Querelle

HAPPY READING!
...

Querelle = Pertengkaran

     Sudah dua hari lamanya Sandra tidak tinggal di Apartemen Bumi lagi. Gadis itu memutuskan pulang dan kembali ke rumah. Lama? Tentu saja. Semenjak Sandra pulang, Bumi juga sibuk dengan pekerjaannya. Mereka tidak bertemu lagi, saling sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Dan sekarang, tepatnya pada malam hari. Bumi mengajak Sandra keluar, menghabiskan waktu bersama di sebuah pasar malam.

Sandra sangat terkejut saat mendapati banyak pengawal yang mengawasi mereka dari jarak jauh. Bumi berkata, keadaan sekarang sedang tidak aman. Dan mereka butuh pengawasan juga penjagaan untuk menghindari terjadinya sesuatu yang tidak mengenakan. Sandra tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Menurutnya selama ia berada di samping Bumi, maka dirinya akan merasa aman.

"Om, Sandra haus." Sandra menyentuh lengan Bumi.

Bumi yang sedang bermain ponsel menoleh. Lalu menyuruh salah satu pengawal untuk membeli minuman.

"Duduk," suruh Bumi sembari mendorong Sandra untuk duduk di kursi kosong. Sandra menurut, duduk di sana dan entah dorongan darimana, gadis itu langsung memeluk pinggang Bumi yang posisinya masih setia berdiri. Sandra menyandarkan kepalanya di perut Bumi.

Bumi tersenyum dan mengelus rambut gadisnya. Merasa gemas dengan tingkah Sandra yang seperti anak kecil.

"Hai King, benarkah ini kau?"

Sontak Sandra langsung melepaskan pelukan begitu seseorang memanggil nama Bumi. Dahinya mengernyit, melihat sosok perempuan berpakaian seksi dengan lekukan badan yang terlihat begitu seksi. Siapakah perempuan ini?

Sandra masih merapatkan bibir, memperhatikan interaksi keduanya dengan posisi masih terduduk. Sedangkan Bumi sudah berdesis geram, mengetahui bahwa ternyata wanita sialan Brianna yang memanggilnya.

"Sudah lama kita tidak bertemu," ujar Brianna tersenyum manis. Lalu mendekati Bumi dan memeluk pria itu lama. Membuat Sandra yang sedari tadi memperhatikan langsung melotot kaget.

"Lepas Brianna," desis Bumi geram. Sontak Brianna langsung melepaskan pelukan. Namun, tangannya masih setia bertengger di leher Bumi.

"Aku sungguh merindukan kamu."

Shit, Sandra langsung mengepalkan tangannya dan berdiri tegak. Matanya langsung menghunus netra hitam milik Brianna dengan tajam. Siapa sebenarnya wanita ini? Berani sekali menyentuh miliknya. Tidak, ini semua tidak bisa dibiarkan.

Bumi yang melihat adanya aura kemarahan dari Sandra lantas memberontak. Ia tidak mau Sandra salah paham.

"Lepas sialan," sentak Bumi langsung membuat Brianna terkekeh.

"Eh, tante! Lepas kenapa sih? Jangan gatel dong! Gak liat apa calon istrinya di sini?" teriak Sandra kesal, langsung mengundang tatapan dari pengunjung lain. Garis bawahi ya, calon istri loh.

Brianna lantas menoleh. Matanya menatap Sandra dari atas ke bawah, meneliti dan menilai. Lalu tersenyum menyeringai.

"Masih calon bukan?" kekehnya pelan. Lalu kembali menatap Bumi dengan senyum menggoda. "Jadi masih bisa saya ambil kembali. Kamu belum tahu? Bumi adalah milik saya." Brianna mengedipkan matanya pada Bumi, membuat sang empu langsung memutar bola matanya malas. Sungguh menjijikan.

Dengan sekuat tenaga Sandra langsung menarik Bumi ke belakangnya. Menatap tajam Brianna. Sandra bukan tipe wanita lemah yang jika terjadi adegan seperti ini akan mengalah atau malah menangis pasrah. Tidak, Sandra akan bergerak maju dan melawan segala jenis pelakor dimuka bumi ini. Iya, menurutnya mereka semua harus segera dimusnahkan.

"Menyingkirlah, anak kecil!" geram Brianna menarik lengan Sandra untuk menyingkir. Sandra tetap kukuh dan tidak mau menyingkir.

"Sudah, kita pulang saja. Jangan hiraukan dia, Sandra." Di belakang Bumi memegang pundak Sandra untuk menenangkan. Namun, Sandra langsung menepisnya. Gadis itu masih setia menatap Brianna dengan tajam.

"Tante inget umur, jangan main rebut milik orang gitu aja. Malu sama harga diri. Lagian Bumi gak bakal mau sama modelan kayak tante, udah kayak jalang yang sering digilir aja!" sentak Sandra murka, langsung menarik perhatian. Nyalinya sangat tinggi, para pengawal yang sedari tadi memperhatikan saja dibuat terkejut. Tak menyangka, ternyata masih ada satu di dunia ini manusia yang berani melawan seorang Brianna.

Bumi terkejut, tentu saja. Ia juga sama tidak menyangka akan respon Sandra yang berani melawan. Ia mengira jika mereka dipertemukan, Brianna akan nampak lebih beringas. Namun dugaannya salah, Sandra tampak lebih berani sekarang.

Ah, ia lupa bahwa gadisnya imi adalah sosok perempuan bar-bar. Seorang siswi sekolah menengah atas yang terkenal nakal.

Bumi langsung berangsur mundur. Tangannya melipat di depan dada. Mulai menonton pertunjukkan yang pasti akan menyenangkan. Ia akan membiarkan Sandra berlaku apapun. Jika nanti keadaan mulai memburuk baru ia akan maju untuk melerai.

"Sialan, apa kamu bilang?!" Brianna berteriak murka. Tangannya hendak menampar pipi Sandra, namun dengan cepat Sandra tahan.

"Mau nampar? Cih, kampungan banget berantemnya tampar-tamparan!" ejek Sandra tanpa rasa takut sedikitpun.

Brianna langsung menghempaskan tangannya, memejamkan matanya untuk menahan emosi. Sial, ia sudah dipermalukan di depan banyak orang.

Liat saja nanti, anak bodoh. Kau akan menyesal telah mempermalukan saya seperti ini. Batin Brianna murka.

"Kamu salah mencari lawan, wanita bodoh!" desis Brianna mengepalkan tangannya.

Sandra tertawa sinis. "Wanita bodoh? Kayaknya panggilan itu cocok buat tante, deh. Tante yang salah mencari lawan." Sandra merapikan rambutnya sebentar, lalu mengibaskannya ke belakang. " Eh, gue gak takut ya sama lo. Mau lo seorang psikopat sekalipun, gue bakal jauh lebih psikopat kalo itu berurusan sama milik gue."

Prok prok prok.

Sandra patut diacungi jempol. Para pengawal yang sedari tadi memperhatikan semakin dibuat takjub akan keberanian gadis itu.

"Sialan, lihat saja nanti!" desis Brianna menunjuk Sandra, lalu berlalu pergi dari sana. Meninggalkan segala rasa dendam yang entah kapan akan ia tuntaskan.

Sandra langsung menjulurkan lidah dengan tangan yang berkacak pinggang.

"Tante girang emang dasar," umpatnya kesal menendang kerikil asal. Lalu berbalik, menatap Bumi yang juga sedang menatap ke arahnya dengan senyum puas.

"Apa?!" sewot Sandra kesal, matanya mendelik malas.

"Kamu sangat hebat."

"Ya ... iya lah, seorang Sandra dilawan. Situ jadi cowok jangan diem aja makanya kalo disentuh. Heran, kayak yang nikmatin banget pas dipeluk."

Sontak Bumi langsung melunturkan senyumnya. Gawat, sepertinya gadis ini sedang murka.

"Hey, tenanglah." Bumi meraih pundak Sandra untuk menghadap ke arahnya. Sandra langsung memberontak, dan menepis tangan Bumi.

"Jangan pegang-pegang!" cetus Sandra menunjuk Bumi. Lalu memalingkan muka. Wajahnya sangat terlihat jelas memerah menahan amarah.

"Kamu kok jadi--"

"Kita pulang sekarang!" sanggah Sandra cepat langsung berjalan lebih dulu. Bumi menghela nafasnya pasrah. Menyuruh pengawal untuk tidak mengikutinya lagi. Membiarkan mereka pulang berdua.

Sepanjang perjalanan, Sandra terus mendumel tidak jelas. Berceloteh ini itu, membuat Bumi bungkam tak tau harus menjawab apa.

"Emang dasar pelakor, gak tau tempat, gak tau situasi, main sosor aja!"

"Sudah, biarkan ja--"

"Diam! Sandra gak nyuruh Om ngomong!" putus Sandra lagi ketus. Bumi kembali bungkam.

"Om juga tadi malah diem aja, bukannya lepasin kek, malah kayak nikmatin."

Bumi dengan cepat menggelengkan kepala. "Kamu tidak lihat saya sedari tadi terus mem--"

"Diam, Sandra bilang diam! Sandra gak nyuruh Om ngomong!" potong Sandra lagi ketus.

Bumi kembali merapatkan bibir dan lebih memilih fokus mengendarai. Membiarkan Sandra dengan segala kekesalan yang masih tersisa.

"Siapa sih cewek itu? Pake segala meluk, kayaknya udah kenal banget sama Om?"

Bumi diam tak menjawab.

"Heh, pasti ada hubungan kan? Kok malah diem?"

"...."

Mengingat sesuatu, Sandra langsung memukul lengan Bumi. "Bukan berarti karena aku nyuruh Om diem, pas aku nanya Om ikutan diem juga dong!" teriaknya kesal.

Bumi menghela napas. Sabar, mulai sekarang ia harus belajar sabar dalam menghadapi betina semacam ini. Nyalinya teruji dan tentu sangat lebih menakutkan dibanding menghadapi para mayat.

"Jawab, malah diem aja."

"Bukan siapa-siapa, jangan dibahas lagi, sayang."

Sandra bungkam.

"Sayang Sayang, bapak lo tukang kayang!" gumamnya pelan dan memalingkan muka.

"Saya tidak berbohong, dia memang bukan siapa-siapa saya."

"Bohong. Mana ada bukan siapa-siapa sampe meluk gitu, jalang banget ... ih ngeselin tantenya!" Sandra mengepalkan kedua tangannya gemas. "Sumpah ya pengen banget jambak rambut itu tante-tante!"

Sandra kembali menoleh ke arah Bumi. "Siapa namanya? Hubungannya sama Om apa?"

"Brianna, dia bukan siapa-siapa. Kami tidak ada hubungan sama sekali, jadi tenanglah."

Sandra mendengus. "Gak bakal manggil Om lagi, deh."

"Why?" Bumi melirik sekilas.

"Kamu mau Sandra panggil apa? Kakak? Abang? Mas?" tanya Sandra sepenuhnya menatap ke arah Bumi.

Bumi mengernyit. "Kamu kenapa?"

"Ih ... fiks. Besok kita harus nikah!"

Ckitttt.

Refleks Bumi mengerem mobilnya secara mendadak. Untung jalanan sedang sepi. Ia segera menoleh ke arah Sandra dengan raut bingung. Gadis itu juga tengah menatapnya dengan wajah cengo.

Bumi menghela nafas sebentar. Lalu mengubah posisinya menghadap Sandra. Tangannya terangkat untuk meraih tengkuk gadis itu dan mengecup keningnya lama.

"Kamu sendiri yang bilang, jangan pernah mempermainkan sebuah pernikahan." Bumi mengelus pipi Sandra lembut. "Saya tau kamu sedang kesal. Tapi jangan sampai membawa pernikahan ke dalam obrolan apabila kamu belum siap. Pernikahan tidak boleh dijadikan sebagai bahan bercandaan, Sandra. Jangan membuat saya berharap tinggi dengan sikap kamu yang labil ini."

Sandra bungkam, lalu memundurkan badannya sedikit menjaga jarak dengan Bumi.

"Bilang aja, kamu gak mau nikah sama aku."

"Mau, sudah sangat mau malah. Hanya saja waktunya belum tepat, mengertilah." Bumi meraih tangan Sandra dan mencium punggung tangan gadis itu lembut.

"Tunggu hingga kamu lulus, oke?" Bumi tersenyum tulus. Menenangkan.

Sandra menoleh, raut wajahnya berubah menjadi memelas. Bibir melengkung ke bawah, dengan mata berkaca-kaca.

"Huaaa ... habisnya Sandra kesel tau sama tante-tante tadi." Sandra memeluk Bumi erat dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher pria itu. Bumi mengelus punggung Sandra menenangkan.

"Sudah, jangan marah-marah lagi, ya?"

Sandra melepaskan pelukan, menatap Bumi dengan memelas.

"Kasih semangat dulu makanya!"

Cup.

"Udah, hm?" Bumi mengecup bibir Sandra. Lalu melepaskan pelukan mereka. Mengacak rambut gadis itu gemas.

"Saya antar kamu pulang."

Sandra mengangguk dan kembali duduk dengan benar.

...

"Oppa, Audy haus."

"Oppa, pegel."

"Boneka Audy jatuh, tolong ambilin!"

"Audy pengen pipis, anterin."

"Oppa, bikinin susu."

Raksa mengusap wajahnya kasar, mengerang frustasi. Sedari tadi Audy terus memanggil namanya tiada henti. Memang dasarnya gadis manja, segala ini itu harus membutuhkan bantuan.

Bahkan untuk mengambil boneka yang jatuh saja harus Raksa yang melakukan. Padahal Audy tidak lagi sakit, dan sekarang gadis itu berlagak seperti orang lumpuh saja. Sangat menyebalkan.

Untung saja beberapa hari ini Bumi memberikannya keringanan, tidak terlalu banyak memberi tugas. Belum lagi masalah Cafe yang akan membuat cabang baru. Raksa juga sudah berniat untuk membuat Cafenya lebih besar dan meluas. Ia akan mulai lebih serius dalam bisnisnya sekarang.

"Oppa, tangan--"

"Iya-iya, bentar dong! Tadi katanya mau bikin susu, sekarang mau apalagi?!" teriak Raksa kesal. Audy malah cekikikan, menurutnya Raksa terlihat sangat menggemaskan jika sedang marah seperti itu.

"Gak jadi bikin susu, Oppa duduk samping Audy aja temenin nonton film horror." Audy menarik lengan Raksa untuk duduk di sampingnya. Mereka sekarang berada di kamar Audy.

Insecure, sungguh Raksa sangat insecure melihat mansion yang bisa dikatakan istana raja ini. Pembantu dimana-mana, bahkan untuk pergi ke dapur saja rasanya sangat lama.

Sebenarnya, Audy sudah pulang beberapa hari lalu. Keadaannya mulai membaik. Tapi tidak dengan bibirnya yang cerewet itu. Setiap hari terus mengoceh ingin sesuatu. Raksa? Hanya pasrah karena mengingat janji sialan waktu itu.

"Ayo nonton horror!" ajak Audy mengguncang lengan Raksa.

"Iya-iya, gak usah pegang-pegang juga dong!" Raksa menepis tangan Audy. Gadis itu langsung merenggut dan menjauhkan tangannya.

Saat film disetel, Raksa sudah mulai merasakan adanya aura-aura tidak mengenakan. Bukan aura mistis atau apapaun yang berbau makhluk halus. Ini bahkan terdengar lebih horror. Audy, si gadis meresahkan itu mulai mepet-mepet dan melingkarkan tangannya di lengan Raksa. Terkadang juga menyembunyikan wajahnya diketek pria itu.

"Huaaa ... mukannya serem!"

"Lebih serem muka lo anjir," umpat Raksa pelan.

"Ih kok wajah hantunya putih-putih sih?!" seru Audy histeris semakin merapatkan tubuhnya pada Raksa.

"Ck, ya kalo muka dia keliatan pake lipstik sama bulu mata palsu, itu namanya bukan kunti, tapi selebgram yang lagi tutorial make up." Raksa kembali mendumel.

Audy tidak menghiraukan ucapan Raksa. Matanya terlalu fokus menatap film yang masih berputar.

"Gue pengen boker, lepas dulu," ujar Raksa.

"Tahan bentar," balas Audy semakin mengeratkan pelukan.

"Gak kuat, udah nongol."

Audy langsung menatap Raksa kaget. "Udah nongol? Udah mau keluar?" paniknya langsung berdiri dengan mata melotot.

Raksa yang awalnya mengernyit heran lantas menyeringai. Ia tersenyum menyebalkan.

"Iya udah mau keluar, lo gak mau kan gue keluarinnya di sini?"

"Ih gak mau lah! Cepet, Oppa ke kamar mandi sekarang!" teriak Audy histeris.

"Kamar mandi yang di bawah ada kan?"

"Kelamaan, keburu keluar di jalan. Di kamar mandi Audy aja!"

"Gue maunya di kamar mandi bawah."

"Ck, Oppa ih!"

"Apa sih?! Gue cuma mau boker aja lo histeris banget, heran gue." Raksa menatap Audy jengah.

"Cepet ke kamar mandi!"

Raksa mengambil ancang-ancang untuk keluar dari kamar Audy. Sebelum menghilang di balik pintu, ia berteriak kencang.

"GUE GAK JADI BOKER, MAU BALIK. LO JANGAN IKUTIN GUE, KALO IKUTIN GUE ENTAR GUE GAK MAU KETEMU SAMA LO LAGI! MAKANYA JANGAN JADI BEBAN, CANDA BEBAN!" Setelahnya Raksa menghilang dibalik pintu.

Audy terdiam, mulutnya terbuka lebar. Tepat saat keadaan sedang hening, suara kuntilanak yang berasal dari laptop terdengar nyaring.

Sontak, Audy melotot. Menyembunyikan badannya dibalik selimut.

"HUAAAA .... OPPA! KUNTINYA NGETAWAIN AUDY!" teriaknya histeris di balik selimut.

...

"As planned, we'll do it tomorrow."

"You are sure?"

"Very sure, I'm fed up with that girl."

"All right, let's set the strategy for the first game. "

"Great, I can't wait for that to happen."

"You really bitch."

"Of course, damn it."

....

Revisi/150421

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top