Approche
HAPPY READING!
..
Approche = Pendekatan
"Bumi, ayolah ikut. Bentar lagi mau di mulai, ini masa gue yang punya Cafe belum ke sana."
Raksa terus membujuk Bumi agar segera datang ke acara peresmian Cafe miliknya. Namun Bumi tetap kukuh tidak ingin datang. Pria itu terus saja sibuk berkutat dengan berkas perusahaan yang sialnya sangat menumpuk.
"Di sana ada Bima, Jovan sama Hanson. Gue lagi sibuk, banyak berkas yang harus diperiksa."
Raksa mendengus, mengangkat tangan mulai menyerah.
"Oke, gue gak akan maksa lagi. Awas aja nanti pas gue telepon lo dan bilang sesuatu terus lo gercep dateng ke Cafe."
"Gak akan," balas Bumi santai dengan tatapan fokus pada berkas.
"Oke gue pergi."
"Iya, silahkan."
"Gue beneran pergi nih."
"Dengan senang hati."
"Oke fiks, gue pergi!"
"Hm."
"Ck, gue pergi nih."
Bumi memejamkan matanya, mencoba bersabar menghadapi sikap menyebalkan Raksa. Ia mulai membuka laci, mengambil pisau tajam miliknya.
"Pergi gak?" kesal Bumi sembari menodongkan pisau tajam itu pada Raksa.
Sontak mata Raksa Melotot. Tanpa pikir panjang pria itu langsung pergi berlari terbirit-birit.
"Dasar bocah," gumam Bumi jengkel dan kembali memeriksa berkas.
...
"Kenapa yang dateng laki semua?" tanya Hanson dengan mata mengedar.
"Ck, si Raksa gak punya temen cewek. Dia selama ini terlalu mengabdi sama Bumi sampe lupa nyari jodoh," balas Bima.
"Astercyo?" tanya Jovan menunjuk salah satu kumpulan remaja di depannya menggunakan dagu. Bima dan Hanson menoleh.
"Iya, Amora yang ngundang. Athyros juga bakal ke sini."
"Eh Wx! Yang punya Cafe ke mana? Kok belum dateng?" tanya Hanson kepada ketiga pria berwajah dingin yang baru saja datang menghampiri mereka.
"Bujuk King," balas Elang cuek.
"Personil kalian satu lagi mana? Kok cuma bertiga?" tanya Bima saat matanya tak melihat keberadaan Garesh. Biasanya, para bagian Wx akan selalu datang bersamaan. Mereka layaknya lem, sangat lengket tak bisa terpisah.
"Tuh," tunjuk Badai ke arah belakang Bima. Mereka langsung menoleh. Garesh bersama Amora berjalan berdampingan.
"Kak Bima!" teriak Amora nyaring yang langsung mengundang perhatian.
"Hey," panggil Bima tersenyum lebar dan membalas pelukan adiknya. Setelah terlepas ia menetap sosok pria yang sedari tadi berada di samping Amora.
"Sandra gak ikut?"
Garesh, Pria itu mengangkat bahunya tanda tidak tau.
"Ck, gue kan suruh lo bujuk dia dateng buat mancing Bang Bumi."
Garesh menghembuskan nafas kasar. "Gue telepon sekarang." Bima langsung mengangguk dan menyuruh Garesh membawa Amora bersamanya.
"Sandra? Siapa?" tanya Hanson. Bima langsung berbalik dan terkekeh.
"Dia cewek yang mau dijodohin sama abang gue."
"Dijodohin? Bumi mau dijodohin?" tanya Hanson tidak percaya.
"Dan dia terima?" tanya Jovan ikut terkejut. Namun raut wajahnya masih nampak tenang.
"Gue gak bisa mastiin abang gue nerima atau enggak. Tapi yang gue liat, dia kayak mulai tertarik sama cewek itu."
"Gak percaya gue kalo Bumi nerima perjodohan gini."
"Guys!"
Ketiga pria tampan menoleh, ada Raksa berdiri dengan gagah memakai setelan jas rapi.
"Gimana? Bos lo mau?"
Raksa berdecak dan menggeleng. "Workaholic banget," balasnya sedikit ketus. Namun tiba-tiba wajahnya berubah berseri.
"Sandra? Mana Sandra? Dia dateng gak?"
"Garesh lagi coba telepon. Udah sih tenang aja, kalaupun dia gak dateng ada kita bertiga."
"Shit, kayaknya cuma kalian berdua. Gue harus pergi sekarang," ucap Hanson dengan raut kesal setelah membaca sesuatu di ponselnya.
"Ada masalah?" tanya Jovan.
"Orang tua gue dateng ke rumah. Di sana masih ada tiga mayat yang belum gue amanin."
"Ck, suruh anak buah bisa. Kenapa lo panik gitu?"
"Sayangnya ruangan itu harus masuk pake sidik jari gue." Hanson mengusap wajahnya kasar. "Gue pergi dulu, sorry Rak!" Setelah menepuk bahu Raksa, Hanson segera pergi dengan tergesa.
"Aneh banget tuh makhluk satu?" gumam Raksa.
"Gak biasanya dia se-panik itu."
"Udahlah biarin. Kalian duduk aja dulu, gue mau nyamperin yang lain." Raksa menepuk bahu Bima dan Jovan. Meninggalkan dua pria itu untuk menyapa tamu yang lain.
"Pacar lo tumben gak diajak?" tanya Bima.
"Males," balas Jovan cuek. Bima hanya menggelengkan kepala.
"Gimana?" tanya Bima begitu Garesh dan Amora datang menuju meja mereka lagi.
"Dia mau ke sini kok. Tapi minta dijemput," ucap Amora.
"Biar Bumi yang jemput," ucap Jovan.
"Kasih tau gih."
"Biar Amora aja, nanti kalo Bang Bumi tetep gak mau, bakal Amora ancam."
"Goodgirl!" ucap Bima mengacak rambut Amora.
Amora langsung mengambil ponsel dan menelpon Bumi.
"Bang?"
"Ya?" jawab Bumi di seberang.
"Abang kok gak dateng ke peresmian Cafe Raksa?"
"Ternyata kamu sama aja, mau maksa abang dateng ke sana juga huh?"
"Abang kenapa gak mau dateng?"
"Jangan paksa abang Amora."
"Dih, yaudah. Tadinya kalo abang mau dateng sekalian Amora mau nyuruh abang jemput kak Sandra. Tapi karena abang gak mau, yaudah Amora bakal minta Bang Bima aja yang jemput."
Bima langsung terkekeh saat Amora mengedipkan mata ke arahnya.
"Bang? Yaudah, Amora tutup ya. Amora mau minta Bang Bima jem--"
"Oke abang dateng."
tut.
Amora langsung tersenyum kemenangan. Bima yang melihat itu ikut tersenyum. Mereka bertos ria.
...
Di dalam ruangan pribadi, Bumi segera bangkit dari kursi tanpa membereskan kembali semua berkas yang berserakan di meja. Pria itu berjalan menuju kamarnya untuk bersiap.
Entah kenapa, mendengar nama gadis bar-bar itu disebut membuat Bumi menjadi tertarik untuk datang ke sana.
Ia segera membersihkan tubuhnya, memakai pakaian formal dan memakai banyak parfum.
Ah, sejak kapan pria ini memperhatikan style?
Bodo amat, Bumi tidak peduli. Pria itu segera keluar dari gedung dan masuk ke dalam mobil miliknya. Menjalankan dengan kecepatan sangat tinggi menuju rumah Sandra.
Di sisi lain, Sandra berdecak malas. Ia sudah menggunakan gaun berwarna biru tua. Duduk di depan rumah menunggu Garesh menjemput.
Iya, yang Sandra tau bahwa orang yang menjemputnya adalah Garesh.
"Ck, udah maksa dateng terus ngaret jemput. Itu si es batu maunya apa sih?" gerutu Sandra kesal. Berkali-kali ia melihat arlojinya.
Dan sebuah mobil mewah yang berhenti tepat di depan rumahnya membuat fokus Sandra teralihkan. Gadis itu mengernyit, setau dirinya mobil itu bukan milik Garesh.
Lantas, mobil siapa itu?
"Si Om?!" gumam Sandra cengo saat seseorang pria tampan keluar dari mobil tersebut. Bibirnya terbuka lebar, menatap takjub Bumi yang terlihat sangat tampan.
"Sadar Sandra sadar! Dia devil, dia om-om!" Iya, Sandra memang sudah mengklaim Bumi sebagai Om-om. Meskipun umur mereka hanya terpaut 4 tahun.
"Kok om yang dateng? Garesh mana?" cicit Sandra pelan begitu Bumi sudah berdiri di depannya.
"Bersama adik saya."
Sandra langsung mendengus, ia bangkit dan hendak masuk kembali ke dalam rumah. Jika bersama Bumi Sandra malas sekali. Lebih baik ia rebahan di rumah sambil nonton drakor.
Namun tiba-tiba tubuhnya terangkat.
Bumi menggendong Sandra seperti karung beras.
"Mencoba lari dari saya, huh?" gumam Bumi dengan suara berat.
Sandra menelan salivanya susah payah. Suara Bumi selalu saja membuat iman Sandra goyah.
Eits, sadar Sandra! Lo lagi di gendong monster sekarang!
"O-om, turunin Sandra." Sandra terus memberontak.
Ia membuka pintu, dan menduduki Sandra di kursi penumpang. Lalu menutup pintu tersebut dengan keras.
Di dalam, Sandra terpekik kaget. Ia menelan salivanya lagi, beringsut duduk mendempet dengan pintu mobil.
Bumi duduk di samping Sandra dengan raut wajah datar. Mulai menyalakan mobil dan melajukan mobil tersebut dengan kecepatan tinggi.
Sandra langsung mematung, ia memejamkan matanya dengan mulut komat-kamit. Masih sayang nyawa, masih banyak hal yang belum sadar lakukan. Ia tidak ingin mati sia-sia.
Bumi sempat melirik sekilas gadis itu, ia menggelengkan kepalanya dan mulai mengurangi kecepatan. Sandra menghela nafasnya dan mulai duduk dengan santai. Ia menatap Bumi dalam diam, meneliti wajah pria itu dari samping.
"Om."
Bumi melirik Sandra sekilas. "Hm?"
"Om beneran psikopat?"
Ckiitt
Sandra langsung menepuk bibirnya yang amat sangat nakal. Ia melirik sekilas ke arah Bumi yang sedang menatapnya datar. Mobil mereka berhenti di pinggir jalan yang kebetulan sangat sepi.
Sandra nyengir. "Maaf Om, bibir Sandra nakal."
Bumi menyeringai. "Iya, bibir kamu sangat nakal. Harus saya hukum," sahut Bumi kembali menjalankan mobil.
"Hah?"
"Kamu miskin?"
"Apa?!" Sandra membuka mulutnya tidak percaya dengan pertanyaan konyol Bumi.
"Maksud om apa?!"
Bumi berdecih. "Baju yang kamu pakai sangat kekurangan bahan, tidak mampu membeli?"
Sandra melotot, dengan berani memukul lengan Bumi. "Enak aja! Ini namanya model, style. Om gak bakalan ngerti!"
Bumi memutar bola matanya malas.
"Dasar miskin."
Mendengar itu Sandra mengepalkan tangannya karena kesal.
"Dasar psikopat!" balas Sandra tidak mau kalah.
"Sudah sampai, kamu gak mau turun?"
Mendengar itu Sandra langsung melihat sekitar. Ternyata benar, mereka sudah sampai. Di depan sana terdapat Cafe yang sudah dihadiri banyak orang. Sandra langsung turun dari mobil. Tanpa menunggu Bumi, dirinya langsung masuk ke dalam lebih dulu.
"Kak Sandra!"
Sandra menoleh saat seseorang memanggilnya. Dahinya mengernyit. Merasa tak asing dengan gadis yang memanggil namanya.
Ah, itu adik Bumi.
"Hai," sapa Sandra tersenyum manis.
"Kakak ke sini sama siapa? Sendiri?" tanya Amora bangkit dari duduk dan menatap ke belakang Sandra.
"Gak kok, gue sama O--maksudnya Bumi iya sama dia." Sandra terkekeh sambil menggaruk pipinya canggung.
Amora, gadis itu membuka mulutnya tidak percaya. "Bang Bumi beneran jemput kakak?" tanya Amora berbisik.
Sandra mengangguk.
"Kenapa?"
"Gak papa sih." Amora menggaruk kepalanya. Bingung dan canggung.
"Amora, dicari Garesh tuh."
Amora dan Sandra menoleh ke arah pria yang baru saja datang.
"Woah, lo Sandra kan?" ucap pria itu tiba-tiba kepada Sandra.
Sandra mengangguk dengan raut wajah bingung. Ia sama sekali tidak mengenali siapa pria di depannya saat ini.
"Eh Amora ke Garesh dulu ya?" ijin Amora yang langsung dibalas anggukan Sandra dan Raksa.
"Kenalin, gue Raksa. Yang punya Cafe ini. Makasih ya udah dateng, lumayan stok cewek nambah satu. Gak cuma Amora doang," ucap Raksa terkekeh pelan. Sandra tersenyum dan membalas uluran tangan Raksa.
"Sandra."
Setelah melepas tautan tangan mereka, mata Sandra mengedar. Benar saja, pengunjung di sini dipenuhi banyak pria. Tak ada wanita satupun kecuali dirinya dan Amora.
Duh, Sandra harus duduk sama siapa? Di sini gak ada yang Sandra kenal sama sekali. Geng Astercyo yang merupakan geng Garesh pun tidak terlalu akrab dengan Sandra.
Tatapan Sandra jatuh pada Bumi yang sedang duduk dengan dua pria dewasa. Salah satunya Bima.
"Hey, kok ngelamun?" Raksa menyadarkan Sandra. Gadis itu tersentak dan kikuk seketika. Paham dengan ekspresi Sandra. Raksa langsung mengajak Sandra.
"Ayo, ikut gue." Raksa berjalan duluan dengan Sandra yang terpaksa harus ikut di belakangnya.
"Bumi, gandengan lo kok dilepas sih. Kasian nih sendirian gak ada yang temenin."
Ternyata Raksa membawa Sandra ke meja Bumi. Sandra menunduk, malu diperhatikan oleh ketiga pria tampan di depannya.
"Hai Sandra," sapa Bima tersenyum manis. Sandra langsung mendongak dan balas tersenyum.
"H-hai."
Bumi berdecak, merasa tidak nyaman dengan situasi seperti ini. Ia bangkit dari duduk dan menggenggam tangan Sandra. Tentu gadis itu tersentak kaget, merasa syok dengan perlakuan Bumi.
"Ruangan pribadi di mana?" tanya Bumi kepada Raksa.
"Lantai dua, ujung lorong sebelah kiri."
Bumi langsung menarik Sandra menuju lantai dua.
"Ini kuncinya!" teriak Raksa melempar kunci yang langsung ditangkap Bumi. Pria itu kembali melanjutkan langkahnya dengan terus menyeret Sandra.
"Ck, Bumi sudah mulai bucin ya," gumam Raksa menggelengkan kepalanya.
"OPPA!"
Astagfirullah.
Raksa menoleh ke belakang. Matanya membulat sempurna saat melihat gadis aneh itu berpakaian sangat cantik hari ini.
"Lo?" cengo Raksa tidak percaya. "Lo beneran dateng ke sini?"
Audy, gadis itu nyengir. Di belakangnya terdapat dua bodyguard yang berdiri tegap memakai kacamata hitam.
"Hehe, iya dong. Aku kan mau liat Cafe oppa! Bagus ya ternyata."
Raksa memutar bola matanya malas. "Ngapain pake bawa bodyguard segala?"
"Disuruh Papi, katanya harus bawa mereka supaya ada yang jaga Audy. Padahal kan Audy udah gede, Oppa."
Si anjir malah curhat.
"Ck, iya dah terserah lo."
Audy langsung menggandeng lengan Raksa. Kedua bodyguard tadi hendak maju, namun dengan cepat Audy tahan.
"Om tunggu di depan aja! Audy gak bakal macem-macem. Ada Oppa juga yang bakal jagain Audy!"
Raksa mencibir mendengarnya.
Sepeninggalan kedua bodyguard itu. Audy menggandeng Raksa lagi dan menyandarkan kepalanya di lengan Raksa.
"Oppa hari ini ganteng banget."
Raksa berdecak, mencoba menepis lengan Audy namun tidak bisa.
"Sa, dapet bocah dari mana?" tanya Bima dari belakang sembari terkekeh.
"Nemu di got," jawab Raksa asal.
"Oppa, besok cafe oppa udah mulai buka?"
"Ck! Gue bukan oppa-oppa! Berhenti manggil gue gitu dah geli gue."
Audy terkikik. "Oppa lucu banget!"
"Sial, gila apa nih bocah?" gumam Raksa bergidik. Ia menepis lengan Audy hingga lepas. Dan langsung berlari terbirit-birit menghindari gadis itu.
"OPPA!" teriak Audy kesal dan mengejar Raksa.
Bima yang sedari tadi menonton tak kuat menahan tawa. Pada akhirnya ia menyemburkan tawanya hingga meledak-ledak. Tangannya sampai memukul bahu Jovan berkali-kali karena terus tertawa.
"Ketawa boleh, tapi jangan mukul-mukul juga!" gerutu Jovan kesal menepis tangan Bima kasar.
Begitulah, Bima memang tipe pria yang kalo ketawa kenceng suka mukul orang yang ada di deket dia. Gak tau kenapa, emang rasanya ah mantap sekali. Ada yang satu server?
....
"Om jangan tarik-tarik dong. Tangan Sandra sakit tau!"
Bumi langsung melepas tangan Sandra dan duduk di sofa.
"Lebay."
"Ck, Lebay bibir Om minta dicipok! Nih liat, pergelangan tangan Sandra merah!"
Mendengar itu, Bumi langsung bangkit, menatap Sandra dengan seringaian.
"Coba ulang perkataan kamu tadi."
"Pergelangan tangan Sandra merah!"
"Bukan yang itu!"
Dahi Sandra mengernyit. "Apa sih?"
"Lebay.bibir.om.minta.dicipok." Bumi mengeja ucapan yang sempat terlontar dibibir Sandra. Bibir pria itu tertarik ke atas.
Sandra menelan salivanya, ia mendapat sinyal tidak aman sekarang.
"Dicipok? Apa itu dicipok?" tanya Bumi mendekatkan wajahnya ke arah Sandra.
Sandra menahan napas begitu hidungnya bersentuhan dengan hidung Bumi.
Cup
"Apa itu yang kamu maksud dengan dicipok?" tanya Bumi tersenyum miring setelah mengecup bibir Sandra.
Sandra mematung, reflek memegang bibirnya yang baru saja dikecup Bumi.
"Om?"
"Iya? Kenapa? Mau lagi?"
Plak
"Shh--Kok di tampar?!" kesal Bumi mengelus lengannya.
"Om nyuri first kiss Sandra!" teriak Sandra dengan napas memburu. Ia mengusap bibirnya mencoba menghilangkan jejak bibir Bumi.
"Ih ini tuh buat masa depan Sandra! Buat Liam! Bukan buat Om!"
Mendengar itu Bumi mengeraskan rahangnya.
"Jauhi bocah ingusan itu."
"Om kenal Liam?"
"Dia bukan ori--"
"Apa? Om juga mau bilang dia pria gak baik? Gitu?" sentak Sandra kesal. Wajahnya sudah memerah. Kenapa semua orang selalu mengatakan bahwa Liam bukan pria baik-baik?
"Dia memang bukan pria baik-baik Sandra."
Sandra berdesis kesal, ia memalingkan muka. "Kalian semua gak tau apa-apa tentang Liam. Jadi jangan menyimpulkan gitu aja tentang watak seseorang. Sandra mau pulang, permisi."
Setelah mengucapkan kata tersebut, Sandra langsung keluar dari ruangan dengan langkah cepat.
Bumi menghempaskan tubuhnya di sofa. Mengusap wajahnya kasar.
"Nyatanya, kamu sendiri yang belum mengenal Liam dengan baik Sandra." Bumi bergumam sembari berdesis. Ia mengepalkan tangannya, merasakan perasaan aneh dalam dirinya.
"Ck, aku butuh pelampiasan."
...
Revisi/150421
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top