Fils De Pute
Warning
Part ini terdapat beberapa kata kasar dan tindakan tak mengenakan. Harap pembaca bijak dalam membacanya, ya. Yang lagi makan, hati-hati juga.
..
Fils De Pute = Pria bajingan
Sudah 3 hari lamanya, Sandra tidak bertemu dengan Bumi. Entah, Sandra juga tidak tau kemana perginya pria itu. 3 Hari lamanya pria itu tidak menganggu, mengusik dan menemui dirinya. Yang seharusnya Sandra merasa senang, berbeda dengan keadaan sekarang. Gadis itu malah terlihat merasa kehilangan.
Selama 3 hari itu pula, ia jadi mulai sering menghabiskan waktu bersama Liam. Semenjak Liam mencurahkan isi hatinya waktu itu mereka menjadi semakin lebih dekat.
"Eh, Sandra!"
Gadis yang dipanggil namanya menoleh, lalu mengangkat alisnya tanda bertanya.
"Gue denger, lo lagi deket sama Liam?" tanya gadis tersebut membuat Sandra menghela nafasnya berat. Lagi dan lagi pertanyaan membosankan.
"Apalagi kali ini?" jengah Sandra.
Gadis tersebut terkekeh, lalu menggeleng pelan. "Udah banyak, ya? Yang nanya lo soal ini?"
Sandra mengangguk malas. "Bosen gue tiap hari ada aja cewek yang bilang. Oh ini, yang lagi deket sama Liam? Eh, lo lagi deket sama Liam? Ratusan kali gue denger banyak cewek nanyain itu, sampe panas ini telinga."
Gadis di depan Sandra tersenyum tipis, ternyata benar dugaannya. Sandra belum mengetahui kebenaran tentang Liam. Pria itu benar-benar menyembunyikan semuanya dari Sandra.
"Mungkin karena emang mereka jarang liat Liam deket sama cewek, makanya pas tau ada cewek yang lagi deket sama dia, mereka langsung heboh."
Sandra mengangkat bahunya, merasa acuh dan tak peduli. Ia sudah merasa malas dengan pertanyaan seperti itu.
"Pulang sekolah nanti, dia pasti ngajak janjian di gedung belakang sekolah?" tebak gadis tersebut yang langsung membuat Sandra mengernyit bingung.
"Kok Lo tau?" tanya Sandra cepat.
"Asal nebak aja sih," balas perempuan tersebut sembari terkekeh. Ia menunduk sebentar untuk melihat arloji. Lalu kembali mendongak, menatap Sandra serius.
"Gue harap lo jangan dateng, kalo mau dateng pun jangan sendirian." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, gadis itu menepuk bahu Sandra dan berlalu pergi. Meninggalkan Sandra yang masih mencoba mencerna perkataan gadis tadi.
"Apa sih? Aneh banget," gumam Sandra bingung. Ia kembali berjalan, menyusuri koridor. Tak mau ambil pusing perihal perkataan gadis tadi.
Di tengah perjalanan, ia melihat Amora sedang duduk di depan kelas bersama seorang gadis yang Sandra tau bernama Audy. Sandra terdiam, apa sebaiknya ia menanyakan perihal keberadaan Bumi? Tapi, apa itu perlu?
"Bodo, gue udah penasaran!" putus Sandra pada akhirnya dan langsung menghampiri Amora.
"Hai," sapa Sandra pada dua gadis cantik tersebut.
Mereka mendongak, lalu tersenyum lebar.
"Halo, kak!" sapa keduanya ramah. Sandra menggaruk kepalanya, bingung akan memulai pembicaraan dari mana. Tak mungkin jika ia langsung bertanya perihal keberadaan Bumi, kan?
"Ada apa, kak?" tanya Amora.
Sandra tersenyum kikuk, menggaruk tengkuknya karena bingung. "A-anu, duh gimana, ya ngomongnya?"
Amora memicing sebentar, hingga detik berikutnya ia malah tersenyum misterius. Sandra yang melihat itu mengernyit.
"Kenapa natap gue, gitu?"
"Amora tau, kakak pasti mau nanya ke mana Bang Bumi kan?" tebak Amora terkekeh pelan. Sandra hanya nyengir.
"Jadi kakak gak tau, Bang Bumi ke mana?" tanya Amora lagi terkejut. Padahal ia hanya asal menebak. Namun ternyata tebakannya benar. Sandra tidak mengetahui ke mana Bumi pergi? Apa kakaknya itu tidak memberitahu Sandra?
"Boleh gue tau dia ke mana?" tanya Sandra meringis.
"Bang Bumi ke Itali, ada pekerjaan di sana. Udah dari tiga hari yang lalu malah. Aku kira kakak udah tau."
Sandra terdiam, ke Itali? Waw! Kenapa ia baru mengetahuinya sekarang? Kenapa pula pria itu tidak memberitahu dirinya?
Pantas saja, selama ia pergi bersama Liam. Tak ada satu pesan menyuruhnya untuk pulang, tak ada pesan yang menyuruhnya untuk menjauhi Liam, tak ada orang yang menghalangi dirinya saat sedang bersama Liam.
Harusnya Sandra bahagia, ia merasa lega tak ada menghalangi hubungannya dengan Liam. Tapi, entah mengapa yang Sandra rasakan sekarang adalah kehampaan. Ia justru malah menyukai sikap Bumi yang seperti itu, yang selalu melarangnya, menegurnya dan memisahkannya dengan Liam.
Okay Sandra, what's wrong with you now?
"Fiks, ini mah gue mulai suka sama, Bumi!" gumam Sandra pelan setelah berpamitan pergi kepada Amora. Gadis itu lalu menggelengkan kepalanya saat menyadari apa yang telah ucapkan.
"Tapi, Liam?"
"Tau, lah anjir! Pusing gue, mau nyari mangsa aja. Nih tangan udah gatel pengen jambak rambut orang."
...
"Arrghh--lepaskan aku!"
Srett
"T-tolong, maafkan aku, Tuan!"
Sosok pria yang sedang memegang pisau tersenyum menyeringai. Tangan dan seluruh pakaiannya sudah terkena banyak noda merah. Segumpal darah yang berasal dari tubuh pria di depannya yang sudah tergeletak mengenaskan.
"Jika saja kamu tidak membocorkan rahasia perusahaan, saya tidak akan repot-repot datang ke sini, sialan!"
Dug
Pria tersebut menendang tulang kering pria di hadapannya. Lalu tanpa rasa kasihan sedikitpun ia menginjak perut pria tersebut dengan kuat, hingga pria yang tergeletak itu memuntahkan cairan yang sudah bercampur dengan darah.
"King, lima menit lagi klien datang."
Bumi, pria sadis yang sudah terkenal dengan julukan King itu berdesis. Menendang kuat pria di bawahnya dan berlalu pergi.
"Bereskan keparat ini, jangan dibuat mati. Hukum saja dan kurung di tempat itu selama-lamanya." Bumi mencuci tangannya yang sudah berlumuran darah, dari matanya masih terpancar dengan jelas sebuah kilatan penuh dendam dan juga emosi. Ia mulai mengatur emosi, memejamkan matanya sebentar.
"Matikan kamera, atau lo gue bunuh juga!" sentak Bumi geram, menatap sosok pria dipojokan dengan nyalang. Pria yang merupakan saudara kembar Bumi sendiri itu langsung kicep dan segera menghapus rekaman tadi. Ia dengan gesit berdiri dan lari terbirit menjauhi Singa yang sedang kelaparan. Mengamankan diri dari amukan Singa.
Bumi mengusap wajahnya kasar. Masalah lain belum selesai, lagi dan lagi ada saja masalah baru yang menganggu.
"Biarkan Bima yang urus klien, gue mau ke Apartemen. Dua jam lagi kita pulang ke Indo."
Raksa melotot, menatap punggung Bumi yang sudah menjauh dengan tatapan tidak percaya.
"Sial," umpat Raksa kesal. Ia menatap para pengawal yang berdiri di belakangnya. "Urus keparat ini, dan ikuti perintah King tadi."
Raksa segera bergegas keluar dari ruangan tersebut. Saat hendak memberitahu Bima perihal klien. Ternyata pria itu sudah lebih dulu bergerak cepat. Raksa dapat melihat Bima yang sedang berbincang dengan klien di lantai bawah. Di sebuah Cafe milik pria itu.
Merasa urusan perihal klien sudah terselesaikan. Pria itu segera pergi mengejar Bumi. Sekaligus memesan tiket untuk kepulangan mereka.
Sesampainya di Apartemen, Bumi segera mengambil pisau lain di dalam kotak. Membawa senjata itu menuju ruangan yang sudah ia siapkan semenjak kedatangannya ke Itali.
Gelap, bau amis, dan sangat kotor. Tiga hal yang menggambarkan ruangan tersebut. Bumi mulai memakai masker, dan sarung tangan.
"Sudah lama aku tidak bermain bersama kalian."
Suara berat plus rendah pria itu menggema di ruangan yang cukup gelap. Hanya ada suara rusuh tak beraturan. Seperti suara hewan yang meminta dilepaskan.
Bumi berjongkok, menatap 2 hewan yang sudah terikat. Pria itu tersenyum menyeringai. Tangannya sudah gatal, gairah untuk membunuh kembali datang.
"Dasar pria tua Bangka!" umpat Bumi mulai menusuk hewan tak berdosa itu brutal. Hingga darah yang berasal dari perut hewan tersebut mulai memuncrat keluar. Mengenai pakaian pria itu.
"Selalu saja menganggu, keparat sialan!" Kini Bumi memotong lehernya, dan mengambil kepalanya untuk ia lempar kemana saja. Matanya mulai menggelap dikabuti perasaan marah.
Pandangan Bumi jatuh pada satu hewan lagi yang masih berada dalam kondisi utuh. Ia berdesis, wajahnya semakin jelas menampilkan guratan kemarahan.
"Liam," desis Bumi dengan nada tertahan.
"Sampai saat ini saya memberi kamu kebebasan, saya masih berbaik hati tidak membunuh kamu."
Srett
"Tapi kamu semakin kurang ajar!"
Bumi mulai membedah perut Kelinci. Si hewan tak bersalah yang sekarang sudah akan Bumi bedah. Hingga darah kembali merembes keluar dari tubuh Kelinci tersebut.
"Dia milik saya, dan saya tidak akan pernah melepaskan Sandra."
Bumi melempar pisau asal. Tangannya mulai mengobrak-abrik perut si Kelinci dengan ganas.
"Apapun yang sudah menjadi milik saya, akan tetap menjadi milik saya! Saya tidak akan pernah membiarkan siapapun untuk merebutnya!"
"Dan kamu," geram Bumi mencabut salah satu organ di dalam tubuh Kelinci dan mulai mengguntingnya menjadi bagian-bagian kecil.
"Bocah ingusan yang selalu mengganggu. Kamu merebut perhatian Sandra dan saya tidak suka itu!"
"Sialan!"
"Hari ini saya bisa melampiaskan kamu kepada hewan tak bersalah ini, tapi tidak dengan nanti. Saya akan langsung membunuh kamu! Tunggu saya, Liam."
Bumi memasukan organ yang sudah digunting tadi ke dalam toples dan menutupnya dengan padat.
"Kamu akan segera saya habisi, karena telah berani mengusik seorang Bumi Aiden Catra."
...
"Kita ketinggalan pesawat!" teriak Raksa frustasi.
Kedua saudara kembar yang diteriaki hanya duduk santai tanpa merasa kesal ataupun panik. Raksa mengumpat di dalam hati. Dosa apa ia bisa berhadapan dengan dua manusia aneh yang sangat menyebalkan. Mereka ketinggalan pesawat! Camkan itu, ketinggalan. Tapi lihatlah, dua pria tampan di depannya ini masih terlihat santai. Yang satu bermain ponsel, yang satu lagi sibuk memakan camilan.
Minta banget ditampol itu muka mereka. Anyinglah, mana gue pengen berak lagi. Batin Raksa berdecak kesal.
"Heh, Upin Ipin!" panggil Raksa pada Bumi dan Bima. Kedua saudara kembar itu tak merespon membuat Raksa semakin darah tinggi.
"Upin, Ipin! Tengok sini, Kak Ros nak bicara!" teriak Raksa sembari berkacak pinggang. Logatnya ia ikuti seperti film kartun itu, logat Melayu.
"Apa sih?" balas Bima jengah.
"Kita ketinggalan pesawat, Oneng! Ini gimana?"
"Ya, cari pesawat baru lah!" balas Bima enteng.
"Sinting, mana bisa?"
"Bisa lah, semua akan halal pada masanya!"
"Gak nyambung, goblok!"
"Cih, kasar!"
"Dasar Bima sakti! Hobinya jadi beban keluarga aja, lo!"
Bima mendelik, melempar Snack yang ia makan ke arah Raksa. "Dasar babu! Hobinya ngerecoh aja kayak emak-emak!"
Raksa menggerutu, matanya mengedar untuk mencari seseorang.
"Bima sakti," panggil Raksa sembari menepuk bahu Bima beberapa kali.
"Apa?!"
"Ck, itu ada petugas. Sana lo tanyain, ada tiket atau penerbangan ke Indo lagi gak."
"Ya, lo aja yang tanya. Lo kan babu!" ujar Bima setelah itu ia tertawa. Namun hanya bertahan sebentar, karena detik berikutnya ia tersedak.
Raksa tergelak. "Kualat!" ejeknya tertawa. Bima hanya mendengus dan mulai meminum air. Ia memperhatikan Raksa yang sudah berjalan mendekati pria paruh baya. Dilihat dari wajahnya, sepertinya petugas tersebut memiliki darah Asia.
"Excuse me, sir." Raksa tersenyum sopan pada petugas bandara tersebut. Pria tersebut lantas menoleh, dan balas mengangguk untuk menyapa lalu tersenyum.
"I would like to ask, is there another ticket to Indonesia for today?"
"No, because that flight was the last flight."
Raksa menggaruk kepalanya bingung, ia berbalik menatap Bima. "Artinya apaan Bim?" bisik Raksa pelan membuat Bima tertawa. Pria itu bangkit dan berjalan ke arah mereka.
Dasar Raksa, bodoh!
"Okay, thank you, sir. Please get back to work. Forgive my friend, he's in a state of madness." Bima tersenyum sopan. Raksa hanya ikut mengangguk-angguk saja, padahal ia tidak tau arti dari apa yang Bima jelaskan itu apa. Coba saja ia tahu artinya, mungkin mereka akan kembali berkelahi.
Pria paruh baya tersebut terkekeh pelan.
"Kalian dari Indonesia?"
Terkejut, Raksa melotot kaget.
"Loh, bapak juga dari Indonesia toh?"
Pria tersebut mengangguk. "Iya, saya bekerja di Italia karena kebetulan Istri saya juga bekerja di sini."
"Woah, kenapa gak bilang daritadi? Saya capek-capek ngomong bahasa inggris!"
Pria paruh baya tersebut hanya terkekeh. "Maafkan saya, dan juga penerbangan beberapa jam yang lalu adalah penerbangan terakhir. Kalian bisa memesan tiket kembali besok."
"Iya, pak makasih sudah memberitahu."
"Baiklah, saya harus kembali bekerja, Assalamualaikum."
"Sial, gue di prank sama Aki-aki!" gerutu Raksa kesal.
"Apa sih?!" sewot Raksa saat sedari tadi Bima terus menepuk bahunya.
"Bapak tadi ngucap salam, lo gak bales?"
"Waalaikumsalam!" sewot Raksa lagi dan berbalik untuk menghampiri Bumi.
"Loh, Bumi mana?" tanya Raksa terkejut. Di sana hanya ada dua pengawal yang sedang berdiri tegap menjaga koper dirinya dengan Bima.
Bima ikut berbalik, dan mengernyit. Ia melangkah mendekati pengawal tersebut.
"Di mana King?" tanya Bima datar.
"King sudah pergi menggunakan jet pribadi miliknya."
Bima dan Raksa melotot.
"Terus kita ditinggal, begitu?!"
Pengawal tersebut mengangguk.
"King memberi surat untuk, Tuan."
Bima langsung mengambil surat tersebut. Raksa yang kepo ikut membacanya.
Sebenarnya tidak perlu sepanik itu karena ketinggalan pesawat. Kalian lupa, gue punya jet pribadi? Gue balik duluan, kalian terlalu berisik. Pulang sendiri, kalian sudah besar.
Sial.
"Gara-gara lo sih!" tuduh Bima menyenggol lengan Raksa.
"Ya, lo ngajak gue adu mulut mulu!"
"Ya, lo! Kenapa selalu balas omongan gue?!"
"Tuan, sebaiknya kita segera kembali ke Apartemen."
"DIAM!" sentak Bima dan Raksa berbarengan. Mengundang tatapan aneh dari pengunjung lain. Pengawal tersebut kembali menunduk dan memilih diam.
Beberapa menit terdiam, Bima akhirnya menyeringai.
"Ah, iya. Gue juga punya helikopter, dulu dikasih hadiah sama kakek." Bima dengan sengaja menaikkan volume suaranya agar dapat didengar oleh Raksa.
"Res, panggil seseorang untuk menjemput saya menggunakan helikopter milik saya hari ini." Bima menyuruh salah satu pengawal yang langsung dipatuhi dengan cepat.
"Selamat tinggal, Babu." Bima tersenyum menyeringai sembari melambaikan tangannya. Raut wajahnya nampak menyebalkan.
Raksa melotot, dengan cepat bangkit dan berlari mengejar Bima.
"Bima sakti, ikut woy!"
"Heh Ipin! Jangan durhaka lo sama, Kak Ros!"
Bima mendengus kesal, dan tak menghiraukan teriakan Raksa.
...
"Hai, Cantik!"
"Lo?"
"Haha, iya ini gue. Sini dong, kok jauhan gitu?"
"Lo kok di sini sih? Nanti kalo ada yang liat kita gimana?"
"Gak bakal ada yang liat, sini deh. Gue kangen tau!"
"Baru aja semalem, lo ke rumah gue."
"Haha, gue kangen lagi."
Cup.
Pria tersebut mengecup bibir perempuan tadi.
"Ini sekolah! main sosor aja lo!"
Pria tersebut tertawa, dan mulai melingkarkan kedua tangannya di pinggang gadis tersebut. Menyembunyikan wajahnya diceruk leher gadis tersebut.
"Keluar lagi deh manjanya." Perempuan tersebut mengacak rambut sang pria.
"Ish udah ah, gue mau ke ruang guru."
"Lepas, sayang!"
Pria tersebut lantas melepaskan pelukan dan sedikit menjaga jarak. Lalu mengerucut sebal.
"Nanti malem ke rumah gue lagi aja, oke? Gue tunggu, bye!" Perempuan tersebut mengedipkan matanya dan pergi meninggalkan pria tersebut.
Sang pria berdecak, ia duduk di sofa yang sudah kusam. Lalu mengambil ponselnya yang berdering.
"Sayang!" teriak seseorang dibalik sambungan.
"Hai, kamu ke mana aja?" tanya pria tersebut kembali dalam mood bagus.
"Aku baru pulang dari Inggris, pulang sekolah nanti kamu ke Apartemen aku, ya?"
"Tapi telat sedikit, bolehkan sayang?"
"Ya boleh, asal bawakan aku hadiah!"
Pria tersebut terkekeh. "Ya oke, nanti aku bawain hadiah. Udah dulu ya, bye."
"Bye, sayang! I love you!"
tut.
Pria tersebut berdecak dan mulai bersandar pada sofa. Memijat pelipisnya yang terasa pening.
Brak.
Pintu gudang terbuka karena dobrakan dari luar. Pria tersebut membuka mata dan langsung tersenyum lebar saat mengetahui siapa yang datang.
"Liam, ada apa sih? Kenapa manggil gue sekarang?"
Pria yang tak lain adalah Liam langsung menyeringai.
"Aishel!"
...
Translate
I would like to ask, is there another ticket to Indonesia for today?
= Saya ingin bertanya, apakah ada tiket lain ke Indonesia untuk hari ini?
No, because that flight was the last flight
= Tidak, karena penerbangan itu adalah penerbangan terakhir
Okay, thank you, sir. Please get back to work. Forgive my friend, he's in a state of madness.
= Oke, terima kasih, Pak. Silahkan kembali bekerja. Maafkan temanku, dia sedang dalam keadaan gila.
....
Revisi/150421
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top