here, the gift ^^

Present ;


.
.

  Kenapa musim semi selalu dilambangkan sebuah musim penuh cinta? Mungkin sebagian orang ada yang bertanya tentang hal serupa. Seolah dunia ini dikelilingi warna merah muda yang indah, sebungkus coklat, serta bunga sakura tak lupa bermekaran dengan lebatnya. Menciptakan dunia yang di penuhi keaneka ragaman rasa. Begitu pula dengan senyuman di antara kedua insan satu insan ini.

"Ramuda, mau sampai kapan kamu membelinya? Ini sudah yang ke enam," gerutu Gentaro yang lelah melihat jalan setapak seraya membawa sesuatu di kedua tangannya.

Pemuda dengan mahkota merah muda itu menoleh, Amemura Ramuda, sosok lelaki yang siapapun kenal siapa dirinya. Ciri khas yang mencolok dan sifat yang mudah di ajak bicara. Bersama dengan temannya, Yumeno Gentaro yang sedari tadi berada di belakangnya.

"Satu toko lagi, setelah itu kita bungkus menjadi satu," ucap Ramuda dengan riangnya, mengulum permen yang berada di antara jari jemarinya itu dan terus berjalan. Satu hela napas keluar dari buah bibir Gentaro, betapa lelahnya pemuda satu ini.

Sudah tiga hari berturut-turut mereka berdua mendatangi toko permen yang berbeda. Membeli beraneka ragam manisan yang terdapat di sana, serta beberapa benda yang dilihat begitu indah serta mencuri perhatian bagi siapa yang dapat melihatnya. Kenapa mereka berdua melakukan itu semua? Sebenarnya ini adalah rencana Ramuda.

Sebuah rencana yang akan ia lakukan untuk seseorang, sosok yang pemuda itu sayangi. Meskipun Ramuda kerap kali terlihat bersama dengan perempuan berbeda, sebenarnya dirinya cukup setia. Terhadap satu orang yang benar-benar dia sukai, dan akan sangat susah untuk melepaskannya begitu saja. Terlebih mereka berdua mempunyai hubungan yang kuat.

"Apa dia akan menyukai semua ini?"

Pertanyaan keluar dari mulut Gentaro kembali, membuat kedua kaki Ramuda terhenti di langkah berikutnya. "Tentu saja..." dengan rasa percaya diri yang tinggi, Ramuda pun menoleh, tersenyum ke arah Gentaro disertai senyuman tipis di wajahnya, "Akan kubuat dia menyukai ini semua."

¢¢¢

  "Skaya-chan!!!" Panggilan itu membut seorang gadis menoleh, melempar surai gelombang miliknya. Sebutan itu jelas membuatnya berpaling, hanya satu orang yang akan memanggil dirinya seperti itu. Siapa lagi kalau bukan Ramuda.

Gadis mungil yang mempunyai fakta bila dirinya kalah tinggi dengan Ramuda, hanya bisa mengendus pelan. Sebelum sebuah pertanyaan keluar dari buah bibir merah muda itu. "Haruskah memanggilku sambil berlari seperti itu? Teriakanmu mengundang  orang lain untuk menoleh," ucap Aleena yang terlihat heran.

Ramuda yang sedang meraup oksigen dengan rakusnya, akhirnya berusaha berdiri tegak. Menatap lekat-lekat ke iris sang gadis dengan seriusnya, membuat Aleena tersentak ketika menyadari apa yang sedang Ramuda lemparkan saat ini. Dan berakhir senyuman manis yang disertai cengiran tak jelas.

"Besok kamu sibuk?" Tanya Ramuda, menatap ke arah Alenaa yang sedari tadi hanya melemparkan ekspresi biasa saja, seolah tidak semangat meskipun perasaan tidaklah seperti itu.

Si gadis menggeleng pelan, tanda bahwa dia sama sekali tidak sibuk dengan jadwalnya esok hari. "Kalau begitu... mau pergi ke rumahku? Kebetulan  besok Dice ulang tahun, jadi kami ingin merayakannya," ujar Ramuda memegang kedua tangan Aleena dengan gesit.

'Oh, jadi pemuda itu ulang tahun dengan tanggal yang sama denganku,' batin Aleena yang cukup terkejut dengan ajakan Ramuda padanya. Bagaimana tidak, besok dirinya juga menginjak usia lebih dewasa. Sama seperti halnya Dice saat itu juga.

Akan tetapi, Aleena tidak punya kekuatan untuk mengatakan itu semua. Meskipun dirinya terlihat dingin dan berlidah tajam, terkadang Aleena juga bisa menjadi gadis pemalu. Bertanya tentang hari lahir Ramuda saja tidak pernah, apalagi mengatakan hari lahir sendiri sambil berharap adanya kejutan darinya. Semua itu sama sekali tidak bisa ia keluarkan meskipun otaknya sudah setuju dengan semua rencana serta jawabannya.

Payah, terkadang Aleena menganggap dirinya ini sebagai pengecut. Tetapi, anehnya kenapa hanya pada Ramuda, bukan dengan yang lain?

"Bagaimana?" Ramuda kembali bertanya, memastikan jawaban yang akan Aleena katakan padanya.

"Baiklah, aku akan bantu untuk pergi ke sana," jawab Aleena seolah lesu dengan tatapan yang tak berbeda dari sebelumnya.

"Kalau begitu, akan aku tunggu di depan rumah. Jam delapan malam, oke? Kalau begitu aku pergi temui Gentaro dulu," seru Ramuda diselingi melepaskan kedua tangan Aleena yang sedari tadi ia pegang. Membekas, membuat sang gadis terdiam setelah apa yang ia lakukan padanya.

Ramuda memberikan Aleena kecupan ringan di pipi sebelah kiri, upaya sebagai ucapan selamat tinggal yang baru kali ini ia lakukan. Tunggu, itu tidak biasa Ramuda lakukan. Biasanya pemuda bermahkota merah muda mencolok itu akan langsung pergi sambil melambaikan tangannya.

Hal itu sukses membuat rona merah bangkit dari persembunyian. Aleena bersemu, tidak menduga kejadian itu akan menimpa dirinya. Membuat dadanya sesak gegara jantung memompa terlalu kuat. "Apa 'sih yang dia lakukan, bikin kaget saja," gerutu Aleena yang merutuki pemuda itu dalam diam. Meski secara bersamaan dia juga menyukainya.

¢¢¢


  Sesuai ajakan yang Aleena terima, kini gadis itu sudah tiba di depan rumah Ramuda. Beberapa detik silam, dirinya melihat Gentaro memasuki rumah pemuda itu. Dan disambut Ramuda yang berada dibalik pintu.

Langkah gadis itu mulai bergerak, menapaki jalan setapak menuju teras rumah sang pemuda.  Memencet bel yang tertera di sana,  membuat suara yang bisa gadis itu dengar dari luar. "Iya, tunggu sebentar,"

'Ah, itu suara Gentaro,' Aleena sama sekali tidak memancarkan ekspresi lain dari wajahnya. Baginya juga percuma, hal itu malah membuat wajahnya menjadi aneh nanti. Akhirnya pintu pun terbuka, memperlihatkan Gentaro dengan senyuman hangat di wajahnya.

"Kami sudah menunggumu. Mari, masuklah." Sambutan yang hangat dapat Aleena rasakan. Ia mengangguk, menapaki kedua kaki ke dalam rumah Ramuda untuk pertama kalinya. Situasi yang gelap tanpa penerangan sedikit pun. Ya, gadis itu sama sekali tidak memperdulikan hal tersebut— meskipun dalam benaknya sedang menjerit kuat saat ini. Baginya ini wajar sebagai kejutan.

"Apa Ramuda ada di dala— Gentaro?" Aleena termenung di tempat ia berdiri. Sosok yang menyambutnya barusan sama sekali tidak terlihat. Jika pun dia keluar, pasti suara decitan pintu akan terdengar. Tapi, ini sama sekali tidak ada yang bisa ia dengar kecuali langkah kakinya sendiri.

Gadis itu mulai memucat pasih. Ruangan gelap yang dingin, tanpa seorang pun di dekatnya, membuat Aleena merasa sedang memasuki wilayah rumah berhantu. Jalan satu-satunya ialah kembali, letak pintu sama sekali tidak jatuh dari dia berdiri. Tapi kenapa? Kedua kaki Aleena seakan tidak bisa dia angkat. Terpasung hingga membuat tubuhnya tak sanggup digerakkan.

Hal itu membuat Aleena roboh. Dia duduk jongkok sambil memeluk kedua kakinya, tidak peduli dengan pesta kejutan yang Ramuda lakukan untuk Dice nanti. Tidak peduli jika nanti dia akan dibenci, Aleena akan minta maaf padanya dengan sungguh-sungguh. Yang dia inginkan adalah keluar disituasi  saat ini. Deru napasnya mulai tak terkontrol dengan baik, keringat dingin juga mulai meluncur keluar tanp henti.

"Ramuda... help me."

"Ara, aku menemukan seorang gadis di sini."

Tetiba saja Ramuda tiba di depannya. Dengan payung berwarna merah muda berkilau disertai lampu terpasang di sana. Sehingga payung itu bercahaya, membuat pandangan Aleena tidak lagi menghitam.

"Ra... Ramuda!?" Iris gadis itu menemukan sebuah permata; sosok yang dia cari dan ingin ia gapai sedari tadi. Ramuda yang tersenyum di depan Aleena, membuat gadis itu tak tahan untuk ingin memukulnya. Tapi apa? Yang Aleena lakukan malah menangis sambil memegang baju depan pemuda itu dengan erat. Kemungkinan dia menangis karena lega, rasa takut itu hilang karena setitik cahaya datang padanya.

Bukan itu saja, cahaya itu membuat Aleena dapat mengeluarkan ekspresi lain di wajahnya. Walaupun ia akui jelek, sebenarnya Ramuda cukup  menyukainya.

"Kacau sekali. Ramuda malah membuatnya menangis seperti itu," ucap seseorang yang berjalan masuk setelah pintu dibuka diselingi lampu dinyalakan.  Aleena dapat mendeteksi kalau suara berat itu berasal dari Dice. Tetapi kenapa dia malah datang tanpa kejutan? Hal itu yang membuat sang gadis kembali heran.

"Apa maksudmu— Hmph!"

Baru saja Aleena ingin menoleh, Ramuda sudah mencuri perhatian dengan mencium gadis itu terlebih dahulu. Bibir mereka saling bertemu, kelopak mata sang gadis terbuka dengan lebar, napasnya sempat berhenti karena terkejut dengan hal yang Ramuda lakukan padanya.

Gentaro dan Dice yang melihat kejadian itu hanya bisa menghela napas pasrah dan berjalan masuk lebih dalam; meninggalkan mereka berdua. "Kami duluan, Ramuda," ucap Gentaro sebelum melangkah melewati.

Kembali ke Aleena. Saat ini dirinya tidak bisa berpikir jernih lagi. Gerakan Ramuda membuatnya terkunci, bahkan seluruh tubuhnya langsung patuh terhadap apa yang pemuda itu lakukan. Detik selanjutnya, ciuman itu dilepaskan. Dan Aleena yakin, Ramuda dapat melihat betapa merahnya wajah gadis itu saat ini.

"Ke-kenapa? Ka-kau—"

"Selamat ulang tahun, Skaya-chan."

Lupakan emosi itu, perasaan Aleena langsung meleleh ketika mendengar rangkaian kata yang keluar dari pemuda di depannya. Baru saja dia berhenti menangis, air mata itu kembali jatuh. Kedua tangan Aleena spontan menutup mulut, iris yang terbuka lebar dan pada  akhirnya ia diam tak berdaya.

"Bagaimana bisa?"

"Bagaimana bisa? Hehe, itu rahasia."

Aleena sudah tidak bisa menafsirkan lagi tingkah Ramuda bagaimana. Kejutan ini adalah yang pertama baginya, terasa sangat  aneh sampai air matanya tak sanggup berhenti. Apa ini yang dinamakan senang? Saking senangnya hatinya terus bergejolak. Dan ada satu titik dimana dia ingin berteriak untuk menghempaskan semuanya.

"Menangisnya nanti saja. Ayo, kamu harus membuat semua kado hari ini." Ramuda menarik Aleena untuk bangun dari tempatnya dan berjalan ke tempat Gentaro dan Dice berada. Dan di sana, terdapat puluhan bungkusan kado yang berada disatu tempat serupa. Serta makanan dan minuman yang sukses memanjakan perut. "Semuanya? Untukku? Bukan untuk Dice?" Tanya Aleena polos begitu saja. Serius, ucapan gadis polos seolah tidak percaya dengan semua yang ia lihat dengan kedua matanya sendiri.

"Sejujurnya, ulang tahun Dice hanyalah tipuan. Sebenarnya ini semua rencana untukmu. Maaf, sudah membuatmu merasakan phobia itu," ucap Ramuda seraya memeluk Aleena dari samping.

Ya, sebenarnya Aleena bisa marah jika saja yang Ramuda lakukan ini hanya sekadar iseng. Tapi mendengar alasan yang dia katakan, Aleena mencoba untuk menahan emosi itu perlahan.

"Terima kasih."

Dan mungkin, Ramuda bisa melihat senyuman yang tulus dari wajah Aleena begitu ucapan itu keluar dari buah bibirnya.


¢¢¢¢


OTANOME RE  !1!1!1
rrrei_19

Hohohoho...
Maapkan bila Alee Alee OOC :(
Demi kejutan aku mencari tahu semuanya seorang diri ;-;
Dan semoga suka dengan kisah ceritanya meskipun sedikit tidak jelas. (Bukan sedikit lagi, tapi memang ga jelas www)

>> Yang tanpa sadar membuat Genta jadi babunya Ramuda wwwwww
>> Demi menyelamatkan Daisu dari kegembelan :(

Itu saja hadiah dariku (=ↀωↀ=)

Selamat hari brojol, nak (๑ゝڡ◕๑)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top