Chaos 27: A Little Way Closer
No matter what happened, no matter what she felt, the fire kept burning there. The fire that kept her alive, the fire that kept her going.
.
.
PS: Translate Kalimat Bahasa Inggris ada di inline Komentar.
Gosip tentang Brian dan wanita misterius di bandara, menyebar dengan cepat. Nama lelaki itu jadi trending topic berhari-hari di Twitter. PR Entertainment selaku agensi langsung memberi klarifikasi jika Brian memang sedang menjalin hubungan dengan seorang wanita dan membantah isu kehamilan yang beredar. Brian sendiri, lewat akun Instagram pribadinya, mengancam akan menuntut oknum-oknum yang menyebarkan rumor tak pantas itu.
Ada banyak alasan kenapa orang pakai kursi roda di bandara. Fck yall yg nyebarin rumor palsu. I'll sue all of you! Don't mess w me.
Singkat, padat, dan jelas. Begitu isi peringatan yang Brian tulis pada Insta Story-nya.
"Hari ini lo ada pemotretan sama Vogue. Gue wanti-wanti lo, siapa tahu nanti ada pertanyaan tentang gosip terbaru lo, tentang Erin, please ... stay calm, jangan emosional," kata Rendy.
Brian manggut-manggut, tapi matanya tetap terarah pada layar tab di tangan. Ada ide menarik yang menari-nari di kepala untuk album Sixth Sense selanjutnya. Takut ide itu menghilang begitu saja, ia menuliskan garis besarnya di notes.
Mulut lelaki itu bungkam sejak mereka bersiap-siap di basecamp sampai mobil masuk pelataran sebuah resort tempat pemotretan mereka diadakan. Brian langsung menyimpan tab-nya ke tas, sebelum melenggang mengikuti teman-temannya yang lain.
"Yan," Brian menepuk pundak sang leader. "Gue punya ide buat album baru Sixth Sense selanjutnya."
Mata Rayyan berbinar. Kedua ujung bibirnya terangkat naik. "After this photoshoot, we should talk about it."
Sesuai perkiraan, pertanyaan individu untuk Brian tidak jauh-jauh dari musik dan gosip terbarunya. Meskipun jengah, ia harus profesional, toh itu pekerjaan mereka. Yang ia suka, jika Brian tidak memberi jawaban lebih lanjut, jurnalis Vogue ini tidak memaksa dan langsung berpindah ke pertanyaan selanjutnya.
"Terakhir nih, Kak ... ada rumor Kak Brian sama teman-temannya Kak Erin cek-cok. Rumor itu didukung bukti Insta Story Kak Indy, dan Kak Brian unfollow teman-temannya Kak Erin," kata si jurnalis. "Was this messy break up?"
Lelaki itu terkekeh. "Terserah bagaimana Anda mengartikannya. Tapi, kita selalu punya pilihan untuk menjaga bagaimana kita mau hidup, kan? Saya nggak akan berpikir dua kali, buat bersih-bersih, cut the toxic out from my life. Misal, saya punya akuarium, yang isinya berbagai macam biota laut. Tapi, ada salah satu ikan yang kerjaannya ngerusak tanaman hias, makan ikan-ikan kecil lain. Daripada saya kehilangan banyak hal, mending saya buang yang bikin rusuh, kan?"
Wanita di hadapan Brian itu mengangguk dengan senyum tersemat di bibirnya.
"Itu yang saya lakukan. Cut the toxic out. Apalagi kesalahan yang dia lakukan, sampai saat ini belum bisa saya maafkan. Dia melukai wanita yang saya jaga," imbuhnya. "Nggak ada hubungan yang selesai dan tetap baik-baik aja. Tapi saya sama Erin sudah menyelesaikan urusan kami. Toh, saya juga nggak unfollow Erin, karena dia memang nggak mengganggu saya."
***
Diam-diam tanpa bercerita pada Lia, Brian merenovasi rumahnya yang sudah lama tak ia tinggali. Sebelum membeli apartemen, lelaki itu membeli rumah terlebih dahulu. Namun, karena terlalu besar dan jaraknya terlalu jauh dari studio PR Entertainment, ia memutuskan untuk membeli apartemen. Kembalinya Lia ke dalam hidup lelaki itu, membuat ia memikirkan bagaimana masa depan mereka nanti. Seperti, di mana mereka akan tinggal, berapa anak yang akan mereka punya, seperti apa wajah anak-anak mereka nanti. Pikiran itu seringkali membuat ia senyum-senyum sendiri seperti orang gila.
Brian ingin Lia selalu ada dalam setiap jenjang kehidupannya dan memastikan wanita itu tidak kekurangan apapun saat bersamanya. Salah satu langkah yang lelaki itu ambil untuk membuktikan keseriusannya adalah, merenovasi rumah miliknya, untuk tempat tinggal mereka nanti, setelah menikah.
"Jul ... lebih suka tinggal di apartemen apa di rumah?" Keduanya kini sedang bersantai, sebelum kantuk menguasai.
"Rumah bude maksudnya?"
"Bukan. Maksudku, kalau kita nikah nanti, pengin tinggal di rumah apa apartemen?" Brian tidur telentang, matanya menangkap cahaya lampu yang berpijar di atasnya.
"Lebih suka rumah, sih. Apalagi kalau punya halaman luas. Jadi nggak bosen, bisa berkebun, koleksi anggrek," jawab Lia tanpa menoleh sedikit pun dari buku yang ia baca. "Kenapa tiba-tiba ngomongin pernikahan?"
"Emang kamu nggak mau nikah sama aku?" Brian berguling, mendekati Lia yang duduk di tepi tempat tidur, dengan buku di pangkuannya.
Kali ini, perempuan itu mengalihkan pandangannya dari rentetan kalimat yang ia baca pada Brian. "Mau, tapi kayaknya nggak dalam waktu dekat ini. Marriage is a big deal, Brian. I am not sure, I am ready. I might mess it up."
Brian menjulurkan tangannya, untuk membelai wajah sangat kekasih. "Aku nggak maksa kamu nikah besok, Jul. Aku nggak akan nikahin kamu, kalau kamu belum siap. Tapi jangan lama-lama, aku nggak bisa jauh-jauh dari kamu."
Lia menoyor kepala Brian. "Alasan aja."
"Tiga bulan from now, gimana?"
"Gila kamu." Perempuan itu terkekeh, tapi kemudian menggeleng tegas.
"Enam bulan lagi? Tunangan dulu lah, paling nggak."
"Next year maybe? Tunangan dulu?"
"Aduh, ini baru bulan Maret, ya? Masih ada sembilan bulan lagi sampai tahun depan!" Brian merengek. "Emang kamu kuat hidup tanpa aku, Jul?"
"Aku lima tahun hidup tanpa kamu, tanpa laki-laki mana pun, bisa kok." Lia menyeringai. "Yang nggak bisa hidup tanpa cewek tuh, kamu."
"Ya udah, Januari tahun depan. Take it or leave it."
"Oh, kamu ngancem aku?" Kedua alis Lia berkumpul di tengah. "Emang kamu sanggup, lihat aku sama cowok lain? Ghani misalnya?"
Deretan kata umpatan meluncur dengan lancar dari bibir Brian. Dia bangkit dari posisi tengkurapnya dan duduk menghadap Lia. "Jangan, dong ... Jul, aku cinta kamu beneran."
"Kamu hari ini aneh banget, deh. Tiba-tiba kayak anak kecil," gerutu Lia. "Lihat aja nanti, gimana keadaanku. So far, aku udah kembali terapi tiga bulan sekali, tanpa obat. Aku udah bisa lihat alat makan aluminium tanpa freak out. Step by step, please ... karena aku mau, waktu kita menikah nanti, aku udah sembuh. Biar nggak usah repotin kamu."
Brian menarik tubuh Lia ke dada bidangnya. Ia mengusap-usap rambut perempuan itu perlahan. "Sorry, sorry ... I just love you so much. Udah telanjur membayangkan indahnya hari-hariku kalau kamu jadi istriku nanti."
"Astaga ... kayaknya ada yang nggak beres sama kamu, deh. Gombal mulu dari tadi." Lia mendesah pelan, tapi tanpa sadar senyumnya mengembang perlahan.
Setelah berpacaran dengan Brian selama setengah tahun lebih, membuatnya yakin jika tak ada yang memahaminya lebih baik dari lelaki itu. Beruntung, gosip beberapa minggu lalu tidak berdampak banyak untuknya. Identitas kekasih Brian masih tersimpan rapat.
Menikah dengan Brian, memang sudah beberapa kali ia pikirkan. Bagi Lia, cepat atau lambat, hubungan mereka memang mengarah ke sana. Toh, tidak ada lelaki lain di benaknya selain Brian. Berbeda dengan sang kekasih, yang punya banyak pilihan, jika suatu hari, hubungan mereka gagal. Namun, lelaki itu tetap memilihnya sebagai akhir tujuan.
Ia sadar betul, banyak hal yang Brian korbankan demi dirinya. Lelaki itu melakukan segala yang ia mampu untuk membahagiakan dan membuatnya aman. Hal-hal itu membuat Lia menjadi kecil dan mempertanyakan apa yang bisa ia lakukan untuk membalas kebaikan Brian. Ia ingin memantaskan diri lebih dulu, agar bisa bersanding dan dipandang layak menjadi pasangan Brian. Bukan dikenal sebagai wanita lemah, ringkih, dan rapuh. Lia tak ingin menciptakan kesan dirinya adalah sosok yang harus terus dilindungi.
Lia sadar, hubungannya dengan Brian tidak bisa terus disembunyikan. Tidak ada yang salah dengan cinta mereka. Sebelum resmi menyandang status sebagai istri Brian, ia ingin jadi sosok Julia Maheswari yang lebih kuat terlebih dulu. Satu cara yang ia tahu untuk menjadi diri sendiri seutuhnya adalah, menerima masa lalu tergelapnya.
"Brian .... " Lia menghadap Brian, sambil menggigit bibir. Kegugupan menguasai dirinya.
"Ada yang mau diomongin?" Brian tahu ada yang mengganggu pikiran kekasihnya.
"I'd love to became your wife. But, before that I want to accept my dark past, embrace it, and reveal it to my friends on Sweet Chaos Podcast. They deserve to know, at least, what happened to me and what make me cooped up in the dark. And I want to they know, that finally I am free. Kalau aku bisa bebas dari belenggu kegelapan yang menghantuiku selama ini, mereka juga pasti bisa. Para pendengarku, mereka juga sama seperti aku, dengan masalah yang berbeda. Mereka juga struggling cari alasan hidup setiap hari," tutur Lia dengan sekali tarikan napas.
"Selama ini, aku pikir aku udah menerima masa laluku dengan baik. Tapi ternyata aku salah. Sebelum kamu datang, aku nggak bisa mencintai diriku sendiri, aku nggak memandang sosok Julia sebagai wanita kuat, aku nggak anggap kalau aku selamat dari tragedi itu adalah berkah. Dengan kamu di sini, kamu berhasil buka mataku, kamu berhasil bikin aku sadar kalau aku nggak akan bertahan sampai sejauh ini, tanpa diriku sendiri. Kamu bikin aku melihat diriku dari sudut pandang lain. Kamu bikin aku sadar kalau aku wanita kuat, kalau aku masih sama kayak cewek-cewek lain di luar sana, dan aku layak dicintai.
"Meskipun, nggak selamanya wanita kuat itu bisa terus berdiri tegar. Ada saatnya dia mempertanyakan dirinya sendiri. Ada saatnya dia nggak pede sama lukanya. Ada saatnya dia nggak tahu harus jalan ke mana. Perasaan insecure, nggak percaya diri, merasa nggak layak dicintai, bisa muncul kapan aja. Tapi, it's okay, aku yakin bisa ngatasin itu. Aku yakin, punya jawaban yang bisa bikin keraguan-keraguan itu hilang dari hati aku. I am realized now, that strong woman always has a fire inside her heart. No matter what happened, no matter what she felt, the fire kept burning there. The fire that kept her alive, the fire that kept her going."
Senyuman merekah lebar pada bibir Brian. Dadanya membusung bangga. Ini baru gadisnya! Api dalam diri Lia, tidak pernah mati. Perempuan itu hanya tidak menyadarinya. Ia selalu yakin, Julianya tidak pernah pergi. Sang kekasih hanya sedikit tersesat. Tidak salah juga, setelah apa yang harus dilalui Lia, Brian sangat memaklumi. Ia sangat bersyukur, sang kekasih bisa bangkit, setapak demi setapak.
"I love you so much, Jul. Dan, kamu berhasil bikin aku semakin cinta kamu. My sweet and brave girl." Brian menangkup pipi Lia dan memberi ciuman lembut di bibir. "Welcome back, Juleha."
TBC
***
Kalo nggak lupa, nanti malam update lagi, deh. Hihi... Lagi seneng nih, Ginting sama GreyAp menang tadi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top