Chaos 11: Gossip, Rumors, and Their Assumptions

Cinta dan rasa sakit itu selalu datang bersamaan, karena ketika jatuh cinta kita siap menanggung semua rasa sakit yang kita cintai.

.
.

Empat tahun sudah perjuangannya di bangku kuliah resmi selesai, ditandai dengan acara wisuda yang Brian jalani hari ini. Lelaki tersenyum cerah, melangkahkan kaki keluar gedung tempat acara dilangsungkan. Ia langsung menghampiri teman satu kontrakannya, Rayyan—yang sudah wisuda setahun lalu karena memang lelaki itu kakak tingkatnya, Arsen—yang baru wisuda besok, karena jadwal pelaksanaan wisuda jurusan mereka berbeda, serta Jay—yang baru selesai sidang dan rencana akan mengejar wisuda periode selanjutnya alias dua bulan lagi. Sedangkan, Dion ... ke mana anak itu? Brian celingukan mencari teman sekelasnya yang juga hari ini resmi menyandang gelar sarjana.

"Ramai banget, njir. Vokalis mah, wisudanya beda!" celetuk Rayyan.

"Ini ramai bukan karena Brian, tapi karena gue." Tiba-tiba Dion datang entah dari mana, sudah berdiri di belakang Brian dan Jay, dengan toga yang terlepas dari kepala.

Selain teman satu jurusan, ada beberapa penggemar Sixth Sense yang datang, membawa hadiah dan menanti Dion serta Brian, untuk foto bersama.

"Keburu sore, foto sama temen-temen Sixth Sense dulu sekali, habis itu kita cabut," tukas Brian.

Mereka berlima pun foto bersama tujuh penggemar yang datang. Bagi Brian, tujuh orang termasuk jumlah cukup banyak untuk sekelas band kampus yang tidak profesional-profesional amat. Dia sangat menghargai kedatangan mereka.

"Julia ke mana, sih?" gerutunya karena tidak menemukan sang kekasih di tengah kerumunan mahasiswa yang tumpah ruah di halaman gedung serbaguna Universitas Tunas Nusantara.

"Dia nggak WA?" tanya Jay yang dibalas gelengan Brian.

"Sad boy amat lo! Wisuda pacar nggak dateng!" Dion menjulurkan lidah, lalu terbahak keras.

"Orangtua lo mana, Bri?" tanya Rayyan.

"Nunggu di mobil kayaknya. Habis ini mau makan bareng, terus mereka langsung balik ke Malang. Kalian kalau mau ikut, gabung aja."

"Yah, gue juga mau makan bareng keluarga, nih," balas Dion.

"Gabung aja, keluarga lo sama Brian. Jadi, kita bisa rame-rame," usul Arsen.

"Boleh, boleh! Tapi, gue mau cari Julia dulu, lah. Dia ke mana, sih?" Brian mengeluarkan ponsel mencoba menelepon perempuan itu, tapi tidak dijawab.

Lelaki itu menggerutu kesal, lalu mengetik pesan untuk dikirimkan pada gadisnya, tapi sebelum sempat menekan tombol kirim, nampak seorang perempuan dengan rambut diikat asal, berlari kecil ke arahnya. Brian menyimpan ponselnya kembali ke saku, sudut bibirnya terangkat ke atas, membentuk senyum kecil.

"Lama banget, ngapain aja? Dandan? Tapi, kok kelihatan kayak bangun tidur."

Lia mencebik kesal. "Lo pikir dari kos ke sini nggak macet apa? Baru selesai kuliah tambahan juga jam tiga. Ya, gue mandi dulu, makan dulu."

"Udah telat, nggak bawa apa-apa lagi," gumam Brian.

"Mau banget gue bawain bunga?" Lia mendengkus. Ia lalu mengeluarkan dua kotak terbungkus kado dari dalam tas dan menyerahkannya pada Brian dan Dion. "Gue punya hadiah sendiri yang lebih bermanfaat."

"Ijul emang pacar orang terbaik. Makasih, Babe!" Dion melingkarkan tangan di bahu Lia.

Brian merajuk, sambil mencebik tak terima. "Masa hadiah aku sama Dion sama?"

"Lo cerewet banget deh, Bri. Pusing gue dengernya." Lia mencubit perut kekasihnya, hingga lelaki itu mengaduh kencang.

Jay menatap Brian dan Lia bergantian. "Brian ngomongnya udah pakai aku-akuan, tapi kenapa lo masih pakai gue-lo, Ya?"

"Iya, ini emang cewek bar-bar. Bingung gue, gue dianggep pacar apa nggak." Brian mengacak rambut Lia dan menjepit kepala gadis itu di ketiaknya.

"Bau asem, Brian!"

"Bodo amat!"

***

@instagramuser1 Cewek kayak Erin aja diputusin, emang nggak normal ini cowok.

@instagramuser2 Anjir, lo menyia-nyiakan surga dunia.

@instagramuser3 Yg hapus foto Brian dulu ya? Baru besoknya Erin?

@instagramuser4 Bagus dong bener... Gue ga suka liat Brian ama tuh cewek. Tato di mana-mana.

@instagramuser5 Sumpah ya... Gue potek banget😭😭😭 gue berharap mereka nikah. Katanya kan mau nikah? Kenapa malah begini?

@instagramuser6 Guys.. Tp mereka masih followan? Palingan gimik ini.

@instagramuser7 Gue pernah ketemu Erin 2x, dia itu soft bgt.. Ngomongnya alus, kalo ketawa pipinya merah, cntik banget aseli.... Lo rugi parah sih kehilangan cewek seperfect dia.

@instagramuser8 GUE GA RELA MEREKA PISAH YA!!!

Kabar keretakan hubungan Brian dan Erin langsung memenuhi sosial media, ketika lelaki itu menghapus seluruh foto yang berhubungan dengan sang mantan di Instagram. Ponsel lelaki itu yang dikhususkan untuk bekerja sudah penuh dengan pesan dari nomor asing, menanyakan kabar tersebut. Terpaksa, ia harus menonaktifkan ponselnya. Terlalu mengganggu. Namun, ponsel pribadinya juga tak kalah ramai. Ia mengerang frustasi ketika pesan baru demi pesan baru memenuhi aplikasi WA-nya.

[WhatsApp Group: Anak Indigo]

Dion: woy woy woy! Lo putus sama sepupu gue nih?

Dion: angkat telepon gue bgst.

Jay: Bra, bri, bru, bre, bro... konfirmasi dong?

Arsen: keren amat yak admin gosip begitu. Tau aja Brian baru hapus poto2 Erin.

Rayyan: jadi mas akang Brian, mau spil ke kita-kita?

Brian: betul

Lelaki itu memutuskan untuk menjawab rasa penasaran teman-temannya, setelah satu jam mereka membuat grup gaduh. Toh, sebenarnya mereka hari ini akappn bertemu. Ada jadwal konser ke Jogja dan Semarang besok. Lima belas menit lagi, Deki—asisten pribadinya akan datang menjemput.

Ponselnya kembali berdering, bukan dari anak Sixth Sense, tapi dari Indy—sahabat Erin yang berprofesi sebagai model sekaligus selebgram, dan otomatis jadi temannya juga ketika ia berpacaran dengan perempuan itu. Ia menggeser ikon telepon berwarna merah menolak panggilan Indy, karena tak mau mendengar ocehan melengkingnya.

Pukul tiga sore Deki menjemput di apartemennya, siap menuju ke basecamp Sixth Sense, sebelum berangkat ke bandara. Tiap anggota Sixth Sense punya asisten pribadi masing-masing, yang merangkap jadi manajer. Sedangkan Rendy adalah manajer band yang mengatur kegiatan band. Bukan jadwal pribadi. Lelaki yang sudah bekerja dengan Brian selama tiga tahun ini, baru berusia dua puluh empat, lebih muda enam tahun darinya.

"Pusing, Bang?" celetuk Deki sambil sesekali melirik Brian yang menutup wajah dengan lengan.

"Ngantuk gue." Brian sudah menganggap Deki sebagai adik dan teman dekat, jadi ia tak suka harus duduk di belakang dan memperlakukan lelaki itu seperti supir, meskipun memang hal tersebut memang pekerjaannya.

Kali ini, Brian tidak punya gairah untuk mengobrol. Dia memilih memejamkan mata, bersandar di kursi, berharap bisa terlelap meski hanya lima belas menit. Keheningan akhirnya menyelimuti mereka. Suara dering ponsel terdengar pelan. Bukan ponselnya.

"Iya? Ada jadwal ke luar kota, kenapa? Sama gue. Bentar."

Deki menepuk bahu Brian dan menyerahkan satu earphone-nya pada lelaki itu. "Indy."

"Kok lo angkat?"

"Nggak dipesenin buat nggak angkat." Deki mengedikkan bahu.

"Loud speaker aja." Deki menyambungkan ponselnya ke speaker mobil dan tak lama kemudian suara Indy terdengar. "Apa, Ndy?"

"Lo sengaja nggak angkat telepon gue, kan?"

"Iya. Lo cerewet. Apaan?" Brian benar-benar ngobrol dengan perempuan itu. Pasti akan banyak drama.

"Lo sama Erin beneran udahan?"

"Kenapa nggak tanya Erinnya langsung?"

Terdengar dengkusan dari perempuan itu. "Erin nggak kasih tahu kenapa."

"Ya udah, berarti emang Erin nggak mau ada orang tahu kenapa kita putus."

"Gue bilang mau ke apartemennya, dia nggak mau. Lo apain dia deh, Bri? Sampai dia nggak mau gue dateng. Biasanya juga kalau galau, dia malah pengin curhat. Suka kalau gue samperin."

"Kalau Erin siap cerita, dia bakal cerita. Gue takut kalau gue yang cerita, jadi bias. Mending lo denger langsung dari Erin."

"Awas lo ya, kalau lo ternyata main cewek. Gue sunat lo, Bri!"

"Tanya Erin aja. Udah ah, Ndy. Gue males ngobrolin ini."

Brian melirik Deki, menyuruhnya mematikan sambungan telepon. Ia mendengkus pelan lalu memeriksa ponselnya. Tidak ada pesan dari sang mama, masih aman. Kalau yang lain tanya, Brian bisa berbohong, tapi kalau mamanya, dia tak sanggup. Meskipun lewat chat, sang mama seperti punya kekuatan menerawang jarak jauh, yang bisa tahu segalanya. Dan, lelaki itu tidak mungkin untuk jujur sekarang, dengan mengatakan kalau alasannya putus  karena Lia kembali. Bisa heboh mamanya nanti.

"Putus beneran Bang, sama Erin?"

"Iya."

"Oh, gue kira bakalan langgeng. Soalnya kelihatan klop banget."

Brian tersenyum kecut. "Ki, lo udah kerja sama gue tiga tahun, ya?"

"Iya, Bang."

"Dan selama ini, lo nggak pernah bocorin apapun yang lo lihat, yang lo denger kalau gue lagi off jadwal. Betul?"

Deki mengangguk. "Kenapa, sih? Kok serem banget."

"Cuma mau bilang, kalau lo lihat apa-apa, atau denger sesuatu, jangan kasih tahu siapa-siapa. Termasuk anak Sixth Sense. Deal?"

"Ya, deal lah. Orang lo bos gue." Deki kembali fokus ke depan, memperhatikan jalanan dengan kening berlipat dan menggigit bibir.

***

"Brian, beneran putus sama Erinka?"

"Kenapa putus? Bukannya kemarin ada kabar mau menikah?"

"Brian, jawab sebentar dong .... "

"Kenapa masih saling follow? Putus beneran apa gimik doang, nih?"

"Brian Mahesa! Brian!"

"Noleh ke sini, dong!"

Pertanyaan wartawan yang dilontarkan secara bersamaan dan bersahut-sahutan membuat telinga Brian berdengung. Ia terdorong dari berbagai sisi, kepalanya juga beberapa kali terpentok kamera. Walaupun empat orang bodyguard sudah menggiringnya turun dari mobil.

Sedangkan empat anggota Sixth Sense lain berjalan santai tanpa halangan. Inilah alasan mengapa mereka tidak mau mengumbar hubungan pribadi apalagi dengan sesama selebriti ke media. Kemarin, waktu Dion putus dengan pacarnya seorang aktris, lelaki itu ada di posisi Brian.

"Awas aja kalau Brian kasih klarifikasi ke media. Ke kita aja belum ngobrol apa-apa," tukas Dion.

"Nanti malem abis gladi bersih, kita sidang aja dia," usul Jay.

"Kalau Brian nggak mau cerita, ya jangan dipaksa." Rayyan menyahuti. "Ada sesuatu yang emang lebih baik nggak dibicarakan, kan?"

Jay dan Dion seketika mengangguk, sedangkan Arsen terkikik melihat dua temannya yang tidak berkutik. Sampai sekarang, Rayyan masih jadi sosok teman yang disegani. Sixth Sense memang butuh leader seperti dia, biar kelakuan Dion yang super kekanakkan terkontrol, Brian si bucin bisa menahan diri, Jay yang suka ikut campur tidak melewati batas, dan Arsen yang cukup normal ini, tidak tertindas Dion, Jay, dan Brian.

"Bangke emang bangke." Brian misuh-misuh dari awal masuk van yang sudah disediakan dari Bandara Ahmad Yani. Badannya penuh keringat karena dikerubuti para wartawan haus berita itu.

"Makanya putus diem-diem, lah," sindir Dion.

"Gue diem-diem kok. Emang ada, gue putus koar-koar sama live streaming?" Brian mendecih.

"Ada beberapa show, yang bareng sama Erin loh. It is okay with you?" tanya Rayyan.

"Gue mah nggak masalah. Acara festival, kan? Ketemu di belakang panggung pun nggak mungkin, kalau gue nggak nyamper ke room dia."

"Btw, lo putus sama Erin karena ada masalah internal atau lo main serong?" tembak Jay tanpa aba-aba.

Brian mendengkus, temannya ini sama sekali tidak punya sopan santun memang. "Kenapa lo nuduh gue main serong?" Suaranya meninggi.

"Karena Erin nggak mungkin selingkuh dari lo," sambar Dion santai, setelah meneguk minuman teh rasa leci. "Sesimpel itu, Man."

"Internal dan eksternal." Brian berani menjawab pertanyaan pribadi ini karena area pengemudi dan penumpang yang di belakang, terdapat kaca pembatas yang membuat seluruh obrolan di sini, tidak akan bocor ke sana.

Salah satu permintaan Sixth Sense setiap tour ke luar kota, selalu sama. Selain sound system kelas kakap, kendaraan dengan pembatas kaca dan peredam suara.

"Jangan bilang karena lo ketemu lagi sama Julia?" Mata Dion melotot, menghadap ke arah Brian, saat otaknya memutar percakapan mereka beberapa waktu lalu, ketika tangan lelaki itu babak belur. "Oh My God!"

"What?!"

"Julia?"

"Kapan?! Kenapa nggak cerita?!"

Brian memejamkan mata sambil meringis ketika tiga temannya menyahut bersamaan. Gusti, sepertinya telinga lelaki itu perlu diistirahatkan hari ini. Ia melirik ke arah Dion—si pembawa masalah—dan berpikir bagaimana harus menjelaskan situasinya pada mereka?

"Jadi ... gue memang ketemu Julia lagi, tapi bukan karena dia gue putus sama Erin," tuturnya berhati-hati, "percaya?"

"KAGAK!" sahut mereka berempat dengan kompak.

TBC
***

Gimana nih? Sudah terlihat hilal Ijul Brian balikan?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top