Lebih Baik Menjadi Manusia oleh Yuecha

Premis: Bumi setelah perang dunia ketiga, manusia yang tersisa terbagi menjadi 2 kelompok, kelompok manusia setengah cyborg dan mutan dengan wujud aneh-aneh yang saling bermusuhan. Seekor ayam datang dan membawa agama baru untuk mendamaikan dunia, memuja patung spongebob. Ia bertemu dengan berbagai kondisi masyarakat yang tidak jelas yang membuatnya bingung harus mulai mengajarkan apa, misalnya seorang anak menyublim agar bisa membuat nyamuk jatuh cinta.Ending: pokoknya si ayam masih tidak menyerah mendamaikan dunia dengan ajarannya.

Pemilik ide: Nilakandiez


***



"Ei, Tikus."

Aku menoleh dengan sangat kesal pada suara yang memanggilku seperti itu. Padahal sudah jelas-jelas aku bukan tikus--ekorku lebih pendek daripada tikus.

"Aku manusia setengah hamster ya, tolong, robot,"kataku sembari terus berjalan di selasar bagian kelas dua ini.

"Aku bukan robot. Aku juga manusia--" Suaranya juga terasa mengikutiku dari belakang.

Aku memutar mataku, mendesah cukup keras dan memutar badan menghadapnya. Itu hampir menubruk tubuhnya yang lebih pendek dariku. "Robot kan? Zaman sekarang malah kebanyakan banyak robot enggak tahu diri sok sok an ngaku setengah manusia. Jadi enggak ada bedanya kau dengan robot."

Orang yang kupanggil robot itu tertawa kecil, ia bergurau hal yang mengesalkan.

"Kalau aku robot, enggak mungkin aku bisa sekolah di sini. Yang aneh itu justru hewan di sekolah manusia sini!" Cody, tetanggaku sekaligus teman masa kecilku, telah memicu kontroversi. Ia lupa ini selasar kelas dua. Selasar kakak kelas yang hawa permusuhan antar manusia beda varietas lebih kental dari kelas satu seperti aku dan Cody--kami masih lebih tolerir terhadap manusia varietas lain.

"Kau oli busuk. Berani-beraninya berkata seperti itu di sini!" kata seorang mutan di dekat kami. Itu ditujukan untuk Cody. Cody kali ini terlihat baru sadar dengan ucapannya.

"Oy, kami enggak pakai oli! Dasar hewan tak berotak." Seorang Cyborg tiba-tiba menimpali.

"Hei!"

"Heei!!"

Entah gerangan apa yang membuat mereka lebih sensitif hanya karena perkataan lewat kami. Aku pun hanya bisa merutuki kebodohan Cody dalam hati. Padahal aku pergi ke selasar kelas dua karena suatu urusan dan Cody manusia cyborg yang harusnya pintar malah membuat masalah. Kuseret ia untuk lari dari hawa permusuhan kelas dua.

"Lupita!" Dia kali ini memanggilku dengan benar. Kutoleh ia yang sepertinya bernapas tidak karu-karuan.

"Ja-jantungku eng-enggak kuat."

Aku hanya menghela napas melihat Cody yang tersengal barang berlari beberapa blok kelas. Nyatanya aku memang melupakan kondisi khusus Cody. Bagaimana ia bisa berakhir di lingkungan rumah para mutan sedangkan ia sendiri seorang manusia cyborg.

Harusnya ia terlahir sebagai manusia mutan kelinci atau manusia mutan kucing seperti ayah dan ibunya, tetapi nyatanya ia lahir sebagai manusia normal dengan jantung lemah. Mau tidak mau agar ia selamat dari dunia jelek pasca "The greatest of the great war all of the time" alias perang dunia ketiga perusak bumi satu abad yang lalu, ia harus mutasi--yang umumnya alami--atau memasangi tubuh dengan alat alat seperti robot.

"Ayo kugendong, kita kembali ke kelas saja. Lagipula istirahat akan segera berakhir."

"Urusanmu, bagaimana?"

"Waktunya enggak cukup dan lihat, kau buat masalah," kataku dengan nada keras.

Aku pun menunjuk orang orang yang saling menjambak atau saling meludah. Bahkan sampai dewan guru juga turun tangan untuk meleraikan mereka.

"Sini kugendong. Kita akan berlari melewati mereka dan sampai ke kelas."

"Bisa?"

"Kau melupakan kalau aku hamster ya," kataku sembari menunjukkan sikut berbuluku dan berjongkok di depannya.

"Yah, kamu memang bisa berlari cepat seperti tikus."

"Kulempar nih," ancamku yang malah dibalas Cody dengan tertawa kecil saat berada di gendonganku. Ia memang gemar mengerjaiku.

Aku berlari dengan cepat menerobos pergumulan orang orang ini. Sampai tiba-tiba aku dikagetkan oleh Cody yang berbisik di telingaku dengan sangat dekat. Suara hangat dan lembutnya yang lucu mengagetkanku.

"Aku melihat ayam berjalan di selasar dekat ruang kepala sekolah dengan santai."

Aku mengabaikannya barangkali itu peliharaan siapa pun. "Tapi, ia memakai jas."

Aku berhenti dan hampir membuat Cody terjungkal ke depan.

"Ayam? jas? Bukan manusia setengah ayam?"

Cody menggeleng.

"Wah kebetulan sekali nak."

Kami menoleh dan menemukan pak kepala sekolah, seorang manusia cyborg, datang bersama dengan seekor ayam. Ayam yang dimaksud Cody.

"Wah, kalian adalah representasi sekolah yang baik dan benar. Tidak seperti angkatan kelas dua di sana." Ia menunjuk selasar kelas dua yang memang dekat dengan ruang kepala sekolah. "Bapak ingin minta tolong nak. Antarkan tuan ini ke kelas kalian," katanya lagi.

"Si-siapa ya pak?" tanyaku yang kemudian disenggol Cody. Aku melupakan sisi hormatku sesaat karena heran dengan seekor ayam. Feelingku juga tidak enak.

"Ah, beliau akan lebih membawa kedamaian pada angkatan kalian. Kalau angkatan atas sepertinya sudah bakal sia-sia."

Aku masih tidak mengerti maksudnya, jadi kuantarkan ia ke kelas kami. Padahal di sana sudah ada Bu Beete, seorang manusia mutan lebah yang mengajar, ia mempersilahkan seekor ayam kecil ini masuk lalu berdiri di atas podium kelas. Aku dan Cody sudah duduk tentunya.

"Hidup saling mengerti akan membuatmu lebih baik. Spongebob Squarepants."

Semua orang yang semula tadi meremehkan manusia mutan ayam atau alih alih ayam mutan manusia itu jadi terkesiap. Atau malah jadi menatapnya aneh karena barang detik selanjutnya semua kembali mengabaikan apa yang ada di depan sana.

Bu Beete berdehem yang membuat kami kembali fokus padanya. "Anak-anak, beliau adalah pak Gallus. Bapak kepala sekolah berpesan agar kalian mendengarkan apa yang diujarkan beliau."

Bu Beete yang berkata demikian kemudian meninggalkan ruang kelas yang hanya tersisa seekor ayam di atas podium.

"Mungkin kalian aneh melihatku yang sangat lebih seperti ayam daripada manusia. Namun aku memilih jalur hidupku seperti ini. Mengikuti dan menyerupai kesucian dan kepolosan Spongebob."

"Pak, apa maksudnya adalah Spongebob kartun anak-anak, abad ntah berapa itu?" Seseorang dari kami tiba tiba bertanya demikian dan itu disambut dengan wajah semringah Pak Gallus dengan jas tuxedonya yang melompat ke bangku anak yang bertanya.

"Benar! Kamu telah menonton kebenaran!" Pak Gallus berseru dengan riang.

"Lalu apa kaitannya pak? dengan menjadi ayam sepenuhnya ngik-ngik-ngik." Anak mutan babi itu tertawa dengan tawa khas tubuh mutannya--padahal yang bermutasi hanya telinganya.

Anak itu pun menerima patukan kecil pak Gallus.

"Apa yang diproyeksikan spongebob terjadi saat ini bukan? Dan apa kalian tahu dengan mengikutinya sepenuhnya maka kita akan selamat dari hancurnya dunia busuk ini." Pak Gallus mengepakkan sayapnya dan terlihat seperti memamerkan lebar sayapnya.

"Manusia Cyborg hanya akan bertahan sepenuhnya bila menjadi seperti Karen, dan kita manusia setengah mutan dapat mengikuti sisanya."

"Menjadi ikan? Ngik-ngik-ngik." Kali ini patukan ke anak babi itu lebih keras dan berkali-kali sampai ia mengaduh kesakitan.

"Melepas kemanusiaan kita dan berdamai dengan mutasi ini. Seperti spongebob dan kawan kawan." Pak Gallus menekankannya seperti sedang kesal.

"Tapi spongebob bukan manusia. Dia hewan laut yang melepas sisi kehewanannya dan menjadi seperti manusia." Kali ini Cody angkat bicara. Ya benar, kawan pintar imutku ini akhirnya berguna.

"Benar, dan kita hanya perlu melakukan kebalikannya karena dengan begitu. Dunia ini akan seimbang."

"Aku masih tidak paham." Cody mengelak pendapat yang tiba-tiba diucapkan pak Gallus.

"Tidak ada yang perlu dipahami, tetapi dengan Tuhan melalui perantaranya Spongebob telah mencontohkan demikian. Kita bisa memahami itu."

"Berarti pencipta spongebob adalah Tuhan?" Seseorang dari yang lain bertanya dengan nada polos.

"Kau yakin kalau spongebob ciptaan manusia fana seperti kita? Kalian tidak tahu betapa istimewanya spongebob yang menggambarkan realitas kehidupan kita saat ini? Hanya dalam satu abad sejak perang dunia ketiga!" Pak Gallus mengatakannya dengan semangat lalu mengeluarkan jam dari saku jasnya. Ia berdehem sebentar.

"Aku membawakan gantungan kunci Spongebob untuk kalian. Bawa itu sebagai jimat, ambil di ruang kepala sekolah dan kerjakan esai mengenai satu karakter di spongebob dan renungkan. Besok dikumpulkan ke bu Beete."

Ayam bernama pak Gallus itu tiba-tiba melompat dari meja, turun dan melangkah keluar kelas. Ternyata kelas berakhir dengan begitu cepat dan kulihat ia memasuki kelas lain.

"Gila. Apa-apaan itu." Kurang lebih semua juga berkomentar seperti ini.

Aku menatap Cody tak percaya tapi ia juga mengangkat bahunya. Aku ambruk ke mejaku dan tidak mengerti dengan betapa absurdnya tugas dadakan ini.

"Shqipee sayang... Mau mengerjakannya bersamaku?" Seseorang tiba-tiba berisik di depanku dan itu membuatku sebal karena itu artinya anak di depanku jadi berdengung, bunyi gelembung pop pop dan denyut statis mic bersahutan.

Itu Shqipee mutan nyamuk dengan Metis si manusia yang hanya sisa otak dan suara dari rekorder di tubuhnya yang sudah bisa dibilang dia seperti Karen dari Spongebob, kekasih plankton.

"Aku ngungg tidak pernah menonton spongebob, apa enggak masalah?"

"Tentu. Saja. Nanti pulang sekolah mari ke laboratorium reparasi cyborg dulu ya. Air otakku perlu diisi. Biar lebih encer mikir filosofis."

Aku terdiam mendengar percakapan mereka berdua dari balik tangan yang kusandari. Menjadi seorang cyborg ternyata menguntungkan seperti itu juga ya.

"Teman-teman jangan lupa ambil jimat spongebob dari ruang kepala sekolah ya. Kalian sudah boleh pulang sekarang." Ketua kelas kami mengisyaratkan kami untuk bersiap berkemas karena tidak masalah kami pulang sekarang. Meski belum ada kelas lain yang bubar terlebih dahulu--kelas bu Beete memang kelas terakhir untuk hari ini.

"Ah, ayam aneh sialan itu."

"Jimat apalagi astaga. Seperti ada ajaran agama baru."

Semua orang saling mengomel termasuk aku yang juga punya banyak pr jadinya. Dan aku pun menghampiri Cody untuk memastikan sesuatu.

"Kau mau ikut aku enggak ke kelas 2-C? Asal jangan bikin masalah seperti tadi. Kau tahu sendiri. Hanya angkatan kita yang kalem soal perbedaan varietas ini." Aku menawarinya agar tidak mengikutiku tiba-tiba seperti tadi dan membuat masalah.

"Ya, aku ikut. Aku malas pulang sendiri." Cody bersiap dengan tasnya dan tiba tiba menyentuh bahuku lalu meringis kecil.

"Jangan bilang?" Aku meliriknya tajam lalu menghela napas dan berjongkok.

Cody, cowok kecil ini kalau sudah meminta gendong seperti ini, ada yang tidak beres. Jadi setelah mengambil jimat Spongebob dari ruang kepala sekolah dan membuangnya ke tempat sampah karena aku tidak percaya. Aku pun membawa Cody ke laboratorium Cyborg dan meminta Cody untuk diperiksa. Benar. Ada error di jantung Cyborgnya.

"Sebenarnya ini sudah lama. Cuma makin tidak karuan saat dekat dengan Lupita." Cody mengeluhkannya ke dokter Cyborg di sampingnya. Aku beranjak tidak memperhatikan Cody karena di sana, selain kami ada juga Sqhipee dan Metis. Aku melihat bola kaca kepala Metis yang bening diisi dengan cairan bening aneh. Otak yang mengambang di sana mengeluarkan gelembung lebih banyak dari biasanya, dan di sampingnya ada Sqhipee yang terlihat khawatir.

"Tikus," panggil Cody lirih padaku yang membuatku kesal tetapi malah disambut baik dengan dokter cyborg itu. Sesaat aku lupa di sini kebanyakan orang Cyborg dan hubunganku memang tidak boleh terlihat akur seperti pasangan nyamuk dan otak di sudut sana. Mereka kasus spesial. Terutama nasibnya karena mereka sama sama varietas yang paling tidak disukai di sekolah ini. Melebihi mutan cacing. Ini semua karena keberisikan mereka yang tidak sengaja itu--dengungan, suara statis, dan gelembung otak itu. Sedangkan kami, meski kepala sekolah bangga dengan dekatnya kami, kenyataannya justru banyak orang pada dasarnya tidak menyukai kedekatan antara dua varietas ini. Bahkan dokter lab di sini seterang-terangan itu.

"Nah, sini tikus. Antar tuanmu pulang. Nah memang harusnya begini para mutan itu."

Aku mengabaikan sikap dokter yang membuatku kesal itu dan beralih memutuskan berjongkok dan membiarkan Cody naik ke punggungku.

"Aku harus menemui Falvat," kataku di selasar menuju kelas 2C. "Aku tidak bisa menghubunginya belakangan, agak aneh ibunya juga berkata demikian, aku khawatir. Dia satu-satunya orang di dunia ini yang mutasi dengan...."

Pandanganku terpaku melihat ada Falvat yang mengkayu di kursinya dan menatap kosong ke depan.

Aku berlari memasuki kelasnya yang kosong dan menemukan beberapa helai bulu ayam yang kusadari kepemilikan siapa.

Cody turun dari punggungku. Aku menepuk-tepuk muka Falvat yang sekeras kayu. Wajahnya memucat hijau membuatku merinding.

"Falvat! Sadar! Kau bukan pohon! Kau masih manusia!"

"Cody hangatkan dia dengan jantungmu! Aku akan mencoba menggigit tangannya."

Kusentuh tangannya yang menghijau dan keras itu. Kucoba gigiti dia dan yang keluar bukan darah melainkan air dari sana.

"SIAL SIAL SIAL! Apa yang ayam terkutuk ucapkan padanya! Katanya hanya anak angkatan kelas 1! Kenapa ia kesini?"

Cody menggosok-gosokkan dadanya ke tangan yang kaku dan menempel di meja kayu ini. Bukan pemandangan bagus memang, ketika aku bahkan juga menggigiti tangannya agar lepas dari meja dan membentuk jari. Rasa pahit tanaman sialan.

"Lu-lupita? Ah, di mana ini?" Falvat terlihat linglung, tetapi aku hanya memeluknya dan menangis yang membuat ia terdiam.

"Jangan dengarkan apapun terkait filsuf hidup apapun. Agama atau apapun itu! Kumohon!" Falvat yang tangannya mulai melembut, memelukku lemas. Pelukan ringannya ini membuatku mulai tenang.

Setelah aku cukup tenang, kini ganti Cody memelukku. "Aku rasa jantungku sakit. Izinkan aku untuk sebentar aja."

Kubalas pelukan itu dan menarik Falvat untuk kupeluk. "Kalian berdua adalah teman masa kecilku yang berharga,"kataku pada mereka.

Falvat pun berterimakasih pada kami, katanya ia hanya merasa jadi tersadarkan oleh sesuatu dan ia terdiam terlalu lama sampai sel di tubuhnya berfotosintensis tanpa sepengetahuannya. Ia kehilangan arus waktu. Rasanya aku tidak ingin meninggalkan Falvat sendirian setelah mengantarnya pulang. Hatiku tidak enak. Karena ia menolak memberitahu lebih lanjut soal pandangannya dan Ayam itu lakukan di kelasnya.

Setelah mengantarkan Falvat, Cody yang masih mengeluh jantung Cyborgnya sakit membuatku teralihkan padanya.

"Apa kata dokternya?" tanyaku karena aku memang tidak memperhatikannya betul-betul saat ia di dokter tadi.

"Katanya aku harus observasi dulu, kenapa ini selalu merasa sesak dalam waktu-waktu tertentu. Aku menduga sesuatu yang lain sih." Ia beranjak turun dari gendonganku usai tiba di depan rumahnya.

"Terus?"

Cody terlihat malu-malu mengatakannya, "Ada deh. Kamu cepat pulang!"

Aku menghela napas dan segera melangkah pulang beberapa langkah dari depan rumahnya. Namun, begitu sampai di kamar aku teringat tugas karakter spongebob squarepants. Ah, benar benar.

"Ibu, aku mau kerja kelompok ke Cody!"

Aku keluar dari rumah usai berganti baju dan mandi. Segera setelah itu mengetuk pintu rumah Cody dan disambut Ibu Cody. Ia terlihat senang menyambutku dan selalu mengomentari betapa indahnya bulu hamsterku. Katanya warnanya mirip seperti bulu miliknya saat muda. Aku berterimakasih dan segera diantar ke kamar Cody. Walau masih mengherankan memangnya bisa bulu kucing berwarna oranye menjadi cokelat sepertinya saat tua (?)

Aku hanya menduga, tapi sepertinya Cody sudah menungguku. Dia menyisir rambutnya rapi dan memakai wewangian, seperti sudah tahu kalau aku bakal kemari.

"Bukannya itu sudah jelas. Kalau kamu sampai mengeluh biasanya kamu ke sini kan,"katanya ketika aku mengamatinya dari bawah ke atas.

Aku mengangguk-angguk. Perawakan Cody memang benar benar seperti manusia biasa. Kecuali ia seperti selalu memakai layar zirah di dadanya yang menampilkan kesehatan jantungnya. Sedangkan aku, kaki dan tanganku seperti hamster yang berbulu. Telapak tanganku dan perawakan dari jauh saja yang seperti manusia.

"Kau tak apa Cody? Detak jantungmu itu cepat sekali." Kutunjuk layar di dadanya yang menunjuk angka 152. Apa masalah jantungmya separah itu?

Cody sedikit panik dan berusaha menarik napas panjang panjang dan membuangnya pelan. "Sini, aku bantu meniupi jempol. Katanya ini bisa memperlambat detak jantung."

Cody menolak dan segera memintaku duduk saja di meja pendek di lantai. Aku mengiyakan dan menaruh buku-buku yang kubawa di sana.

"Sebenarnya aku kurang setuju soal pandangannya membuang jauh sisi kemanusiaan kita agar kita selamat di dunia ini."

"Lalu apa bedanya kita dengan hewan yang kita makan? Lalu bagaimana dengan Falvatmu," tambahnya lagi yang membuatku sangat setuju.

"Kasus positif virus X terus bertambah berdasarkan informasi yang dirilis satuan tugas pandemi internasional melalui situs internasional. Diketahui penularan virus masih terus terjadi. Hingga senin siang pukul 12 diketahui

154.811 baru virus x dalam 24 jam terakhir-"

Suara layar televisi berkumandang dari ruang keluarga di luar kamar Cody membuat fokusku dan Cody teralihkan. Sebenernya televisi itu sudah menyala dari tadi hanya saja, aku dan Cody mendengarkannya bertepatan saat kami saling diam. "Apa menurutmu ini ada kaitannya dengan pak Gallus yang tiba-tiba membawa kepercayaan spongebob?" Cody berdeduksi yang membuatku kagum tak mengerti.

"Pandemi ini dengan agama baru?" tanyaku tak mengerti kaitan deduksinya dengan berita yang menarik perhatian kami tadi.

Cody mengangguk. "Untungnya kasus virus X yang membuat kita seperti terkena rabies itu masih di luar daratan ini. Bisa kita sebut luar negeri lah meskipun saat ini hanya ada satu negeri di bumi ini."

Aku mengangguk soal itu. Di buku sejarah memang semua negara akhirnya memutuskan menjadi satu negeri hal ini tidak lain karena sumberdaya kami yang sudah rusak dan tidak ada pilihan lain bersatu saling membantu sebagai sesama manusia. Walau definisi saling membantu itu mulai pudar dengan semua evolusi ini.

Kugunakan meja Cody untuk mulai berselancar di internet mencari informasi soal karakter spongebob yang sangat digadang pak Gallus itu.

"Ini, lihat, katanya dulu Spongebob diambil dari kisah bikini atoll."

Cody mengangguk begitu kuserahkan hasil selancar di internet.

"Sebenarnya agak masuk akal. Kalau kita membuang sisi manusia kita dan beradaptasi penuh dengan sisi mutan kita. Kembali menjadi hewan, seperti awal bumi tercipta."

"Dan itu memang berkorelasi dengan dunia akan menjadi lebih seimbang dan ya... Kita selamat." Asumsi Cody membuatku merenung. Lalu kukembalikan pertanyaan Cody di awal. "Lalu apa bedanya kita dengan hewan yang kita makan? Lalu bagaimana dengan Falvat?"

Cody terdiam. "Lagipula sekarang, manusia juga kadang gila memakan manusia lain. Seperti kasus manusia mutan harimau memakan daging manusia rusa."

"Tapi, itu karena mereka berpikir menjadi hewan tersebut dan benar benar menjadi seperti hewan."

"Pikiran kita lebih dari yang sekadar kita ketahui."

Itu tadi adalah ucapan Cody yang terpenggal-penggal. Aku tidak mampu membalas apapun dan hanya terdiam dengan menerima deduksinya. Dan kediaman ini kemudian menciptakan kenihilan akan usainya esai kami.

Aku mengumpulkan selembar kosong pada bu Beete keesokan paginya, karena masih tidak paham dengan tugas yang diberikan. Esai merenungi karakter di spongebob squarepants, mungkin sebenarnya mudah tetapi aku menilai itu sulit dan di luar kemampuanku setelah berdiskusi dengan Cody kemarin. Pelajaran merenungi ini terlihat seperti sebuah ajaran keagamaan yang tidak kuminati.

Dan Cody pun juga begitu. Meski beberapa anak lain berusaha keras mengerjakannya, meski ada yang asal-asalan. Hanya kami berdua yang mengumpulkan selembar kosong.

"Apa ada alasan kenapa kalian mengumpulkan kertas-"

BOOOM

Suara ledakan terdengar dari paviliun kelas dua di barat dan itu segera membuatku beserta teman-teman keluar. Perasaanku tidak enak jadi aku langsung lari ke selasar dan pergi ke kelas dua. Cukup banyak orang yang berdesakan melihat, tetapi begitu aku tahu itu terjadi di kelas 2C ditambah aku mendengar ini hari ketujuh ayam sialan memberi ajaran di kelas dua. Aku langsung kaget setengah mati.

"Falvat!" Aku berteriak memanggil namanya dan mencari dirinya, memastikan keamanan gadis yang seperti saudaraku sendiri itu. Aku tidak bisa tidak khawatir apalagi kemurungannya yang sampai sulit dihubungi belakangan dan terlebih kejadian mengkayunya dia. Gerombolan yang menghalangi pintu tiba-tiba menyingkir begitu mendengar siapa yang kucari, dan aku melihat ada Ayam sialan, beserta sebuah pohon di kelas. Akarnya menempel kuat di lantai dan guguran daun yang tersebar di kelas membuatku sadar.

Apalagi ketika ayam sialan itu mematuk kecil pohon beringin itu.

"AYAM BRENGSEK!!" Aku segera berlari dan melempar ayam itu ke papan tulis lalu memeluk pohon berukuran sedang ini.

"Falvat! Falvat! Sadar!" Aku panik, aku tidak menemukan di mana wajahnya, dan tubuh manusianya. "FALVAT!!" Aku mulai meraung dan menangisinya. Falvat teman masa kecilku. Ini sudah jelas ledakan energi pohon yang membuatnya menjadi pohon sepenuhnya.

Cody datang dan memelukku kemudian. Namun, emosiku tidak mereda begitu saja begitu mendengar keok kecil terbatuk dari belakang podium.

"Akan kucabuti bulunya. Akan kupanggang dan akan kumakan kau Ayam brengsek sialan!"

Aku segera berlari mendatangi arah podium itu dan memegang leher ayam itu.

"A-aku tak tahu ada manusia mu-mutan pohon di sini. Bidang pandangku sempit. To-tolong! Lepaskan-Keok!"

Aku tidak peduli dengan guru-guru yang mendatangiku dan mencoba melepaskan Ayam ini. Bahkan dengan kepala sekolah yang dengan tangan cyborgnya berani menodongkan pistolnya padaku.

"Lebih cepat aku mencopot kepala ayam sialan ini atau pistol Anda pak kepala sekolah?"

"Argh, keok!"

"Lupita..." Panggilan Cody seperti tersengal membuatku menoleh padanya dan tiba-tiba Ayam sialan menggigit telapak tanganku cukup keras yang membuatku melepaskannya.

Cody terlihat pucat, dan aku langsung lari melihat layar jantungnya. "Cepat panggil dokter! Kumohon! Cepat!"

Usai hari itu, aku tidak melihat Cody bangun dan mengobrol denganku seperti biasa lagi. Aku diskors tetapi juga tidak ada niat untuk kembali ke sekolah yang mencoba mencuci otak kami untuk hidup dengan kepercayaan spongebob gila itu.

Cody dirawat di rumah karena ternyata rumah sakit sudah penuh karena virus X yang seperti rabies itu. Kata dokter yang berkunjung, memang ada masalah di instalasi jantung Cody. Namun, bukan itu penyebab ia tidur tak kunjung bangun dan mengigau aneh ini–ia memanggil namaku terus-terusan. Ini semua karena rasa stress dan khawatirnya padaku karena aku ditodong pistol.

Ayam yang membuatku berduka kehilangan Falvat malah semakin menjaya beberapa bulan setelahnya. Aku mendengar berita bahwa dengan ajarannya orang-orang akan terbebas dari virus x. Virus x mengancam orang yang sepenuhnya masih berafiliasi dengan kepercayaan manusianya. Satu-satunya cara katanya, tinggalkan sisi kemanusiaan.

"Lupita. Ada surat untuk kalian berdua. Seorang ayam tadi...." Ibu Cody tidak meneruskannya karena tahu permasalahan ini terjadi karena apa. Aku membaca surat itu dengan penuh kekesalan.

"Selamat sore Lupita dan Cody. Rasanya aku tidak berani menghadapi kalian langsung, jadi aku menyampaikannya di sini. Aku merasa bersalah dengan niat baik Falvat yang ingin kedamaian dunia sama seperti kita dipandanganmu sangat salah."

Persetan dengan kedamaian dunia. Kau hanyalah ayam gila yang membuat seorang gadis jadi pohon dengan membuatnya melepaskan sisi kemanusiaannya karena ajaranmu! Sama saja kau membunuhnya!

"Namun, aku tahu pikiranmu berseberangan dengan pikiranku. Walau ini hanya dugaan karena kita tidak pernah mengobrol langsung. Barangkali kalau kau mau, aku akan sangat senang hati, siapa tahu kalau ini semua hanyalah kesalahpahaman biasa."

Aku dapat melihat mata berapi-apinya yang menyebalkan dari surat itu. Rasanya ingin menghancurkan surat ini tetapi batal karena aku harus membacanya sampai habis. Panjang sekali.

"Tapi, dunia ini memang membutuhkan kembali ke awal mula kita. Melepaskan kemanusiaan kita seperti spongebob melepaskan kehewanannya dan bertingkah layaknya kita. Memiliki rasa khawatir, cemas, ketakutan dan apapun itu. Bahkan ketika aku mengobrol dengan pasangan lain seperti kalian, seekor nyamuk dan manusia yang hanya tersisa otak itu, mereka menangis setelah mengobrol denganku. Jujur keakraban kalian sangat langka ketika biasanya yang terlihat sangat berbeda saling membenci."

Aku tidak tahu setidak jelas itu surat yang ia tulis tetapi aku kenal orang yang dimaksud si Ayam--aku tidak sudi memanggil namanya lagipula katanya ia sudah melepaskan banyak sisi manusianya.

"Bersatunya mereka seperti plankton dan Karen. Yang bahkan dilakukan secara nyata, manusia otak itu menyublimkan otaknya untuk sepenuhnya menjadi Karen mini dan nyamuk itu menjadi nyamuk mungil yang lucu. Dan itu semua berkat kekuatan pikiran untuk melepaskan. Ketika semua orang menerapkan ini, semua akan damai layaknya habitat alam seperti dahulu kala."

Me-mereka gila.

"Bagaimana pun niat mereka untuk kebaikan dunia tidak perlu dielak lagi. Dengan demikian dokter cyborg tidak perlu lagi menyediakan cairan khusus untuk manusia otak itu, lalu juga dokter mutan tidak perlu menyediakan darah dalam jumlah besar lagi untuknya. Serta semua orang tidak akan terganggu dengan keberisikan mereka lagi bukan? Semua senang, alam juga akan mulai membaik. Bukankah dengan mengikuti semua yang ada di spongebob perlahan kita akan kembali ke keseimbangan alam dan perdamaian dunia?"

Aku hanya terkesiap dengan kabar yang kuterima ini. Lalu melirik Cody yang hanya tertidur dengan banyak alat di tubuhnya. Aku tahu tidak ada sangkut pautnya, tetapi aku tidak ada bayangan bagaimana para manusia cyborg akan menjadi Karen semua.

"Termasuk Falvat. Aku sudah meminta kepala sekolah untuk menjadikan ruangan tersebut menjadi greenhouse saja daripada menebangnya. Dia adalah entitas unik yang lahir dari alam dan bahkan aku merekomendasikannya untuk tidak diberitahukan ke pemerintah."

Kali ini aku berterimakasih padanya.

"Jadi, tidakkah hatimu sakit melihat Cody terbaring lemah dengan resiko virus X yang sangat tinggi dan jantung yang pesakitan itu? Tidakkah kau juga ingin menjadi sepenuhnya aman dan hidup dengan damai di rumahmu?"

Sialan dia mulai cari gara-gara lagi. Dia pasti sudah tahu kabar Cody ini.

"Aku tidak akan pernah menyerah untuk mencapaimu dan semua orang. Ini semua demi kebaikan umat manusia. Jadi lain kali mari kita mengobrol, akan kubuktikan melepaskan kemanusiaan seperti apa yang dilakukan Spongebob memang sebenar itu. Tertanda. Gallus yang akan selalu menunggu kalian."

Aku jadi teringat obrolanku kapan dulu dengan Cody ketika ia mengantarku pulang setelah berpikir cukup lama tentang tugas esai Spongebob itu.

"Terkait pertanyaanmu tadi tentang apa perbedaan kita dengan hewan. Apa kau ingin mati muda masih menjadi manusia atau kau hidup lama tapi kau menjadi apa yang ke depannya kita miliki ini?" aku menunjuk tangan dan kakiku.

"Wah, pertanyaanmu enggak biasanya seberat ini Lupita. Kalau disuruh memilih tentunya berusaha menjadi manusia lah. Kalau tidak begitu apa bedanya kita dengan hewan seperti pertanyaanku tadi? Kan aslinya kita adalah manusia--yang meski katanya dulu juga evolusi dari hewan. Tapi kan itu dulu banget. dan dalam seabad yang lalu kita juga manusia normal."

Cody berbicara sembari menatap langit sore. Aku mendekati sosoknya yang kecil dan rapuh itu.

"Ya, dunia emang udah terlalu aneh untuk ditempati. Ayam ntah darimana, Spongebob yang bahkan sudah seperti Nabi dan semua ini."

Aku menyentuh layar dada Cody dan aku melihat angka detaknya yang naik. Ia memegang tanganku dan dengan senyum jahilnya malah mencium itu. Aku terdiam sebentar baru kemudian tertawa geli.

"Kalau gitu, kita mati juga harus bersama ya," kataku sebelum lari ke dalam rumah saat itu. Aku tidak tahu apa reaksinya saat itu. Seingatku dia tersenyum dan menggumamkan kata iya dengan lirih.

Aku sudah meminta tolong ke Ibu Cody untuk membelikan kami sesuatu di luar dan aku pun menggendong Cody ke kamar mandi dan menaruhnya di baththub, tidak lupa membawa perlengkapan elektronik penunjangnya.

"Lupita...." Dia melirihkannya dengan posisi tidur yang sangat sulit dibangunkan. Bagaimana bisa aku meninggalkannya untuk terus hidup ketika katanya harapan hidupnya memang tinggal sedikit.

Kupeluk ia bersama dengan alat-alatnya di air hangat yang mulai mengisi bathtub ini ditambah aku telah merusak sedikit alat-alat listrik Cody.

Setidaknya, kami masih bisa mati menjadi manusia dan pikiran kami tidak disisipkan tentang hidup masih lebih baik sekali pun menjadi seekor cacing. Tentu tidak akan, masih lebih baik menjadi seorang manusia.

°°

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top