🌶🍭SCR-6🍭🌶️
Btw, ekek ingetin lagi peraturannya:
1. Follow akunku
2. Masukin SCR ke perpus biar nggak ketinggalan baca
3. Pencet tanda ⭐ bintang di tiap bab
4. Komen yang banyak-banyak, kritik saran sangat diterima
Borahae
💜💜💜
"Harus gue? Apa nggak ada orang lain?" Belva menggeram kesal setelah teman-teman sekelasnya memaksa ikut pertandingan basket.
"Armand mendadak sakit perut, Va. Selain lo, kelas kita nggak ada yang bisa main basket," jelas Anggik yang tengah duduk di meja depan Belva. Bagaimana pun caranya dia harus berhasil mengajak Belva bergabung ke dalam tim. Siang ini kelas mereka yang mendapat jadwal tanding. Sedangkan tim mereka masih belum genap.
"Ada si Very." Belva masih terus menolak. Jelas saja dia tidak mau, saat jam pulang sekolah seperti ini tentu jadi waktu yang tepat untuk tidur.
"Very mana bisa basket, Va. Kalau lomba bola bekel baru dia jago."
Kelima anak lain yang mengelilingi Belva sontak terbahak mendengar komentar Anggik.
"Kita cuma ada enam orang. Septian sama Bayu jadi cadangan. Mereka menang tinggi, tapi nggak ngerti basket sama sekali," tambah Anggik sambil menunjuk kedua temannya dengan dagu.
"Gue bisanya dribel doang," imbuh Bayu. Dia sebenarnya juga terpaksa ikut pertandingan siang ini.
"Inti cuma ada Geri di center, Cristian di power forward, Gusti di point guard, dan gue di shooting guard. Posisi small forward kita kosong," jelas Anggik.
"Masukin Septian atau Bayu ke inti. Beres 'kan? Yang penting lo lari ngikutin bola. Memangnya kalian berharap menang?"
Geri-selaku mantan anggota klub basket-berdecek kesal. "Gue sama Anggik nggak bakal maksa lo buat main kalau bukan demi nama baik 3 IPA-1, Va. Males banget kalau sampai kalah dari mereka."
Belva menaikkan sebelah alis. "Memangnya lawan kita kelas berapa?"
"3 IPS-1," jawab Geri.
Belva memaklumi. Sejak awal tahun ajaran baru, 3 IPS-1 selalu mencari perkara dengan kelas mereka. Mungkin lebih tepatnya mencari gara-gara ke Belva. Sudah jadi rahasia umum kalau Ariel-penghuni 3 IPS-1-adalah musuh bebuyutan Belva. Bahkan sejak jaman SMP.
"Ariel lagi?" tebak Belva.
"Siapa lagi. Lo kan tahu gimana mereka," ujar Geri.
Belva berdecak kesal. "Gue tambah males."
Anggik menendang kaki kursi yang ditempati Belva, hingga cowok berkulit putih itu hampir jatuh. "Males dari Hongkong! Kita semua tahu, Ariel cuma jadiin kelas kita sebagai tumbal. Sebenarnya yang dia incar cuma lo. Makanya lo harus turun."
Anggik mengikuti saran Bella untuk membuat Belva merasa direndahkan. "Tiap IPS-1 bikin ulah, pasti ujung-ujungnya ke lo. Gue cuma khawatir kelas kita bakal disepelekan habis-habisan sama mereka. Yang paling bikin males, mereka bakal nganggep lo pecundang, Va."
Belva berdecak kesal. "Gue ambil shooting guard."
Terdengar embusan lega diiringi ucapan syukur dari keenam orang tersebut.
"Terserah lo pilih posisi mana. Biar gue ngisi small forward." Anggik melempar seragam tepat di muka Belva. "Cepet lo ganti."
* * *
Lapangan basket sudah dipenuhi suporter dari seluruh siswa Wijaya Kusuma. Terlebih setelah tersiar kabar bahwa Belva hari ini turun ke lapangan. Semua orang jelas tahu konfrontasi antara Belva dan Ariel. Tentu pertandingan siang ini akan seru.
"Coba lo suruh mereka diam." Belva melempar handuk asal ke kursi di samping lapangan.
"Abaikan saja, Va," saran Geri.
"Sayangnya kuping gue masih normal," ucap Belva dengan tampang datar.
"Belva, i love you!" Teriakan Bella dari pinggir lapangan membuat Belva kehilangan kesabaran. Gegas ia menghampiri Bella.
"Lo bisa diem nggak? Kalau masih nekat teriak-teriak, gue pergi dari sini!" ancam Belva serius.
"Nggak!" Bella menjawab ancaman Belva dengan centil sambil menjulurkan lidah. Lalu dengan cuek memberi isyarat ke anak-anak lain untuk melanjutkan yel-yel mereka.
Anggik menepuk bahu Belva. "Sabar, Va. Nyuruh mereka diem jelas nggak mungkin."
"Kalian pasti tahu kalau tim lawan anggota klub basket semua," lapor Geri, "dan gue bisa pastikan mereka jarang main sportif."
"Gue, Geri, sama Belva pernah ikut klub basket di SMP. Gusti sama Tian juga gue anggep jago. Walau secara pengalaman tim kita kalah dibanding mereka, kita harus optimis bisa lebih unggul." Anggik memotivasi anggota tim.
Belva meregangkan otot kaki dan tangan yang sudah terlalu lama tidak dilatih. Jangankan main basket, untuk pelajaran olah raga wajib saja Belva sekadar gerak. Yang penting tidak terlihat seperti patung.
Satu tiupan peluit panjang menandakan pertandingan akan dimulai. Teriakan histeris semakin membahana. Yel-yel bersahutan. Terlebih antar kelas yang bertanding. Seolah para suporter ikut berlomba adu keras suara.
"Belva, semangaaat! I love you!" Teriakan Bella membuat Belva mengembuskan napas panjang.
Awas aja, selesai tanding bakal gue habisin anak satu itu, janji Belva sambil melirik tajam ke arah Bella.
Belva meregangkan tubuh sekali lagi sebelum melangkah ke tengah lapangan basket. Sinar matahari langsung menyapa kulit putihnya. Sehingga tanpa sadar Belva menggosok-gosok lengan. Jarang berpanas-panasan cukup membuatnya terkejut.
"Kasihan ... anak mami kepanasan. Hati-hati nanti skin care lo luntur," ejek Ariel yang disambut tawa oleh timnya.
"Cowok takut panas? Jangan-jangan lo keturunan vampir," tambah Samuel, teman dekat Ariel sejak jaman SMP.
"Atau dia termasuk spesies perempuan," sambar Ariel lagi. "Lihat, baru kena panas semenit kulitnya sudah kayak udang rebus."
Wasit kembali meniup peluit, memerintahkan kedua kapten tim untuk maju. Ariel sebagai kapten kelas 3 IPS-1 sempat mengucapkan 'loser' tanpa suara ke arah Belva. Sedangkan Geri sebagai kapten 3 IPA-1 hanya geleng-geleng melihat kelakuan tim lawan.
"Ger, lo yakin masukin Belva ke tim lo? Yakin dia bisa main?" cemooh Ariel.
"Gue baru tahu kalau main basket pake mulut," balas Belva santai.
"Sudah! Kalian mau tanding atau adu mulut?" tegur Teguh, guru olah raga yang saat ini bertugas sebagai wasit.
Dalam hitungan detik, bola sudah melenting ke udara, siap diperebutkan kedua tim. Dengan sigap Ariel menyambar bola, lalu mendribel ke arah keranjang 3 IPA-1.
Sial! Gara-gara satu bola, gue harus lari-lari, sungut Belva sambil berlari kecil mengikuti arah bola.
Namun, langkahnya dihadang Samuel dan Hendrik. Belva tidak paham posisi dua orang ini sebagai apa. Satu yang pasti, mereka bertugas menghalangi Belva agar tidak bisa mendapatkan bola. Sebagai teman satu klub basket di SMP, tentu Ariel sudah tahu kalau Belva paling jago dalam mencetak poin. Bahkan tembakan three point-nya hampir tidak pernah gagal.
Merasa langkahnya sia-sia, Belva pun bergerak lebih santai. Dia berpindah hanya untuk menghindari hukuman karena terlalu lama berdiri di satu tempat. Untuk sementara permainan dikuasai Ariel. Mereka sudah mengumpulkan dua belas poin, sedangkan tim IPA-1 masih nol.
"Woi, Sam, lo kena pelet Belva ato gimana? Nempel terus kayak perangko! Kalo naksir bilang!" Teriakan Bella membuat Samuel berkata kasar.
"Main basket yang dikejar tuh bola, bukan Belva!" lanjut Bella lagi.
Sontak gemuruh tawa dari suporter IPA-1 memenuhi penjuru arena pertandingan. Belva diam-diam tersenyum simpul. Walau terkadang lemot dan sangat absurd, tapi kali ini Bella cukup membuatnya puas. Di saat Belva tidak bisa melempar komentar mematikan, gadis itu berhasil menggantikan posisinya.
Keriuhan sesaat tadi berhasil memecah konsentrasi tim Ariel, sehingga Anggik berhasil mencetak dua poin, disusul Geri melakukan dua tembakan berturut-turut.
Ariel menabrak bahu Belva dengan sengaja. "Loser!"
"Kalau gue serius, lo yakin bisa menang?" Belva melempar senyum sinis ke Ariel. Merasa pemanasannya sudah cukup, Belva mempercepat ritme permainan. Gerak yang tadinya lambat dan santai, kini lebih gesit. Ia dan Anggik bekerja sama mengoper bola agar tidak jatuh ke tim lawan.
"Va, pass!" teriak Geri yang berada dekat keranjang lawan. Posisi Geri saat ini terlihat sangat menguntungkan untuk merebut poin lagi. Rupanya tim lawan hanya terkonsentrasi pada Belva, sehingga melupakan empat orang lainnya.
Belva bersiap melempar bola ke arah Geri. Namun, Ariel mendorong bahu Belva dengan sengaja hingga menyebabkan Belva tersungkur. Siku kiri Belva dengan keras membentur lantai hingga meninggalkan bercak merah.
"Woi, curang! Pelanggaran!" teriak Bella dari pinggir lapangan.
Teguh meniup peluit pelanggaran yang membuat Ariel tambah kesal. Dengan terang-terangan Ariel mengacungkan jari tengah ke arah Belva, setelah Teguh memberi free throw ke Tim Geri.
Belva tersenyum miring sambil menerima uluran tangan Anggik. "Thanks."
"Mereka mulai main kasar." Geri memberi peringatan ke seluruh tim saat sesi istirahat.
"Ikuti permainan mereka. Biarin kalau mereka main kasar." Belva melihat ke tim lawan. "Kita cukup bertahan dulu, jangan sampai kecolongan poin. Gue yakin, semakin sulit mendapat poin, mereka bakal banyak melakukan pelanggaran. Saat emosi Ariel mulai labil, kita jadikan senjata untuk membobol pertahanan mereka."
Menurut Belva, pertandingan bukan sekadar mengandalkan kekuatan dan kemampuan fisik dari anggota tim. Namun, ketenangan dan strategi yang lebih penting. Kalau otot kalah, otak harus menang.
Babak kedua dimulai dengan lebih panas. Tim Ariel terus melempar ejekan dan berbagai kalimat yang memancing emosi. Anggik yang paling gampang tersulut, berkali-kali hampir membalas Ariel jika saja tidak dihalangi oleh Belva.
"Konsen, Nggik!" bentak Belva saat Anggik hampir memberi bogem mentah ke wajah Hendrik.
Poin dari kedua tim bersaing ketat. Tim Geri selalu berhasil menggagalkan usaha tim Ariel untuk mendapatkan poin. Sedangkan Ariel selalu mencari celah untuk melakukan kecurangan.
Hingga babak ketiga selesai, masih belum bisa diprediksi tim mana yang keluar sebagai juara. Poin mereka seri. Belva menggunakan waktu istirahat untuk memberi sedikit masukan ke seluruh tim. "Babak terakhir ini kita main cepat. Geri sama Tian jagain gue dan Anggik, Gusti jaga di dekat keranjang. Kalau bisa kita kejar three point."
"Lutut lo gimana?" Tian menunjuk lutut kanan Belva. Baru saja Hendrik kembali mendorong Belva hingga terjerembab.
Belva mengikuti arah pandang Tian. "Cuma luka kecil. Makanya cepet selesain. Gue mau tidur!"
Keempat cowok itu jelas mendengkus kesal mendengar alasan Belva. Mereka pikir, Belva ingin menang dengan cepat. Ternyata cuma mau tidur.
"Belva, hajar mereka! Jangan kasih kendor!" teriak salah satu suporter dari pinggir lapangan. "Woi, IPS-1, main sportif dong! Dari tadi curang mulu. Dipikir main basket nggak ada aturan atau gimana? Kalau mau bebas, main di hutan sana! Katanya udah kelas tiga SMA, tapi kelakuan kayak bayi. Dasar nggak tahu malu. Muka badak semua!"
Hampir saja Belva terjungkal mendengar teriakan dari salah satu suporter. Suaranya luar biasa lantang dan berani. Diam-diam Belva mengedarkan mata untuk mencari sumber suara. Jelas bukan Bella yang menyemburkan serentetan protes sepanjang kereta api itu.
"Kalau nggak bisa main mending mundur aja! Ngaku kalah lebih bermartabat dari pada menang hasil curang. Menang pakai cara curang cuma bikin malu. Kecuali kalian memang nggak punya muka." Rentetan protes panjang kembali terdengar. Membuat tim Geri tertawa geli. Sedangkan Ariel dan teman-temannya jelas mengumpat kasar.
Belva menangkap sosok mungil di samping Bella. Senyum samar muncul di wajah Belva saat mengenali gadis itu.
"Lo kenal?" tanya Anggik di tengah tawa.
"Anak bahasa," jawab Belva sambil membuka tutup botol minuman.
"Temen lo?" Anggik kembali bertanya.
Belva menggeleng, lalu buru-buru mengangguk. "Cuma tahu."
Babak terakhir kembali dimulai. Tim Ariel yang mulai tidak sabar, berkali-kali melakukan pelanggaran hingga akhirnya Hendrik dikeluarkan dari lapangan.
Belva memberi isyarat ke seluruh tim untuk mulai melancarkan serangan. Kepincangan dalam tim lawan membawa keuntungan bagi Belva dan kawan-kawan. Berkali-kali tembakan berhasil mereka loloskan tanpa kesusahan. Mental Ariel sudah anjlok jauh sebelum peluit tanda permainan berakhir ditiup.
Skor akhir yang diperoleh, 60 untuk tim IPS-1 dan 69 untuk tim IPA-1. Jarak poin yang tidak terlalu jauh. Lumayan lah jika mengingat ketertinggalan poin mereka di awal pertandingan.
Belva sempat melihat Ariel menampar Hendrik. Sejak SMP temperamen buruk Ariel tidak juga berubah. Malah bertambah parah. Keinginannya untuk selalu terlihat menonjol semakin menjadi, tanpa mengindahkan batasan yang ada.
"Jangan puas dulu! Gue bakal balas kekalahan ini! Ingat itu!" ancam Ariel saat mereka berpapasan di pinggir lapangan.
Anyeong anyeong ....
Gimana part ini, Yeorobun?
Minta komennya dooong ....
Jangan lupa klik bintang, yaaa
Love sekebon buat kalian
💜💜💜💜💜💜💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top