalau dia, emang sahabat kita gitu, dari kuliah. Kalau Lia berkenan, sih, bisa bikin short interview mix dokumentasi tentang dia." Arsen menambahi.
Brian mencatat satu per satu ide dan masukan dari teman-temannya. Dua jam selanjutnya mereka mendengarkan satu per satu lagu yang akan dimasukkan dalam album terbaru. Rekaman sudah rampung sejak dua minggu lalu. Namun, seperti biasa, Sixth Sense akan kembali mendengarkan lagu-lagu baru mereka, setelah beberapa hari sengaja meliburkan kuping, agar dapat penilaian yang objektif.
Hati lelaki itu menghangat, karena dukungan luar biasa dari teman-temannya untuk sang kekasih. Dulu saat kuliah, rasa cemburu sesekali merasuki dadanya. Namun sekarang, tidak ada lagi perasaan konyol seperti itu. Malah, dia sangat berterima kasih, Julianya, dikelilingi orang yang mencintai dan menghargainya.
***
Lia menatap bangunan yang sudah lama tidak ia kunjungi. Dadanya berdegup penuh antisipasi. Beberapa orang yang berlalu lalang di lobi menganggukkan kepala padanya, meskipun tidak benar-benar mengenal siapa dirinya. Inilah yang perempuan itu sukai dari Alexandria. Mereka berhasil menerapkan konsep 3S (senyum, salam, sapa) di lingkungan kerja. Setelah sekian tahun, ia kembali menginjakkan kaki ke sini, bersama Brian, Rendy---manajer Sixth Sense, dan Lestari---staf dari PR Entertainment yang akan membahas kontrak dengan Alexandria.
"Permisi, saya mau bertemu Mas Edwin. Sudah buat janji, dari tiga hari lalu," katanya pada resepsionis.
"Mohon ditunggu, ya, Kak." Sang resepsionis tersenyum lalu memeriksa komputer sebentar. "Pak Edwin sudah menunggu di ruangannya lantai empat. Anda bisa ke sana sendiri, atau perlu staf kami untuk mengantar?"
Lia menggeleng. "Saya bisa sendiri."
Edwin---Pimpinan Redaksi Alexandria---menyambut kedatangan Lia dan tim Sixth Sense dengan senyum lebar. Ada perasaan bangga membuncah di dada melihat Lia berdiri di hadapannya. Setelah lima tahun berlalu, akhirnya perempuan itu berani melangkah keluar.
"Gimana kabarnya, Lia?"
"Fantastic!" Perempuan itu menjabat tangan atasannya dulu.
Kelima orang itu lalu menuju ruang tamu pribadi Edwin duduk pada sofa yang tersedia. Jendela lebar di sekeliling ruangan dengan tirai putih tipis, membuat ruangan ini tampak luas dan terang. Tanaman hias yang berjajar di depan jendela memberi efek asri dan menyegarkan. Belum lagi, berbagai lukisan yang tertempel di dinding menambah kesan homey, unik, dan tradisional sekaligus.
"Selamat siang Pak Edwin, saya di sini sebagai perwakilan Sixth Sense, ingin meminta bantuan dan mengajak kerjasama terkait dokumentasi saudari Julia Maheswari paska penculikan terorisme, untuk kepentingan perilisan album terbaru Sixth Sense," tutur Lestari sambil menunjukkan kontrak kerja di layar proyektor di ruangan.
Tidak butuh kabel untuk menyambungkan laptop dan proyektor karena sekarang bisa terkoneksi lewat internet. Untuk mengurangi pemanasan global, beberapa perusahaan sepakat untuk tidak menggunakan kontrak kerjasama tercetak. Salah satunya adalah Alexandria.
"Ini adalah kontrak kerja yang paling membahagiakan," ungkap Edwin. "Saya udah nunggu kapan Lia menghubungi saya untuk minta dokumentasi itu."
"Ya, akhirnya saya ke sini, Mas. Walaupun udah lewat lima tahun, hampir enam tahun malah," balas Lia.
"Jadi, Sixth Sense mau pakai dokumentasi Lia buat video klip? Atau mau punya Hafiza juga? Saya bisa tanyakan ke orangnya."
Brian menggeleng. "Saya cuma butuh punya Lia. Lia ini pacar saya."
Mulut Edwin membulat, matanya membelalak. "Oh, udah berapa lama?"
"Ehm ... pertanyaannya susah, Mas." Lia terkekeh kecil.
"Jadi, kita udah pacaran dari kuliah. Terus, putus karena Lia nggak ada kabar habis tragedi itu. Lima tahun kemudian, kita ketemu lagi. Semoga aja jodoh, sih," Brian menambahi sambil tersenyum.
"Selain penulis artikel freelance di Alexandria, saya juga punya podcast. Barengan sama album barunya Sixth Sense, saya mau reveal ke temen-temen Sweet Chaos, nama channel saya."
"Oh My God! I am so proud of you, Julia!" Mata Edwin berkaca-kaca. "Saya memang nggak terlalu dekat sama Lia, karena jarang sekali bisa bertemu. Tapi, saya tahu, dia jurnalis gigih. Tragedi Filipina, membuat saya lebih mengenal Lia dan Hafiza. Saya berharap yang terbaik untuk mereka. Kabar terakhir yang saya dengar tentang Hafiza, dia ikut orangtuanya ke Majalengka. Sekarang sibuk usaha jual gamis, kerudung, baju-baju muslim gitu."
"Makasih banyak, Mas. Mas Edwin itu bos terenak, ter-suportif yang pernah saya temui."
"Brian, saya tahu mungkin ini terdengar nggak sopan, karena saya mengatakan ini di pertemuan pertama kita," tutur Edwin dengan tatapan tajam mengarah pada manik cokelat Brian, "kalau kamu berani sakitin Lia, sia-siain dia, I promise you nothing but hell. Alexandria akan jadi musuh kamu. Kamu tahu kan, Alexandria itu salah satu media massa terbesar di negara ini?"
Brian mengangguk, tanpa keraguan. "Siap, Mas!"
***
Teaser pertama Imperfectly Perfect sudah meluncur dan sukses menggemparkan tidak hanya penggemar Sixth Sense, tapi juga penikmat musik Indonesia. Mereka menebak-nebak, konsep apa yang akan diusung grup band pop-rock ternama itu. Foto nuansa hitam putih, dengan bayangan kursi roda dan sepasang kaki, saling berhadapan. Para netizen lalu mengaitkan dengan gosip Brian bersama wanita misterius empat bulan lalu, gimik semata.
Akan tetapi, saat video teaser diunggah seminggu kemudian, para netizen yang awalnya mencibir, berbalik mendukung. Dalam video itu, para anggota Sixth Sense menyuarakan kampanya love yourself secara tersirat.
"Imperfectly Perfect itu tercipta karena sosok yang kita kenal," kata Dion. Lelaki itu duduk sebuah kursi, berada dalam ruangan kosong, dengan tirai putih melambai-lambai di belakangnya.
"Sosok yang membuat kita takjub, yang membuat kita sadar ada banyak orang yang sangat luar biasa di antara kita." Kalimat Dion dilanjutkan Arsen. Lelaki itu menatap lurus ke arah kamera, dengan tatapan sendu.
"Seseorang yang melanjutkan langkah di jalanan terjal, setapak demi setapak. Seseorang yang mencari alasan untuk membuka mata esok hari, meskipun kegelapan terus membuntuti," tutur Rayyan.
Kini latar tempat berubah jadi ruangan serba hitam, dengan cahaya tersorot dari atas. Tubuh Rayyan berputar, jadi memunggungi kamera. Ketika kamera kembali menyorot dari depan, sosok Rayyan sudah digantikan Jay.
"Seseorang yang dengan berani memeluk lukanya sendiri. Seseorang yang berhasil berdiri sejajar dengan masa lalunya. Berdamai dengan segala rasa sakit yang bersarang di ulu hatinya."
"Meski luka di tubuhnya tak akan bisa benar-benar menghilang. Meskipun bayangan mengerikan di masa lalu yang pernah mencabik-cabiknya, tidak pernah menguap. Meskipun ia bisa berbalik pergi, meninggalkan semua rasa sakit di dunia ini, dia memilih untuk bertahan, melanjutkan mimpinya," kata Brian menutup monolog Sixth Sense.
TBC
***
Haha... Ternyata agak gantung ya part ini...
Besok double update lagi.. Tenang.
Rekomendasi lagu Day6 yang pas buat jadi 'lagu' album Sixth Sense ini dong 🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top