Je Rigole
HAPPY READING!
..
Je Rigole = Aku tertawa
Seorang pria dengan keadaan yang sudah berantakan berdiri di atas rooftop. Tangannya terangkat mengambil ponsel untuk menghubungi seseorang.
"Halo, Tuan?"
"Ada tugas untuk kalian."
"Siap, Tuan. Tugas apa?"
"Pergi ke Itali. Cek cctv yang berada di bar. Lokasi, tanggal dan waktu saya kirim sekarang."
"Siap, akan segera kami laksanakan."
"Ingat, jangan beritahu siapapun."
"Baik, Tuan."
Tut.
Pria tersebut kembali memasukan ponselnya ke saku. Tatapan yang biasanya terlihat tajam seolah mengancam kini berubah menjadi kosong seperti tak bernyawa.
Bumi, pria itu sengaja pergi ke rooftop. Mengabaikan wanita sialan yang sibuk merengek di ruang inap. Ia malas jika sudah berhadapan dengan Brianna. Wanita sejuta drama yang selalu membuatnya muak.
Dering ponsel kembali menyadarkan pria itu dari lamunan. Tertera nama Papanya di sana.
Tak mau menunggu lama, Bumi segera menekan tombol hijau.
"Ada ap--"
"PULANG SEKARANG!"
Bumi tersentak, menjauhkan ponselnya saat mendengar teriakan dari sang ayah. Dahinya mengernyit bingung.
"Pulang sekarang, Bumi. Jelaskan semuanya ke Papa." Lio masih mencoba berbicara tenang di seberang sana.
Bumi menghembuskan nafas kasar. Mengusap wajahnya dan berdecak.
"Pa, Bumi harus ngurus--"
"Ngurusin wanita jalang itu?" Terdengar dengan jelas Lio berdecih di seberang sana.
"Sejak kapan kamu lebih memilih batu dari sungai ketika sudah mendapatkan bintang dari langit?" sinis Lio mengejek putra sulungnya.
Bumi bungkam.
"Cepat pulang, dan jelaskan semuanya. Berita ini sudah sampai ke telinga Om Hazzel. Jadi, bersiaplah."
Tut.
"Arghhh!!!" Bumi mengerang hebat. Meremas rambutnya kuat.
...
"Gue harus pergi," ucap Bumi pada Brianna. Wanita itu menoleh dengan dahi mengernyit.
"Ke Jakarta?" tanyanya.
"Kemana lagi?" decak Bumi malas.
"Bareng kalo gitu, aku juga mau pulang ke Jakarta. Semua urusan di sini sudah selesai."
"Iya, urusan lo ngancurin hubungan gue sama Sandra udah selesai."
Brianna terkekeh pelan. "Dan aku yang menang."
Bumi ikut terkekeh. "Iya, lo menang." Bumi mengelus rambut Brianna sembari berpura-pura tersenyum.
Brianna langsung memeluk Bumi dan menenggelamkan wajahnya di dada pria itu. Bumi berdecak, merasa jijik.
"Ups, sorry. Gue ganggu."
Kedua sejoli itu lantas melepaskan pelukan mereka. Menoleh ke ambang pintu. Ada Ansel adik dari Brianna yang baru saja datang sendirian.
"Ada apa, Ansel?" tanya Brianna. "Bukannya kamu harus pergi ke Amerika sekarang?"
Ansel menggelengkan kepala. "Ansel mau ikut ke Jakarta."
"Ngapain?"
Ansel tersenyum misterius. "Hanya ingin," jawabnya asal yang langsung dibalas anggukan begitu saja oleh Brianna.
"Ingin memiliki Casandra," lanjutnya bergumam sembari tersenyum tipis. Untung Brianna dan Bumi tidak mendengarnya.
"Segera bereskan barang kalian. Saya tunggu di bandara. Telat satu menit pun saya tinggal." Setelah mengucapkan itu Bumi berlalu pergi.
Ansel segera menghampiri kakaknya. Menatap Brianna dengan serius.
"Kenapa?" tanya Brianna heran.
"Lo beneran hamil?" selidik Ansel memperhatikan tubuh kakaknya.
"Menurut kamu?" sinis Brianna kesal.
"Kakak udah pendarahan, dokter juga udah bilang usia kandungan kakak tiga minggu. Kamu kenapa gak percaya banget sih?"
Ansel memutar bola matanya malas. Tangannya terlipat di depan dada. "Jujur deh sama gue, bukan Bumi kan yang lakuin ini?" tanya Ansel. Sedari awal ia memang merasa ragu dengan semua ini. Ia akui kakaknya ini memang ratu drama, maka dalam kejadian sekarang pun Ansel tak begitu mempercayainya.
Brianna berdecak. "Kenapa semua orang gak percaya sama gue sih?" kesalnya mulai mengeluarkan bahasa lo-gue.
"Karena emang gak percaya. Lo lupa kalo lo itu dijulukin ratu drama?" ejek Ansel tanpa rasa iba. Brianna hanya mendengus kesal.
"Jelasin ke gue, gimana ceritanya lo bisa bunting kayak gini?" tanya Ansel menantang. "Ingat, jangan pernah bohong."
"Iya-iya!" kesal Brianna langsung memulai bercerita.
Setelah mendengar kabar bahwa Bumi sedang berada di Italia. Lantas Brianna yang kebetulan sedang berada di Swiss langsung berangkat menuju Italia saat itu juga. Ia sudah merindukan Bumi. Pria psikopat yang sudah mengambil hatinya akhir-akhir ini.
Begitu sampai di Itali. Brianna tidak langsung menemui Bumi. Wanita itu pergi ke bar lebih dulu untuk mencari kepuasan.
"Wanita yang kemarin saya hancurkan, sudah dibereskan?" tanya Brianna pada pengawalnya.
"Sudah, Nyonya."
"Bagus, untuk hari ini biarkan saya sendiri. Saya akan bermalam di bar hari ini."
"Baik, Nyonya."
Pengawal tersebut berlalu pergi. Brianna yang sudah berpakaian seksi, dengan belahan dada yang nampak jelas itu mulai memasuki bar.
Seluruh tatapan para pria buaya langsung menyorot ke arahnya. Menatap lapar tubuh Brianna yang sangat menggoda iman mereka.
Namun tatapan Brianna malah jatuh pada sosok pria bertubuh tegap. Memakai jas hitam dengan rambut yang acak-acakan.
"Bumi?" gumam Brianna dengan mata menelisik.
"Kalau memang sudah jodoh, kita pasti akan bertemu dengan sendirinya." Brianna tersenyum lebar. Menyelipkan rambutnya yang sempat menghalangi wajahnya ke belakang telinga. Lalu berjalan pelan bak model menghampiri Bumi.
"Hai, my boy." Brianna langsung duduk di samping Bumi. Pria itu ternyata sedang sendirian. Semakin membuat Brianna senang bukan main karena ia bisa lebih leluasa.
"Siapa kamu?" selidik pria itu dengan mata memicing. Sepertinya sudah dipengaruhi oleh alkohol.
"Hey, ini aku Brianna."
Brianna dapat melihat Bumi sempat mengernyit. Lalu terkekeh pelan.
"Bawa saya ke kamar, saya sangat mengantuk." Bumi memijat pelipisnya yang terasa sangat pening. Sementara Brianna sudah tersenyum menggoda. Tanpa pikir panjang wanita itu memapah Bumi dan membawanya ke salah satu kamar VIP.
Sesampainya di sana, Brianna membaringkan Bumi di ranjang. Lalu ia duduk di sampingnya. Memperhatikan wajah Bumi yang mulai tak sadarkan diri.
"Kamu sedikit berubah ternyata." Brianna mengelus pipi Bumi lembut. Yang tanpa disadari sentuhan itu membangunkan sisi liar Bumi.
Brianna dengan sengaja gencar menggoda Bumi dengan menyentuh beberapa bagian dari tubuh pria itu yang lumayan sensitif. Otomatis Bumi terangsang dan langsung mencumbu Brianna.
Brianna tertawa, ia langsung mengabadikan kegiatan mereka berdua melalui ponsel untuk menjadi bukti suatu saat nanti.
Dan setelahnya, mereka berdua melakukan hal keji itu. Bumi dengan situasi tak sadar, dan Brianna yang menikmati semuanya dengan kesenangan.
"Gila, kakak gue gila!" umpat Ansel menggeleng tidak percaya. Brianna malah terkekeh.
"Habis kejadian itu lo bener-bener gak jeblos sama orang lain lagi?" tanya Ansel dan Brianna menggeleng.
"Bumi bikin gue puas, gue gak--"
"Udah stop, jijik gue dengernya."
Brianna langsung berhenti berbicara dan memutar bola matanya malas. Adiknya selalu saja seperti ini.
"Cepat bereskan barang kakak, sebelum Bumi meninggalkan kita." Ansel mengangguk dan segera menyuruh pengawal membereskan barang-barang dirinya dan Brianna.
...
Seluruh teman Sandra dan Cakra berkumpul di rumah Sandra. Mereka dengan sengaja datang karena permintaan Cakra. Awalnya Cakra hanya menyuruh mereka datang tanpa menjelaskan alasan kenapa mereka harus kemari. Namun, ketika mereka sampai di kamar Sandra dan melihat gadis itu yang sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Lama kelamaan mereka mendesak untuk bertanya ada apa. Dan Sandra bercerita dengan sendirinya. Hingga saat itu juga mereka menyesal telah memaksa Sandra untuk bercerita. Tak menyangka ternyata akibat Sandra menangis adalah karena sebuah permasalahan yang cukup rumit.
Hanson dan Jovan kembali ke Markas Bumi. Mereka sepertinya ada sebuah urusan entah itu apa. Sedangkan Cakra masih setia bersama Sandra. Kedua orang tua gadis itu yang sudah mengetahui semuanya langsung bergerak menuju rumah orang tua Bumi. Entah apa yang sedang mereka lakukan sekarang. Sandra sendiri tidak tahu.
Ia ingin menenangkan hatinya. Menyembuhkan perasaan sakitnya. Mendinginkan perasaannya.
"Anjing, Sultan setan. Makanan gue kenapa lo makan?!" teriakan Vanya menggelegar di kamar tersebut. Sandra menoleh dan menggeleng pelan. Vanya dan Sultan kembali bertengkar.
"Ini makanan punya siapa? Yang beli siapa? Pake duit siapa? Ya suka-suka gue, lah!" Balas Sultan tak mau kalah.
"Raja, sodara lo nih. Kok ngeselin sih?!" adu Vanya pada Raja yang sibuk bermain ps bersama Cakra.
"Cih, cupu. Tukang ngadu!" ejek Sultan terus menggoda Vanya.
Vanya melotot dan melempar salah satu snack tepat di kepala Sultan. Gadis itu menjulurkan lidahnya ikut mengejek. Dan segera berlari menghampiri Sandra dan Claire.
"Berantem mulu deh kalian," ujar Claire merasa jengah. Sandra hanya tersenyum maklum.
"Dia yang ngajak ribut mulu, najis emang. Apa?! Ngapain lo liat-liat?!" sewot Vanya lagi ketika Sultan mencuri pandang ke arahnya.
"Geer dih si lonte, orang gue lirik-lirik Sandra kok!" Sultan kembali menjulurkan lidah. Vanya tak mau mengubris lagi dan lebih memilih memalingkan muka.
Suara dering ponsel mengalihkan perhatian ketiga gadis tersebut.
"Ponsel lo," ujar Claire yang menyadari lebih dulu. Menyodorkan ponsel milik Sandra. Gadis itu menerimanya, namun saat tau siapa yang menelpon ponselnya langsung ia lempar begitu saja.
Claire dan Vanya saling tatap, sudah terlihat dengan jelas mereka tau siapa yang menghubungi Sandra.
"Gak mau diangkat?" tanya Claire pelan. Sandra menggeleng dengan wajah datar.
"Coba aja dulu di angkat, siapa tau penting. Atau bahkan dia mau jelasin semuanya." Claire kembali menyodorkan ponsel milik Sandra. Gadis itu hendak menerimanya, namun Vanya segera mencegah.
"Kalo dia emang bener-bener niat mau ngejelasin semuanya. dia pasti dateng ke sini, dia pasti nemuin Sandra." Vanya menekan tombol merah di ponsel. "Jangan diangkat, biarin aja. Biarin dia kalut sendirian, biarin dia cemas, kalo dia bener-bener peduli sama lo, dia pasti datang ke sini dan nemuin lo."
Prok prok prok
"Lonte pinter juga ya!" teriak Sultan dengan nada mengejek yang langsung mendapat tatapan tajam dari Vanya.
"Eh Sultan abal-abal!" teriaknya kesal. "Lo punya dendam apa sih sama gue?!"
Sultan tertawa, tak menjawab dan malah mengerling nakal ke arah Vanya.
"Najis dih," cibir Vanya.
"Eh bentar, lo pada tau gak?" ujar Sultan merubah raut wajahnya menjadi sedikit lebih serius.
"Nggak," balas mereka serempak. Sultan langsung mendengus. "Iya, dengerin ini gue mau cerita."
"Apa-apa?" tanya Raja langsung berhenti bermain ps, Cakra pun pasrah dan ikut memperhatikan Sultan.
"Aduh, selama ini gue kira bibir gue kena sariawan, terus pecah-pecah. Ternyata gue belum gibah, ayo dong gibah!" seru Claire semangat. Vanya ikut mengangguk dan menatap Sultan sepenuhnya.
"Jadi gini, pas tadi gue beli snack ke minimarket, gue ketemu sama orang yang kayaknya lagi pacaran. Si cowok nyuruh ceweknya buat pake helm, eh tapi si ceweknya malah bilang gini. Aku maunya dipakein sama kamu. Kata dia gitu, terus gue lihat cowoknya gak mau karena emang dia lagi megang barang." Sultan sudah menampilkan wajah menyebalkan. "Ceweknya tetep kekeh gak mau make sendiri, dong. Gue yang nyimak aja ikut kesel. Tuh cowoknya sama aja kekeh gak mau makein."
"Nih ya, kalo gue diposisi tuh cowok. Biar gak ribet, dan karena gue pinter. Kenapa coba itu barangnya gak taro dulu di bawah? Terus makein helm si ceweknya, biar diem."
Sultan sudah mengubah posisi duduknya menjadi berjongkok. Yang lain ikut menyimak dengan serius.
"Dan mereka putus, anying! Cuma gara-gara gak mau masang helm, mereka sampe putus!" seru Sultan membuat mereka tertawa terbahak-bahak. "Sumpah, di situ gue yang awalnya mau masuk gak jadi masuk! Gue malah nyender di kaca minimarket nontonin mereka yang berantem cuma gara-gara gak mau masangin helm!" Sultan menggelengkan kepala.
"Si ceweknya pergi tuh ninggalin cowoknya. Terus si cowoknya ngejar, dan barang yang tadi dia pegang di taruh di bawah. Sumpah anying, disitu seketika gue pengen teriakin tuh cowok bego setengah sekarat! Ngapain itu barang baru ditaruh sekarang, kenapa gak dari tadi aja anying?!"
Tawa di kamar Sandra pecah. Mereka tertawa dengan terbahak-bahak.
Sultan semakin asik bercerita. Posisinya kini sudah berdiri memperagakan apa yang ia ceritakan.
"Terus gue kan posisi masih nyender di kaca tuh minimarket. Gue gak nyadar itu di sebelah pintu. Yang otomatis itu pintu gak bisa ke buka karena ada gue yang halangin. Eh si goblok ...." Belum melanjutkan cerita, Sultan sudah lebih dulu tertawa terbahak-bahak.
"Dan anying ... hahaha ... gue .... hahahaha sumpah gak kuat ... anying gue malu, setan." Sultan terus tertawa sembari memegang perutnya.
"Sialan, selesain dulu cerita lo. Jangan ketawa mulu, goblok!" seru Raja yang ikut tertawa karena mendengar tawa Sultan yang menurutnya sangat konyol.
"Pas gue balikin badan buat masuk, karena itu drama udah selesai. Anying gue kaget, bro! Di dalem minimarket tepatnya di depan pintu banyak orang yang ngantri dan natap gue datar. Hahaha ... sumpah ya anjing, demi alek! Aing disitu bingung, kok mereka gak keluar? Eh si setan, tau-taunya gue yang halangin! Mereka gak bisa keluar, dan nunggu gue sadar! Demi alek, gue malu anjing!" Sultan menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.
"Woi udah dong! Haduh, capek ... hahaha." Vanya tertawa paling heboh, bahkan air matanya ikut keluar saking merasa lucunya. Claire sibuk tertawa sembari memukul-mukul karpet. Sedangkan Sandra tertawa kencang dengan tangan terus memukul lengan Cakra.
"Disitu gue buka tuh pintu, terus bilang maaf ke mereka. Udah sampai di situ, gue lanjut ambil makanan banyak."
"Lo gak joget-joget di depan cctv, kayak biasanya kan?" selidik Raja, mengetahui kebiasaan Sultan yang sering joget atau bergaya tidak jelas di depan cctv minimarket.
"Anying, ya kalo itu mah wajib, Ja. Gue kalo ke minimarket suka banyak gaya di depan cctv. Sok bergaya paling cool, ngerasa paling ganteng. Gue gini di depan cctv." Sultan berdiri tegak dengan gaya cool, lalu menyugar rambutnya dan membenarkan poninya.
"Tau-tau dibelakang ada yang nyeletuk. Cewek, mereka pake baju persis kayak anak slowmo di tiktok, anjing. Mereka bilang gini ...." Sultan berdehem, menirukan suara perempuan. "Ganteng doang, lihat cctv aja langsung norak."
"Pftt ... hahahaha!!!"
"Gue langsung bales tuh, gue bilang ... cantik doang, muka sama leher beda warna, canda warna."
"Anying!" umpat Cakra dan Raja kembali tertawa terbahak-bahak.
"Gak ngerti lagi gue, mereka langsung ngaret. Kayaknya nyadar diri, bagus gue suka yang begitu!" Sultan terkekeh pelan sembari menggelengkan kepala.
Sandra tertawa, tangannya terus memukul paha Cakra karena tidak kuat. Kepalanya menyender di bahu pria itu dengan sisa tawa yang masih terdengar.
Cakra merasa lega, ia mengode Sultan tanda berterimaksih. Sultan yang paham langsung mengangguk dan mengedipkan matanya. Ia juga merasa senang berhasil mengalihkan dunia Sandra.
Cakra mengelus kepala Sandra dan mengecupnya pelan. Semoga saja gadis ini melupakan sejenak segala luka dan memberikannya sebuah senyuman yang menandakan ia sudah baik-baik saja.
"Capek anjir, perut gue sakit!" keluh Vanya memegang perutnya.
"Sama, Nya. Si Sultan sekalinya nyerita bikin mulut gue jadi pegel karena ketawa terus," timpal Claire.
"Bagus dong, gue penambah mood kalian semua," sahut Sultan terkekeh, sibuk mengibaskan kaosnya merasa kegerahan.
"Terakhir deh, terakhir!" ujar Sultan memecah keheningan.
"Yang serius kali, Tan. Gue capek ketawa anjir!" ucap Sandra. Sultan malah terkekeh.
Sultan berdehem sebentar, lalu ia berkata, "waktu itu gue nongkrong sendirian, karena Raja lagi turnamen, Cakra mageran. Gue nongki di Cafe yang depan sekolah, yang baru itu."
"Gue duduk di pojokan, karena emang itu doang yang kosong. Nah, tepat di samping gue itu kumpulan cewek-cewek lagi pada nongki."
"Mereka kayak gibahin seseorang gitu, awalnya sih gue cuek, dan sibuk main game sama ngopi. Eh tiba-tiba ada salah satu cewek di sana nyeletuk. Dia kayak nyombong gitu, scincare yang dia pake itu mahal, rumahnya gedung, banyak bacot pokoknya. Terus gue iseng tuh nyeletuk." Sultan berdehem. "Ekhem, maaf nih, mbak. Tadi katanya rumah mba, gedung tuh. Kira-kira bisa ada lowongan penyewaan kapan, ya? Saya mau ngadain acara buat orang-orang yang caper, mau buatin mereka panggung. Nanti juga mba bisa ikut berpartisipasi." Sultan terkekeh pelan.
"Terus gue berdiri tuh, sambil sok cakep ngacak-ngacak rambut." Sultan memperagakan ucapannya. "Gue bilang lagi sama mbaknya. Kayak gini ...."
"Maaf ni mba, bukannya mau sombong. Saya buat ke kamar mandi aja gak bisa jalan kaki, harus naik pesawat. Gak heboh dan cerita sana-sini, tuh. Eh iya sih, cara orang menyampaikan kesombongan kan beda-beda, ya, mbak."
"Anying sumpah, disitu gue ngakak banget liat muka tuh cewek yang udah merah nahan emosi gitu. Gue semakin semangat dong buat memancing keributan."
"Goblok," umpat Raja menggelengkan kepala. Menyeruput kopi dan kembali mendengarkan Sultan.
"Karena situasi udah gak kondusif, anjay bahasa gue!" Sultan terkekeh. "Gue jalan ke barista mesen kopi lagi, terus pas balik mau duduk, eh gue denger tuh cewek gibah lagi."
"Katanya gini ...."
"Emang dasar ya, cowok semua sama aja, suka nyinyir kayak cewek, hujatan mereka juga kadang lebih nyelekit, belum lagi yang suka banyak tingkah. Kata mereka gitu."
"Terus ada lagi yang bilang, cowok mah modal ganteng doang, dalemnya pada bejat, mikirin sex mulu. Senakal-nakalnya gue ya, gue gak pernah tuh ninggalin tanggung jawab gitu aja. Mereka ... nah belum juga dia selesain ngomongnya, gue sela tuh omongan si cewek."
"Mohon maaf nih, mbak cantik yang selalu merasa benar. Sebejat-bejatnya saya, senakal-nakalnya saya, saya gak pernah tuh hamil diluar nikah."
"Anying, bego!" umpat Cakra tidak kuat.
"Mereka langsung kicep anjir, gue ketawa jahat banget disitu. Langsung ngaret kabur keluar karena gak kuat nahan ketawa." Sultan mengusap keningnya yang berkeringat.
"Dah lah anjing, capek mulut gue. Sini bayaran lo semua, cerita butuh tenaga!"
Mereka lantas menendang kaki Sultan di sela tawa mereka.
"Makasih."
Semua menoleh ke arah Sandra yang baru saja berbicara.
"Makasih udah buat ketawa, makasih udah nemenin gue disaat gue kayak gini. Makasih banget," ujarnya tersenyum tulus.
Vanya dan Claire sontak memeluk Sandra dengan erat. Raja dan Sultan yang hendak ikut bergabung segera Cakra tendang untuk menjauh.
"Cih, dirinya sendiri sering pelukan," sindir Raja.
"Sahabat," balas Cakra cuek.
"Gue juga sahabat," timpal Sultan.
"Gak boleh."
"Alah bilang aja posessive, gak mau miliknya disentuh." Raja dan Sultan langsung bertos.
"Sialan!" umpat Cakra memalingkan muka.
...
Revisi/150421
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top